5 Sulit memahami tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi.
2.2 Tinjauan Etnomatematika
Belajar  dengan  memanfaatkan  lingkungan  sebagai  sumber  belajar  peserta didik  tidak  hanya  diajak  untuk  mempelajari  tentang  apa  yang  ada  di  lingkungan
sekitarnya. Hal ini senada dengan pernyataan dan penuturan dari depdiknas 1990:9 dalam  Hamzah  dan  Mohamad,  2013:137  yang  menyatakan  bahwa  belajar  dengan
menggunakan  lingkungan  memungkinkan  peserta  didik  menemukan  hubungan  yang sangat bermakna antara ide-ide abstrak dan penerapan praktis di dalam konteks dunia
nyata,  konsep  dipahami  melalui  proses  penemuan,  pemberdayaan  dan  hubungan. Winaputra 1997:5-49 dalam Hamzah dan Mohamad, 2013:137 menyatakan bahwa
belajar  dengan  pemanfaatan  lingkungan  didasari  oleh  pendapat  pembelajaran  yang lebih  bernilai,  sebab  peserta  didik  diharapkan    dengan  peristiwa  dan  keadaan  yang
seharusnya. Istilah
ethnomatematics yang
selanjutnya disebut
etnomatematika diperkenalkan  oleh  D’Ambrosio,  seorang  matematikawan  Brazil  pada  tahun  1977.
Definisi  etnomatematika  menurut  D’Ambrosio  1985  dalam  Rachmawati  adalah ”The  mathematics  which  is  practiced  among  identifiable  cultural  groups  such  as
national  tribe  societes,  lobour  groups,  children  of  certain  age  brackets  and profesionalisme  clasess
”.  Artinya  ”Matematika  dipraktekkan  diantara  kelompok budaya  didefinisikan  seperti  masyarakat  nasional  suku,  kelompok  usia  tertentu  dan
kelas  profesional”.  Etnomatematika  adalah  aplikasi  dari  ide  matematis  dan  praktek
terhadap masalah yang merupakan hasil budaya orang-orang di masa lalu atau budaya yang  dihadapi  zaman se
karang. D. ’ Ambrosio, 2001 Etnomatematika  didefinisikan  sebagai  cara-cara  khusus  yang  dipakai  oleh
suatu  kelompok  budaya  atau  masyarakat  tertentu  dalam  aktivitas  matematika. Aktivitas    matematika  adalah  aktivitas  yang  di  dalamnya  terdapat  proses
pengabstraksian  dari  pengalaman  nyata  dalam  kehidupan  sehari-hari  ke  dalam matematika  atau  sebaliknya,  meliputi  aktivitas  mengelompokan,  berhitung,
mengukur, merancang bangunan, alat untuk membuat pola, membilang, menentukan lokasi, bermain, menjelaskan, dan sebagainya. Etnomatematika adalah hasil aktivitas
matematika  yang  dimiliki  atau    berkembang  di  masyarakat  Kebumen,  meliputi konsep-  konsep  matematika  pada  peninggalan  budaya  berupa  benteng  Vanderwijck,
tradisi  pembuatan  kesed  dari  serabut  kelapa,  pembuatan  genteng  dan  batu  bata  dari tanah liat, serta permainan-permainan tradisonal.
Kebumen  adalah  sebuah  kabupaten  di  Provinsi  Jawa  Tengah.  Kebumen terkenal  dengan  daerah  pembuat  genteng  karena  sebagian  besar  masyarakat  di
Kabupaten  kebumen  memproduksi  genteng  dari  tanah  liat  sebagai  mata pencahariannya. Kabupaten Kebumen juga terkenal dengan daerah pantainya, karena
wilayah Kebumen yang berada di jalur pantai selatan mengakibatkan Kebumen kaya akan  wisata  pantainya.  Daerah  Gombong  juga  terdapat  benteng  Van  Der  Wick
sebagai bangunan peninggalan Belanda yang dibangun pada tahun 1818. Masyarakat di daerah pesisir dan di daerah pedesaan banyak memanfaatkan serabut kelapa untuk
membuat  kesed  dan  matras  yang  sering  digunakan  untuk  berolahraga  senam  lantai.
Budaya-budaya  masyarakat  di  Kabupaten  Kebumen  disajikan  dalam  Gambar  2.1 sampai dengan Gambar 2.8.
Gambar 2.1 Pembuatan Batu  Bata dari Tanah
Gambar 2.2  Benteng Van Der Wijck Gombong
Gambar 2.5 Pembuatan Kesed dari Serabut Kelapa
Gambar 2.3 Pembuatan Genteng dari Tanah
Gambar 2.4 Penjemuran Genteng
Gambar 2.6 Kesed dari Serabut Kelapa
2.1 Tinjauan tentang Pemecahan Masalah