70
70
4.5. Sekolah Dasar Islam Siti Sulaechah Mayangsari dengan Medan Sosialnya.
Medan sosial yang dimakdud pada bagian ini adalah komunitas interaktif yang terjadi dalam suatu komunitas sosial. Dalam hal ini menjelaskan tentang
keberadaan Sekolah Dasar Islam Siti Sulaechah yang berada di Kampung Mayangsari Semarang telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat
yang melingkupinya. Sifat keintegralan tersebut akan membawa konsekwensi sekolah tersebut akan dipengaruhi oleh kehidupan budaya masyarakat
pendukungnya sekaligus juga akan memberikan pengaruh bagi kehidupan masyarakat itu sendiri. Jika dicermati rumusan visi dan misi yang di emban
sekolah di atas sesungguhnya merefleksikan respon sekolah terhadap kebutuhan masyarakatnya, demikian juga pengembangan nilai-nilai yang diperlukan bagi
pembentukan watak para peserta didiknya hampir seluruhnya mengaplikasikan nilai-nilai budaya yang ada di lingkungan kehidupan masyarakatnya.
Siswa Sekolah Dasar Islam Siti Sulaechah sebagian berasal dari anak- anak yang tinggal di Kampung Mayangsari, namun sebagian besar justru berasal
dari kampung-kampung lain di luar Mayangsari; antara lain: Panjangan, Ringintelu, Kembangarum, Kalipancur, Ngemplak dan sebagian kecil lagi dari
wialyah Ngemplak Simongan dan Gedungbatu. Kampung Mayangsari secara administrasi masuk wilayah Kelurahan Kalipancur, namun secara kultural
keterikatan kampung tersebut dengan kampung-kampung di sekitarnya memiliki ikatan yang lebih luas. Jika dicermati karakteristik budaya kelompok masyarakat
di wilayah-wilayah tersebut memiliki kemiripan, sebagai kelompok budaya
71
71 marginal yang relatif besar warga masyarakatnya masih berorientasi pada norma-
norma tradisi kehidupan budaya Jawa. Kelompok-kelompok masyarakat tersebut masih cenderung mempertahankan adanya tradisi ritual-ritual tertentu, untuk
mengokohkan eksistensi kehidupan sosial mereka sendiri baik pada dimensi horizontal maupun fertikal.
Salah satu bentuk tradisi ritual yang hidup dan dilestarikan dengan begitu gigih oleh kelompok-kelompok masyarakat tersebut adalah tradisi apitan yang
ditandai dengan penyelenggaraan pentas wayang kulit. Dorongan untuk melestarikan nilai-nilai kebudayaan Jawa masih sama-sama dianggap sebagai hal
yang sangat penting, untuk menjaga keharmonisan kehidupan mereka. Dengan begitu maka dapat disimpulkan bahwa ketika kehidupan sosial suatu kelompok
masyarakat dibingkai ketat dengan nilai-nilai budaya tradisi maka dapat diistimasikan bahwa perilaku para anggota masyarakatnya termasuk didalamnya
anak-anak akan akan merefleksikan nilai –nilai tradisi tersebut pula. Medan sosial yang melingkupi keberadaan sekolah tersebut akan memberi atmosfer tersendiri,
yang senantiasa akan saling mempengaruhi secara timbal balik. Nilai-nilai tradisi yang hidup di tengah medan sosial sekolah tersebut
dapat dipastikan sedikit banyak akan berimbas pada kehidupan anak-anak, khususnya dalam memenuhi kebutuhan ekspresi estetisnya, termasuk pada
kecenderungan ciri yang ada pada gambar-gambar wayang buatan mereka.
Di Sisi lain, kebudayaan kota sebagai representasi kebudayaan baru kebudyaan modern, melingkari wilayah tersebut. Pada jarak kurang lebih 5 Km,
wilayah tersebut sudah bersinggungan dengan wilayah kota yang nota- bene
72
72 memiliki karakteristik kultural yang relatif berbeda. Dinamika kehidupan kota
menjadi bagian dari medan sosial yang harus dihadapi oleh sekolah dan masyarakat tersebut, adalah sebuah kemestian yang tak mungkin terelakkan akan
senantiasa berpengaruh bagi kelangsungan budaya tradisi di wilayah tersebut
Denah Wilayah Kelurahan Kalipancur
73
73 Gambar : 25
Denah Wilayah Kelurahan Kalipancur Ngaliyan Semarang
74
BAB 5 PROSES ENKULTURASI NILAI BUDAYA JAWA