Karakteristik Gambar Wayang Buatan Anak-anak

142 142

7.4. Karakteristik Gambar Wayang Buatan Anak-anak

Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa pada dasarnya anak- anak yang berusia kelas VI 12-14 th memasuki masa naturalistik semu pseudo naturalistic dengan ciri-ciri gambar mereka sebagai berikut: Pada dasarnya masa-masa ini anak-anak mulai menyukai dan menikmati berkarya seni. Dari hasil karyanya mereka telah menunjukkan ciri-ciri bukan kanak-kanak lagi tetapi bukan berarti telah dewasa. Mereka semakin bisa berpikir abstrak dan perspektifnya tentang dunia berpijak pada kesadaran sosialnya. Perhatiannya terhadap karya seni mulai kritis, termasuk dalam menyikapi karyanya sendiri. Mereka akan merasa puas jika hasil karyanya lebih baik ketimbang hasil karya sebelumnya. Gambarnya telah dapat menjadi simbol bagi pengungkapan, nilai-nilai, wacana, dan kondisi instrinsiknya. Ada kecenderungan anak mulai memusatkan perhatiannya pada benda-benda dan objek di lingkungannya dengan tersaring. Pengamatannya terhadap objek telah mulai rinci, hal-hal seperti draperi, ornamen- ornamen, dan detail dari suatu benda telah menarik perhatiannya. Gambar mereka tentang manusia figur, pada dasarnya telah mendekati proporsi yang benar. Berbagai ungkapan ekspresi wajah telah memiliki arti sendiri, Sangat menyukai gambar kartun. Kesadaran akan perbedaan sex menonjol, termasuk didalamnya kesadaran akan perbedaan karakter dari tokoh yang digambarnya pada masa ini, gambar mereka telah menunjukkan ciri-ciri adanya keinginan untuk menggambar sesuai dengan kenyataan yang dilihat, namun kadang belum cukup dapat memahami substansi dari objek yang digambar. Pengamatan terhadap objeknya telah mulai rinci, dan detail dari suatu benda telah mulai menarik perhatiannya; 143 143 dan pada usia ini ada kecenderungan anak mulai senang menggambar kartun. Bagaimana implementasinya dalam gambar wayang mereka dapat dijelaskan sebagai berikut. Gambar : 44 Judul : Gathotkaca Nama : Rio Bramoranda Kelas : VI 144 144 Media : Spidol Ukuran : A3 Ungkapan Tokoh Gathotkaca yang digambar Rio dibuat dengan mengandalkan unsur garis, dengan alat spidol. Unsur tersebut digunakan untuk merepresentasikan raut sebagai out line, sekaligus untuk menghadirkan rincian atribut yang dimiliki oleh tokoh tersebut. Tokoh Gathotkaca pada gambar tersebut digambarkan dengan ciri-ciri wajah menghadap kedepan mendatar, bentuk hidung bentulan, mulut mingkem, mata kedondhong, posisi kedua kaki jangkahan gagah. Tokoh tersebut menunjukkan sikap tubuh yang tegap, sigap, seakan sedang berada pada kondisi siaga untuk melaksanakan tugas. Arah garis wajahnya mendatar lurus kedepan dengan dada dibusungkan, tangan depan lurus kebawah dan tangan belakang berada pada posisi berkacak. Kesan keseluruhan gambar ini tampak gagah, mencitrakan karakter tokoh Gathotkaca yang diidealkan. Rincian atribut yang dikenakan pada tokoh ini cukup detail baik rincian pada jamang, irah-irahan gelung dengan garuda mungkur, praba, maupun atribut yang membedakan antara jarit, dodot, badong, uncal kencana, uncal wastra dan clana, digambar pada posisi yang benar. Secara keseluruhan gambar ini menunjukkan kualitas estetis sebagai ungkapan ekspresi wayang Jawa yang sangat baik. Dapat disimpulkan indikator kualitas estetis pada gambar tersebut adalah: kemiripannya dengan tokoh yang direpresentasikan, rincian seluruh atribut yang dikenakan, dan kualitas ungkapan garis yang merefleksikan kelancaran pada saat proses menggambar tersebut terjadi; berada pada kualitas yang sangat baik. 145 145 Gambar : 45 Judul : Bima Nama : Aprillia Susi Yulian Rahmawati Kelas : VI 146 146 Media : Krayon dan spidol Ukuran : A3 Gambar Bima karya Aprillia menunjukan Bima seakan sedang melakukan aksi tengah berjalan. Pada gambar tersebut diungkapkan bentuk Bima yang badannya dibuat condong ke depan, seakan sedang terburu-buru hendak menuju pada suatu tempat. Digambarkan tokoh Bima yang gagah dengan badan yang gemuk. Kegagahan tokoh tersebut tampak dari bentuk profil wajah dan gelung yang dikenakannya, serta kedua kaki pada posisi jangkahan gagah. Ekspresi wajahnya tampak sedang marah mulutnya sedikit membuka, seakan sedang bergumam. Posisi tangan depannya lurus menjuntai ke bawah dan tangan belakangnya berada pada posisi berkacak pinggang menandakan sedang dalam kondisi siaga menghadapi rintangan. Pengungkapan karakter Bima pada gambar ini cukup baik. Pemahaman terhadap atribut yang harus dikenakan pada tokoh Bima cukup baik dan rinci, hal tersebut dapat diperhatikan pada kedudukan assesori gelang, kelat bahu, kalung, dan kuku pancanaka. Terlebih lagi pada upaya menyusun arah draperi pada kain poleng yang dikenakannya dengan perpaduan warna putih dan biru, tersusun secara apik. Kehadiran tokoh Bima pada gambar ini disertai dengan: 1 Pemberian latar, dengan background warna biru dan hijau, dan pada foreground dengan nada warna coklat yang direndering secara ekspresif. Efek dari warna-warna tersebut seakan berfungsi sebagai atmosfer yang memberi kesan sejuk dan futuristik; ada dimensi gerak pada gambar tersebut seakan langkah Bima tersebut demikian kencang. 