106
4. Bagaimana  pelaksanaan  pembelajaran  di  Pondok  Pesantren  Takwinul
Muballighin?
Problem mendasarnya adalah karena ketika transisi kepengurusan atau pergantian ustad  pengelola  tidak  disertai  dengan  transfer  kurikulum  atau  panduan
pengelolaan  yang  baik.  Sehingga  kurikulum  selalu  berubah-ubah  sehingga berdampak pada porsi jam setiap mapel yang selalu berubah. Selain itu, dari segi
input mahasiswa yang masuk tidak ada standar dari pondok. Mereka masuk sangat heterogen.  Ada  yang  sudah  faham  dasar  agama  dan  ada  pula  yang  belum.  Jadi
kurikulum yang harus menyesuaikan dengan santri. Sehingga saat pengurus ingin memberian jam pelajaran bahasa arab semisal, meskipun ilmu alat tetapi tidak kita
berikan  setiap  semester  karena  kita  hanya  memberikan  pengenalan  bukan pendalaman.  Kalau  aqidah  menurut  saya  penting  dan  sangat  mendasar  serta
banyak cabangnya. Selain sosiologi dakwah menurut saya tidak begitu dibutuhkan karena  materi  kontemporer.  Lebih  tepatnya  masuk  ke  Lingkar  Studi  Muballigh.
Kita sungkan untuk memutusnya karena sudah punya ikatan emosional yang lama dengan  ustad.  Aris.  Kalau  pengetahuan  kristologi  tidak  harus  menjadi  kristolog.
Jadi  cukup  semester  saja.  Selama  ini  kan  2  semester.  Lebih  penting  diberikan
bahasa arab, ushul fiqih, ulumul qur‟an dan ulumu hadist. Semuanya cukup satu semester. Ditambah kurikulum bela diri.
5. Kapan  waktu  pelaksanaan  proses  belajar  mengajar  di  Pondok  Pesantren
Takwinul Muballighin?
Dilakukan setiap hari  pagi  jam 5.00-5.30 untuk  pendampingan tahsin dan tahfidz setelah  itu  dilanjutkan  materi  kajian.  Kalau  isya  jam  20.00-21.30.  Libur  sabtu
malam  dan  minggu  pagi.  Untuk  libur  biasanya  disesuiakan  dengan  kampus, karena  santri  adalah  mahasiswa.  Kalau  ramadhan  libur  kajian  tapi  dimanfaatkan
untuk praktik dakwah mengisi kultum di bulan ramadhan.
6. Bagaimana  evaluasi  pembelajaran  di  Pondok  Pesantren  Takwinul
Muballighin?
Ke depan perlu ada silabus dan RPP. Itu tadi beberapa mata pelajaran yang perlu diberikan.  Perlu  digodog  kurikulum  yang  matang.  Perlu  training  pengurus  untuk
menyusun dan memahami kurikulum.
7. Apakah komponen pembelajaran tersedia lengkap?
Belum.  Kalau  tujuan  institusi  secara  namanya  ingin  mencetak  muballigh  yang terjun ke masyarakat. Fokusnya lebih ke juru dakwah yang pandai menyampaikan
agama.  Kalau  sibus  dan  RPP  belum.  Kalau  penilaian  per  semester  bentuknya setiap ustad diminta untuk membuat soal. Ada juga yang per mata kajian langsung
diberi penilaian seperti latihan ceramah dan setoran hafalan.
8. Bagaimana pemahaman pendidik terhadap buku panduan kurikulum?
Karena  tidak  mempunyai  panduan  maka  mereka  membuat  sendiri.  Atau  para ustad  sudah  mempunyai  standar  ketika  mengajar  mata  kajiannya.  Sehingga  dari
pondok  tidak  terlalu  ribet  untuk  membuat  lagi.  Pondok  hanya  menyampaikan secara oral atau tertulis.