147 147 2 Pemberian ornamen yang berfungsi sebagai hiasan tepi. Pada sisi kanan dan kiri unsur ornamen bersifat geometris dengan susunan garis berbentuk tumpal yang dicat kuning bergradasi kearah warna orange. Dan pada bagian tepi atas dan bawah terdapat ornamen berbentuk belah ketupat dengan dicat bergradasi dengan nada warna violet. Mengamati secara seksama ungkapan gambar tersebut, dari bentuk tokoh, unsur ornamen hiasan tepi, teknik pewarnaan, dan refleksi keseluruhan suasana yang dihadirkan, dapat disimpulkan bahwa keseluruhan gambar tersebut merefleksikan cita rasa nilai estetis Jawa yang masih cukup kental. 148 148 Gambar: : 46 Judul : Bima Nama : Diky Darmawan Kelas : VI Media : Spidol Ukuran : A3 Ungkapan gambar Bima karya Diky berada pada posisi diam, berdiri dengan kepala merunduk; seakan sedang dalam keadaan dialog dengan penuh perhatian. Tangan depannya lurus menjuntai ke bawah dan tangan kanannya pada posisi berkacak pinggang. Diky dapat menguasai ruang dengan baik, penempatan gambar tokoh tersebut berada pada posisi yang sangat ideal kedudukannya pada 149 149 bidang gambar. Bentuk gambarnya cukup proporsional dan secara keseluruhan menunjukkan kemampuan pengungkapan yang sangat baik, gambar atributnya rinci, dan proporsif. Karakter kegagahan dan kesatriaan Bima diungkapkan dengan bentuk hidung bentulan, memakai pupuk jaroting asem, bermahkota gelung minangkara, berkuku pancanaka, dan sikap kakinya jangkahan; sehingga menjadikan tokoh tersebut tampak gagah dan berwibawa. Gambar tersebut dikonstruksi dengan unsur garis menggunakan media spidol, dan pada bagian pakaian kain polengnya dibuat dengan blok warna hitam-putih, yang dicapai dengan menggunakan arsiran pensil. Kehadiran unsur motif poleng pada gambar tersebut demkian dominan. Dalam pemahaman kebudayaan masyarakat Bali, motif poleng tersebut disebut sebagai Rwa binedha, sebagai simbol dari sifat baik dan buruk dalam kehidupan. Jika dikaitkan dengan perwatakan Bima nampaknya simbol tersebut relevan juga, sebab Bima memiliki watak wungkal bener; yang senantiasa menempatkan nilai hidup senantiasa hitam- putih. Bagi Bima kehidupan yang brsifat hitam harus dibasmi dan khidupan yang bersifat putih harus ditegakkan. Sebuah representasi tokoh Bima yang cukup baik, dan engan ungkapan garis-garisnya yang cukup lancar, menunjukkan tingkat kedekatan dan penguasaannya terhadap produk kebudayaan Jawa tersebut cukup baik pula. 150 150 Gambar : 47 Judul : Gathotkaca Nama : Fatimah Kelas : VI Media : Spidol Ukuran : A3 151 151 Gambar Gathotkaca buatan Fatimah menghadap ke kanan. Fatimah paham betul bahwa kehadiran sosok wayang sesungguhnya tidak dapat dilepaskan dengan garan-nya, atau tangkai bambu yang digunakan untuk pegangan manakala wayang harus dimainkan. Sungguh bahwa kegagahan sosok wayang akan menjadi sangat terasa ketika diberi kelengkapan garan tersebut. Ungkapan gambar wayang Fatimah berada pada kondisi siap melaksanakan tugas, tangan depannya menjuntai ke bawah, dan tangan belakang berkacak pinggang. Gambar tersebut tampak rinci, penuh dengan ornamen, khususnya pada bagian praba, kemben, dan dodot. Walaupun penempatan ornamen tersebut kurang mengikuti kedudukan yang sebenarnya, namun secara keseluruhan gambar tersebut menunjukkan kegigihan pengungkapan untuk menyajikan yang terbaik. Tokoh Gathotkaca yang gagah digambarkan oleh Fatimah dengan profil wajah yang dicat hitam, sehingga tokoh tersebut tampak berkarakter tenang, berwibawa, dingin, dan penuh percaya diri. Profilnya memiliki ciri-ciri bentuk hidung bentulan, dan dengan bentuk mata thelengan. Tutup kepalanya memakai bentuk gelung gurdha, ber-praba, dan memakai dodot dengan posisi kedua kaki jangkahan gagah. Gambar tersebut dilengkapi dengan hiasan tepi, dengan menggunakan unsur motif kawung yang dipadu dengan bentuk geometri belah ketupat. Ornamen yang berfungsi sebagai hiasan tepi tersebut dibuat cukup rinci dan dengan akurasi ukuran pola yang cukup tertib sehingga perpaduan antara subjek pokok dan hiasan tepi tersebut tampil menjadi perpaduan gambar yang sangat apik, dan merefleksikan ciri-ciri nilai-nilai kebudayaan Jawa yang cukup baik. 152 152 Gambar : 48 Judul : Puntadewa dan Arjuna Nama : Aprillia Dilly 153 153 Kelas : VI Media : Spidol dan krayon Ukuran : A3 Ungkapan tokoh wayang Puntadewa dan Arjuna pada gambar ini seakan menjadi bagian dari motif selembar kain . Perpaduan warna antara latar yang berwarna orange dengan unsur-unsur motif seperti efek dari ikatanjumputan cenderung menggunakan warna komplemennya biru dan hijau , demikian juga dominasi warna pada kedua gambar wayang tersebut cenderung menggunakan warna komplementer, maka secara keseluruhan gambar tersebut berkesan menggairahkan, menyenangkan, dan terasa hangat. Walaupun ungkapan gambar tokohnya tidak terlalu rinci namun struktur gambar tokoh tersebut telah mampu menangkap karakter tokoh yang dimaksud. Penggambaran kedua tokoh tersebut diungkapkan dengan bentuk hidung walimiring, mata gabahan, memakai bokongan, dan kedua kakinya pada posisi jangkahan alus, dan keduanya sama- sama tidak memakai dasaran atau lemahan. Yang membedakan karakter dari kedua tokoh tersebut adalah pada bentuk tutup kepalanya. Pada tokoh Puntadhewa memakai bentuk tutup kepala gelung keling, dan pada tokoh Arjuna memakai tutup kepala gelung minangkara. Ornamen pada bokongan kedua tokoh tersebut di buat dengan dirajang menjadi faset-faset warna, yang disusun dengan pilihan warna komplementer, sehingga terkesan ungkapan tersebut naif, menyenangkan, sebagaimana lazimnya ungkapan gambar anak-anak. Sekilas kedua tokoh tersebut tampak berjalan gontai di atas matras permadani yang penuh bunga warna-warni, sebagaimana layaknya kemeriahan penyambutan terhadap tokoh penting yang telah berjasa, pulang dari peperangan 154 154 besar. Aprillia telah menghadirkan identifikasi tokoh yang dikehendaki dengan cukup baik, proporsi unsur-unsurnya, irama garis tubuh masing-masing, dan ekspresi bentuknya tersaji dengan baik; merepresentasikan tokoh yang dimaksud yaitu, Puntadewa dan Arjuna. 155 155 Gambar : 49 Judul : Puntadewa Nama : Kana Emylia Media : Spidol Ukuran : A3 156 156 Ungkapan gambar Kana menyiratkan sosok Puntadewa, tokoh tertua dari para Pandhawa. Sebagai tokoh bijak yang suka berderma bagi siapa saja yang membutuhkan bantuannya. Pada gambar tersebut wajah Puntadewa di cat hitam, dengan demikian menjadi sangat kontras dengan badan yang tampak menjadi sangat putih; hal demikian sangat sesuai dengan pribadi Puntadewa yang dikenal darahnya putih di sekujur tubuhnya sebagai simbol dari kesucian. Ungkapan pada gambar tersebut memiliki ciri bentuk: sebagai satria dengan hidung walimiring, mata gabahan, mulut mingkem, bermahkota gelung keling, jarit bokongan, memakai hiasan manggaran, dan posisi kaki jangkahan alus. Ornamen pada jarit atau bokongan digambar dengan rinci, menjadi aksen yang menawarkan nilai optis yang sangat memikat. Pada wajah tokoh ini digambar dengan cat hitam, merepresentasikan tokoh Puntadhewa yang tenang, berwibawa, dan berwatak satria. Sisi lain yang menarik dari penggambaran profil wayang ini, adalah bentuk hidung pada gambar tersebut dibuat dengan demikian panjang, dan pada bentuk mulut, seakan akan menampilkan bentuk mulut yang ralistik tampak dari depan. Gambar tokoh Puntadewa tersebut dihadirkan dengan posisi tubuh diam, dengan kedua tangannya menjuntai ke bawah; seakan sedang dialog dan dalam suasana batin yang sangat tenang tanpa kecurigaan. Gambar buatan Kana ini dikerjakan dengan menggunakan media spidol, pada bagian-bagian tertentu diberi aksen untuk menyatakan bidang gelap dengan menggunakan teknik block, yang berdampak pada ungkapan bentuk tersebut terkesan menjadi padat. Ungkapan garis-garisnya bergetar namun pasti, kekuatan 157 157 dalam penguasaan bentuk tersebut dapat dijadikan sebagai indikator tingkat pemahaman dan kedekatannya pada nilai budaya yang melingkupinya. Gambar : 50 Judul : Bima Nama : Lailatul 158 158 Kelas : VI Media : Spidol dan krayon Ukuran : A3 Ungkapan gambar tokoh Bima karya Lailatul, dilengkapi hiasan spot-spot pada latar, seakan tokoh tersebut berada pada suatu pusaran atmosper yang menawarkan aneka serpihan warna sebagai simbol nilai-nilai kehidupan. Hal demikian mengingatkan kita pada esensi cerita Bima Suci, ketika Bima berada di dalam perut Dewa Ruci. Dalam perut itu Bima melihat beraneka warna cahaya sebagai simbol dari nafsu yang ada pada diri manusia. Cahaya warna merah sebagai simbol nafsu amarah, warna hitam simbol nafsu aluamah, warna kuning simbol nafsu sufiah, dan warna putih sebagai simbol nafsu mutmainah. Pada gambar tersebut butir-butir warna itu muncul menyerupai Ndog amun-amun kunang-kunang. Ketika Bima memejamkan mata, dan ketika mata semakin dipejamkan, maka warna-warna itu akan semakin dekat dengan mata dan pikirannya. Ungkapan tokoh Bima dalam gambar tersebut seakan wayang Bima tersebut sedang dimainkan Dalang, bentuk badannya khususnya bagian pinggul ke bawah mengalami distorsi; sehingga justru terkesan memunculkan dimensi gerak. Pada gambar tersebut seakan akan Bima memakai baju, hal demikian disebabkan oleh pengaruh ornamen yang dikenakan pada bagian tubuh. Gambar dibuat cukup rinci, walaupun tidak mengikuti alur rincian atribut Bima yang sebenarnya, namun secara keseluruhan gambar tersebut telah berhasil merepresentasikan karakter Bima dengan cukup baik, dengan ciri-ciri: bentuk hidung bentulan, mata thelengan, bermahkota gelung minagkara, tangan memiliki kuku pancanaka, 159 159 berkain poleng, dan posisi kaki jangkah gagahan. Bentuk mulutnya dibuat sedikit membuka, memberi kesan Bima tersebut sedang bergumam, atau berbicara. Sisi lain yang menarik dari gambar tersebut adalah pemberian baju pada tokoh tersebut yang dibubuhi ornamen geometri dengan warna-warni. Ungkapan tersebut menunjukkan adanya interpretasi baru pada anak-anak terhadap tokoh Bima, walaupun karakternya tetap merefleksikan esensi pencitraan Bima. 160 160 Gambar : 51 Judul : Puntadewa Nama : Risa Winda Kelas : VI Media : Spidol Ukuran : A3 161 161 Puntadewa sebagai tokoh bijak, berwibawa, tenang, dan baik hati telah diekspresikan dengan baik oleh Risa. Struktur bentuk tokoh tersebut dihadirkan dengan sederhana, namun tetap dikerjakan dengan kecermatan dan unik. Ciri- ciri tokoh tersebut digambarkan memiliki bentuk hidung walimiring, mata gabahan, cangkem mingkem, jamang gelung ukel, sumping kembang kluwih, jarit bentuk bokongan, memakai manggaran, dan kaki jangkahan alus. Keunikan dalam gambar tersebut tersirat pada penggarapan pada kain jarit atau bokongan pada tokoh tersebut, digarap dengan intensitas yang tinggi, menggunakan unsur motif non geometri dengan arah struktur yang menarik mengikuti bentuk draperi dan menunjukkan nilai kepadatan masif, rinci, dan envolutif. Kehadiran gambar tokoh Puntadewa tersebut dilengkapi dengan hiasan ornamen pada tepi kertas dengan pola geometris dengan unsur motif stilasi bentuk api, yang menyiratkan kegembiraan. Yang cukup menarik pada gambar ini adalah penyikapan Risa terhadap tokoh yang digambarnya, gambar tokoh tersebut dibiarkan hitam putih, namun pada hiasan tepinya justru menggunakan warna dengan material krayon dengan teknik penggarapan yang serius. Hal demikian sepertinya Risa tahu persis bahwa selayaknya Puntadewa harus tampil dengan sederhana dan putih, sebagai simbol dari tokoh satria yang berwibawa dan berkepribadian suci. Pada bagian latar dibubuhkan hiasan dengan pola spiral dengan warna merah. Taburan bentuk spiral-spiral tersebut membangun suasana yang terkesan ringan, melayang-layang, dalam ruang merdeka. Tampak Puntadewa sedang dalam ruang dialog dengan dirinya sendiri, sesekali dadanya 162 162 dibusungkan tanda ia harus menarik nafas panjang; memahami kehidupan lingkungannya. Gambar : 52 163 163 Judul : Bima Nama : Erlin Kelas : VI Media : Spidol Ukuran : A3 Erlin mengungkapkan gambarnya memilih ikon tokoh Bima, satria gagah perkasa sebagai penegak Pandawa. Yang menarik digambarkan oleh Erlin yaitu kedudukan gambar Bima tersebut menghadap ke kanan, sebagai posisi yang tidal lazim untuk menempatkan tokoh baik pada kedudukan seperti itu. Kehadiran gambar Bima tersebut di lengkapi dengan garan tangkai, menjadikan tampilan tokoh tersebut tampak lebih gagah. Ungkapan garis nya tampak lancar, spontan sebagaimana ciri ungkapan garis yang baik bagi anak- anak. Walaupun kedudukan atribut yang digambar belum menunjukkan kejelian bagaimana yang seharusnya digambar, namun pada gambar tersebut telah berusaha menunjukkan kecenderungan untuk membuat gambarnya rinci. Bagian yang paling unik dari gambar tokoh tersebut justru ditemukan pada ungkapan membuat dodot, dengan menghadirkan bentuk pilin atau menyerupai huruf S yang disusun setangkup, dan untuk mengisi bagian sentral dari komposisi irama garis tersebut ditempatkan ornamen menyerupai stilasi bunga melati yang ditempatkan terbalik. Dari elemen itulah betapa dapat dirasakan bahwa gambar Erlin ini demikian kental menyiratkan nilai estetis Jawa, Kehadiran gambar ini dilengkapi dengan hiasan tepi dengan menempatkan ornamen dari bentuk non- geometri seperti unsur tumbuh-tumbuhan yang diulang-ulang membingkai seluruh sisi. Dalam gambar ini sosok Bima tampak gagah, berada pada posisi siap melaksanakan tugas untuk membasmi angkara murka; tangan depan diarahkan ke 164 164 depan dan tangan belakang berkacak pinggang. Bima maju dengan aji Wungkal Bener, artinya hanya kepada kebenaranlah ia berpihak, tak ada pikiran untuk berkolusi dengan kejahatan sedikitpun; dalam gambar ini seakan Bima bersumpah: ‘Rawe-rawe rantas malang-malang putung’. Gambar : 53 165 165 Judul : Janaka Nama : Eva Salma Kelas : VI Media : Krayon dan spidol Ukuran : A3 Gambar Janaka atau Arjuna yang dibuat oleh Eva tampak lebih gemuk, merunduk sebagaimana tipologi representasi tokoh Janaka yang dikenal dalam pencitraan klasiknya. Secara keseluruhan bentuk gambar tersebut mengalami distorsi, pengecilan pada bagian kaki namun jika dimonfirmasikan kembali bahwa bagian dari ciri gambar anak-anak cenderung mengungkapkan bagian yang dianggap penting adalah bagian yang dianggap esensial, maka dapat dipahami jika proporsi bagian kepala tampak lebih besar, barangkali yang dianggap esensial kehadiran tokoh wayang tersebut dalam pikirannya adalah bentuk kepalanya. Kehadiran tokoh Janaka pada gambar Eva berada pada setting lingkaran warna yang terdiri dari gradasi warna merah, orange, dan kuning, yang dipadu dengan warna komplemennya yaitu hijau dan biru. Sekilas tokoh Janaka tersebut keberadaannya menjadi tenggelam ditengah konflik konfigurasi warna, ekspresi wajahnya tampak kelu. sendu, sedih, terlebih lagi wajah Janaka tersebut dicat hitam sehingga kedukaannya amat terasa. Apakah kedukaan Janaka itu sebagai simbol dari kehidupan riel kita yang tengah dikepung konflik; barangkali ada benarnya. Dengan satir Eva menohokkan nama dengan tulisan JANAKA tokoh yang diidealkan dalam estetika budaya Jawa , namun tokoh itu merunduk layu di depan mata siapapun yang melihatnya. Representasi tokoh Janaka tersebut digambarkan dengan profil bentuk hidung walimiring, mata gabahan, mulut mingkem, memakai tutup kepala bentuk 166 166 gelung minangkara dengan memakai sumping waderan, kain bentuk bokongan dengan hiasan manggaran, dan dengan posisi kedua kaki jangkahan alus. Bokongan tokoh ini di beri ornamen dengan dominasi warna hijau, yang demikian terasa kehadiran bentuk tokoh ini mengekspresikan sosok nilai kesantunan dan kearifan,sebuah nilai yang diunggulkan dalam budaya Jawa. 167 167 Gambar : 54 Judul : Bima Nama : Nanang Kelas : VI Media : Krayon Ukuran : A3 168 168 Gambar wayang buatan Nanang mengungkapkan tokoh Bima yang didominasi dengan penggunaan unsur warna coklat didusel ke seluruh permukaan tubuh. Dengan demikian maka sekilas gambar tersebut tampak seperti gambar silhuete dari sosok yang diinginkan. Tokoh Bima dalam gambar ini menggunakan proporsi seperti proporsi manusia, keseluruhan panjang tubuh kira-kira 7 kali kepala. Kakinya tampak perkasa dan panjang, jika diperhatikan dengan seksama maka gambar buatan Nanang ini seperti perpaduan antara wayang kulit dan wayang orang; terlebih lagi jika memperhatikan panjang tangannya menggunakan proporsi panjang tangan manusia. Secara keseluruhan raut yang dibangun pada gambar tersebut tampak unik, menawarkan citra tersendiri; namun keinginan untuk merepresentasikan karakteristik tokoh Bima yang dikehendaki sangat terasa. Profil Bima ini digambarkan dengan cukup baik, terdiri dari bentuk hidung bentulan, mata thelengan, dan memakai tutup kepala bentuk gelung minangkara, serta memakai pupuk jaroting asem. Memakai kain dodot dan posisi kedua kakinya jangkahan gagah; namun tidak memakai lemahan terkesan realistis. Pada bagian latar gambar tersebut diberi arsiran warna biru dengan menggunakan media krayon, serta garis-garis spiral dengan warna orange, sekilas unsur-unsur tersebut menjadi atmosfer yang menawarkan suasana batin tersendiri, seakan akan Bima tersebut sedang dalam pusaran masalah yang harus segera dihadapi dengan kesigapan dan ketangguhan mental dan fisik yang dimiliki. Tokoh Bima yang biasanya digambar menghadap ke kiri pada presentasi wayang klasik, namun Bima pada gambar ini diposisikan menghadap ke kanan. 169 169 Ketika dikonfirmasikan dengan pembuatnya ternyata ia tidak mempersoalkan hal tersebut, karena tidak tahu. Gambar : 55 Judul : Janaka dan Petruk Nama : Maura 170 170 Kelas : VI Media : Spidol dan krayon Ukuran : A3 Ungkapan gambar wayang Maura merepresentasikan kedekatan hubungan antara abdi dan bendara atau abdi dengan tuannya, di sebuah tempat yang dapat diinterpretasi sebagai taman yang berbunga-bunga menawarkan keharmonisan hidup. Penggambaran tokoh Janaka mengalami distorsi dibanding proporsi wayang klasik, tampak bagian kepala lebih dominan. Hal demikian bisa dipahami mengingat salah satu kecenderungan anak-anak jika menggambar maka bagian yang dianggap penting bagi kehadiran sebuah objek maka akan cenderung digambar besar proporsi nilai. Pada gambar Janaka tersebut upaya untuk menguasai struktur cukup baik. Elastisitas bentuk mampu mengekspresikan esensi karakter tokoh dengan baik sebagai ikon yang diproduk dari latar budaya tradisi Jawa. Demikian juga kehadiran tokoh Petruk dalam gambar tersebut, pengungkapan bentuknya pada proporsi yang tidak seimbang tampak lebih kecil dibanding dengan Janaka, namun karakter pengungkapan tokoh Petruk tersebut cukup representatif. Penempatan ornamen diluar tokoh pada gambar tersebut cenderung berfungsi membangun image setting, dengan unsur-unsur dedaunan dan spot-spot nada warna orange, dengan hamparan bidang kuning disela warna biru tua; totalitas unsur ornamen tersebut berkesan seperti sebuah hamparan permadani atau image sebuah taman dengan aneka bunga yang sedang mekar. Ungkapan gambar tersebut menawarkan harmoni hubungan antara tokoh-tokoh yang digambarkan 171 171 dan harmoni antara tokoh-tokoh itu sendiri dengan lingkungannya. Terdapat ekspresi keceriaan, suka-cita, namun dalam balutan romantisme yang agung dan unik; sebagaimana ekspresi kebudayaan Jawa pada umumnya. Gambar : 56 Judul : Buta Cakil dan temannya 172 172 Nama : Erika Media : Spidol Ukuran : A3 Ungkapan gambar yang dibuat Erika menyajikan hubungan persahabatan antara tokoh jahat yang bernama Buta Cakil dengan temannya. Keduanya tampak terlibat dalam dialog, seakan sedang merencanakan sebuah aksi kejahatan. Tokoh- tokoh wayang yang digambar erika mengalami penafsiran baru dengan penggubahan pada hampir keseluruhan komponennya, namun struktur bentuk pada dasarnya masih tetap mengacu pada struktur bentuk wayang klasik. Kekuatan struktur tersebut dipertegas dengan kelengkapan gambar yang disajikan dengan garan atau tangkai yang lazimnya tidak dapat dipisahkan dari kehadiran sebuah wayang kulit. Karakter tokoh Buta Cakil dapat mudah dikenali dari bentuk mulut yang rahang bawahnya cenderung menjorok ke depan, demikian pula posisi hadap kepala cenderung ke atas, yang dapat ditafsirkan bahwa tokoh tersebut adalah tokoh jahat yang sombong dan jumawa. Demikian pula tokoh yang satunya, dengan bentuk mulut yang digambarkan mangap serta bentuk garis tubuh tokoh tersebut, dapat diinterpretasi bahwa tokoh ini adalah tokoh culas yang suka menghasut. Dengan demikian proses interaksi yang diungkapkan dalam gambar tersebut sungguh menjadi sebuah teks yang dapat ditafsirkan sebuah persekongkolan dalam rangka melakukan aksi kejahatan. Pada gambar tersebut Erika berhasil mengelaborasi bentuk, paling tidak jika dicermati dari penempatan atribut, serta isen-isen ornamen pada kain. Ungkapan garisnya spontan, tampak bersih, mengalir tanpa canggung. Subjektivasi objek 173 173 demikian besar dilakukan pada gambar ini sehingga menjadikan ungkapan gambarnya memukau. Gambar : 57 Judul : Arjuna Nama : Wulandari Media : Spidol dan krayon Ukuran : A3 174 174 Gambar wayang buatan Wulan mengungkapkan seorang tokoh Pandawa yang bernama Arjuna, sedang berada di sebuah tempat yang tampak demikian asri, dan romantik. Sifat romantik suasana yang dibangun sebagai setting keberadaan tokoh Arjuna tersebut dipertegas dengan kehadiran matahari dengan warna kuning di latar biru, seakan sedang tersenyum di balik punggung gunung mengintip sang tokoh yang sedang bercengkerama di belantara harmoni. Hubungan subjek gambar: gunung dua, pohon, arah dan bentuk jalan, tanaman bunga, adalah tipologi gambar anak-anak pada umumnya, manakala harus merepresentasikan lingkungan kehidupan mereka. Namun kehadiran suasana gambar lingkungan yang cenderung natural, dipadu dengan gambar tokoh wayang yang berdimensi pipih, mengesankan sebuah hubungan bentuk absurd, aneh, namun menawan; disinilah esensi keunikan dalam gambar ini ditawarkan. Tokoh Arjuna tampak berjalan gontai pada gambar tersebut, ungkapan bentuknya sederhana demikian pula rincian pada atribut yang dikenakannya tampak begitu lugas. Tetapi dibalik kesederhanaan yang ditawarkan pada penggambaran tokoh sesungguhnya pembuat gambar ini telah menghadirkan perpaduan subjek lukisan yang merefleksikan nilai kejawaan yang cukup kental. Indikator demikian paling tidak dapat dibaca dari cara penyikapan terhadap kehadiran tokoh manusia yang disajikan dalam posisi yang sama denga kehadiran subjek yang lain; atau kehadiran manusia tidak lebih penting ketimbang lingkungannya. Hal demikian dapat dikonfirmasi dengan azas keserasian, keselarasan, dam keseimbangan yang seharusnya dikondisikan dalam menjalin hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Dengan disadari atau tidak 175 175 sesungguhnya esensi gambar yang diungkapkan oleh Wulan tersebut menjelaskan kedudukannya dan sikapnya dalam memandang kehidupan, pada posisinya sebagai anak yang hidup ditengah jaringan kebudayaan Jawa. 176 176 Gambar : 58 Judul : Bima Nama : Erika Media : Krayon Ukuran : A3 Ungkapan tokoh Bima pada gambar buatan Erika tampak lugas, sederhana, ungkapan garisnya spontan, namun memiliki daya pukau yang tinggi. Daya pukau yang dimaksud adalah kontruksi raut yang dibangun untuk merepresentasikan tokoh Bima yang gagah , lugas, sederhana, tidak basa-basi, pemberani, dapat dicapai dengan baik. Pada gambar tersebut tak ada rincian yang berarti, seluruh bidang didusel dengan warna yang cenderung coklat, namun Erika telah menghadirkan keunikan baru yang memikat, yaitu pesona tokoh Bima telah ditafsirkan dengan rasa hormat baru, sesuai dengan orientasi pikirannya sebagai anak, namun esensi karakter kebimaannya masih dapat ditangkap. Dengan rasa hormat baru tersebut Erika menyajikan bentuk ungkapan Bimanya dengan lebih esensial dibanding wayang aslinya, distorsi pada beberapa bagian organ tubuhnya dilakukan, pada bagian kepala khususnya bentuk hidung, tangan, kaki dll. dari tangkapan imajinya tentang karakter tokoh Bima tersebut diperoleh kesan bahwa karakter bima yang dihadirkannya telah melampaui simbolisasi karakter yang ada pada konvensi klasik. Erika telah berhasil menghadirkan esensi tokoh Bima yang lebih sempurna, sebagai pencitraan tokoh satria yang gagah perkasa, bersahaja, berkepribadian, santun, dan suka menolong, dimata anak-anak. Karakteristik tokoh Bima yang gagah tersebut direpresentasikan dengan cukup baik dengan ciri-ciri: memiliki bentuk hidung bentulan, mata thelengan, 177 177 gelung minangkara dengan pupuk jaroting asem. Kainnya dalam bentuk dodot, dan posisi kedua kaki jangkahan gagahan. Kegagahan tokoh Bima tersebut dipertajam dengan pembubuhan garan tangkai, sehingga sosok Bima sebagai boneka tersebut memberi ruang imaji yang lebih besar bagi publik untuk menimang, menginterpretasi, dan mengidentifikasi menemukan jati diri karakteristiknya. 178 178 Gambar : 59 Judul : Sadewa Nama : Tika Kelas : VI Media : Spidol dan krayon Ukuran : A3 Sadewa adalah salah satu dari putra Pandawa keturunan Prabu Pandu Dewanata dengan Dewi Madrim. Sadewa dilahirkan kembar dengan saudaranya Nakula. Sadewa sebagai satria dikenal sebagai tokoh yang cerdas dan ahli berperang, dengan begitu maka perfomanya digambarkan lebih tampak dinamis branyak dibanding Arjuna. Bentuk figurnya adalah satria, dengan bentuk hidung walimiring, mulut mingkem, bermahkota gelung, jarit bokongan dengan hiasan manggaran, dan posisi kedua kaki jangkahan alus. Pada ungkapan gambar yang dibuat Tika inipun bentuk Sadewa dikonstruksi dengan irama garis yang mengesankan karakter tersebut. Dapat ditangkap bahwa tokoh Sadewa di sini dalam adegan siap sedia menghadapi aral apapun. Badannya tampak tegap, tengadah dada, tatapan matanya lurus, penuh wibawa. Raut struktur tokoh tersebut digambarkan dengan sederhana oleh Tika, namun irama garisnya menunjukkan kelancaran sebagai ungkapan garis yang dibuat dengan penuh kepastian, spontan, dan tidak canggung. Hampir seluruh tubuh dari tokoh tersebut didusel dengan warna ochre namun pada bagian atribut tertentu terdapat upaya untuk mengurai dengan rincian warna yang saling berbeda pada hiasan kepala jamang, dan jaritbokongan . Hal lain yang cukup menarik dari ungkapan gambar tersebut adalah pada bagian latar dengan pembubuhan spot-spot aneka warna, yang memberi kesan keceriaan, kebahagiaan. Dari sisi lain dapat ditafsirkan pula bahwa 179 179 ungkapan warna-warna tersebut penggambaran aura dari tokoh Sadewa yang sedang dalam suasana hati yang bahagia, menambah kewibawaannya sebagai seorang satria. Pada bagian bokongan, dibentuk dengan blok-blok warna, seakan menampilkan esensi dari bentuk bokongan itu sendiri, dengan ornamen bidang garis yang direpresentasikan sebagai uncal wastra dengan warna biru, namun dalam perwujudannya yang realistik. Demikian pula bentuk manggaran yang dikenakan tampak dibangun dengan ungkapan yang spontan, esensial sebagaimana ciri ungkapan yang ada pada gambar anak-anak. 180 180 Gambar : 60 Judul : Werkudara Nama : Yayank Kelas : VI Media : Spidol Ukuran : A3 181 181 Tokoh Werkudara pada ungkapan gambar Yayank tampak gagah, dengan karakternya yang cenderung merunduk, dingin, santun, hormat, namun senantiasa dalam siap siaga jika sewaktu-waktu harus menghadapi musuh. Keseluruhan gambar tersebut menunjukkan proporsi yang relatif sempurna, dan dibuat dengan kemampuan mengelaborasi dentuk dengan sangat baik; hal demikian dapat dilihat pada rincian ornamen pada bagian kepala, dodot, serta atribut-atribut yang lain. Melalui ungkapan gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa anak tersebut betapa sangat memahami ciri-ciri ungkapan gambar wayang, khususnya tokoh Werkudara. Di sisi lain dapat dipahami pula betapa anak tersebut seakan tidak berjarak dengan budaya tradisi Jawa yang melingkunginya. Ungkapan keseluruhan bentuk cukup proporsional. Kegagahan tokoh Werkudara ditunjukkan dengan ciri-ciri bentuk hidung bentulan, mata kedhondhong, mulut mingkem, memakai pupuk jarot asem, bermahkota gelung minangkara, memakai kuku pancanaka, berkain poleng berhias kepuh, berkuku pancanaka, dan pisisi kedua kaki jangkah gagahan. Pada gambar tersebut tampak ungkapan garisnya lancar, spontan, tidak canggung, penuh percaya diri, cermat menunjukkan tingkat elaborasi bentuk yang tinggi. Dari ungkapan tersebut merefleksikan seakan pembuatnya tau persis bagaimana harus mengaktualisasikan dirinya sebagai anak yang hidup dalam tradisi Jawa, yang tidak ingin kehilangan jati diri akan nilai-nilai tradisi dalam kehidupannya. Pemahaman atas ornamen pada bagian-bagian atributnya gambar tersebut dapat dijadikan sebagai indikator bahwa pribadi pembuatnya masih memiliki kelekatan dengan kultur Jawa. 182 182 Gambar : 61 Judul : Arjuna dan Hanoman Nama : Rio 183 183 Media : Krayon Ukuran : A3 Ungkapan gambar Rio adalah tokoh satria Arjuna dengan sahabatnya yang berbentuk kera yaitu Hanoman. Hanoman adalah kera yang berhati mulia, dengan begitu maka penggambaran tokoh tersebut warna badannya biasanya dicat putih. Pada gambar tersebut sepertinya kedua tokoh tersebut sedang hendak menuju ke medan laga. Harjuna tampak membawa panah, dan Hanoman sepertinya tengah dalam sikap waspada, mengawasi musuh dari kejauhan. Kedua tokoh tersebut oleh Rio berada pada jarak pandang yang berbeda, Hanoman berada di tempat yang lebih berjauhan, sehingga secara proporsional tampak lebih kecil ketimbang Arjuna. Proporsi tubuh kedua tokoh tersebut digambarkan dengan cukup baik, walau ungkapan ornamennya tampak bersahaja namun karakter kedua tokoh tersebut dapat tertangkap dengan baik. Tokoh Arjuna digambarkan sebagai satria halus yang memiliki ciri hidung walimiring, mata gabahan, mulut mingkem, bermahkota gelung, bersumping waderan, kain bokongan dengan hiasan bentuk manggaran, dan dengan posisi kedua kaki jangkahan alus. Pada tokoh Hanoman sebagai perwujudan bentuk kera digambarkan dengan mulut mringis, bermahkota gelung, dan memakai ekor. Warna merah pada beberapa bagian tokoh ini memberi kesan energik dan dinamis sebagaimana karakter yang dimiliki sebagai kera. 184 184 Gambar : 62 Judul : Persahabatan Raksasa Nama : Maura Kelas : VI Media : Spidol Ukuran : A3 185 185 Ungkapan garis pada gambar yang dibuat oleh Maura tampak lancar, penuh percaya diri. Dengan media spidol ia dapat mengurai setiap unsur atau atribut pada tokoh-tokoh yang digambarnya; hal tersebut dapat dilihat pada rincian motif pada baju, kain, dan seluruh ungkapan garis yang digunakan untuk membangun struktur karakter sebagai raksasa. Yang mencirikan tokoh-tokoh tersebut sebagai raksasa dengan mudah dapat dikenali dari ungkapan bentuk mulutnya yang cenderung mangap dan kelihatan giginya. Ungkapan garisnya lancar, spontan, dengan penguasaan ruang yang sangat baik. Dari kesadaran terhadap ruang tersebut bisa dipahami jika penggambaran tokoh yang ada di sebelah kiri tampak lebih kecil, namun keduanya dapat dihadirkan dalam hubungan bentuk yang interaktif. Walaupun keduanya terpotong pada bagian kakinya namun secara keseluruhan karakter dari tokoh yang diinginkan masih dapat tertangkap secara baik. Kedua bentuk wayang tersebut diungkapkan dengan cara subjektif, keduanya mengalami distorsi jika menimbang dengan struktur wayang klasik, bahkan seakan akan kedua tokoh wayang tersebut hasil perpaduan antara wayang kulit dengan wayang golek. Kedua tokoh tersebut digambarkan sedang berdialog sepertinya hendak merencanakan suatu kejahatan, sebagaimana lazimnya perangai tokoh raksasa yang senantiasa jahat dalam setiap kehadirannya. 186 186 Gambar : 63 Judul : Satria Nama : Fatur Kelas : VI Media : Spidol Ukuran : A3 187 187 Keseluruhan gambar yang di buat oleh Fatur jika dicermati seakan-akan gabungan antara bentuk Werkudara dengan Gathotkaca. Bentuk tokoh Werkudara dapat diidentifikasi dari ciri mahkota jamang, pupuk jaroting asem pada kening, hidung bentulan, mata kedhondhong, dodot poleng, ibu jari berkuku pancanaka, kaki jangkahan, dan memegang gada. Sedangkan bentuk tokoh Gathotkaca dapat diidentifikasi dari atribut pada praba yang dikenakannya. Namun lepas dari itu semua dengan tidak harus mengidentikkan dengan tokoh tertentu, ungkapan gambar Fatur tampak gagah, perkasa, dan merefleksikan jiwa seorang satria yang baik hati, penuh tanggungjawab, dan rela berkorban demi kebenaran. Sekilas gambar tokoh tersebut barangkali menyerupai tokoh Antareja, anak Bima yang lahir dari istrinya Nagagini. Antaraeja lebih tua dari Gathotkaca, tokoh satria yang memiliki kesaktian tak tertanding. Diceritakan bahwa tokoh Antareja ini bisa membunuh musuhnya dengan hanya menjilat bekas telapak kakinya saja. Maka oleh Kresna diupayakan agar dalam perang Baratayuda nanti perang antara Pandhawa dengan Kurawa bisa sebanding, tokoh Antarareja ini harus dimatikan dulu dengan cara disuruh menjilat bekas telapak kakinya sendiri. Fatur menggambar tokoh tersebut menggunakan media spidol, dengan ungkapan garis yang tampak lancar, tegas dan penuh rasa percaya diri. Kemampuan elaborasinya sangat baik, ada upaya memerinci setiap atribut yang dikenakan pada tokoh tersebut. Dari rincian-rincian bentuk tersebut dapat disimpulkan bahwa Fatur cukup memahami karakteristik seni tradisinya, seta menunjukkan kedekatan emosi yang sangat baik dengan kebudayaan Jawa yang melingkupi kehidupannya. 188 188 Gambar : 64 Judul : Petruk Nama : Ahmad Zunu Kelas : VI Media : Spidol Ukuran : A3 189 189 Petruk atau Kantongbolong adalah salah satu putera Semar.. Petruk adalah salah satu punakawan yang senantiasa mengabdi kepada para satria yang baik budi. Tokoh Petruk menjadi simbol dari kehidupan seseorang yang lugu, lugas apa adanya, sederhana, dan lucu. Ciri-ciri perbentukan sosok tersebut pada wayang digambarkan dengan tubuh jangkung, perut buncit, hidungnya panjang, rambut berkucir, berkalung, dan bentuk jarit bokongan rampekan dengan motif batik sederhana, biasanya menggunakan motif kawung; serta menggunakan rincian ornamen serta atribut yang cenderung sederhana pula. Pada kain yang dikenakan Petruk dalam gambar ini diselesaikan dengan cara memberi garis bersilang hingga terjalin motif kotak-kotak ungkapan reflektif, kecenderungan yang biasanya dilakukan oleh anak-anak jika harus mengisi bidang ; dari paduan unsur-unsur tersebut maka kelahiran bentuk tersebut tampak demikian ekspresif. Pada dasarnya ungkapan gambar Ahmad ini telah mewakili karakter tokoh Petruk dengan cukup baik, walaupun keseluruhan raut sosok Petruk tersebut mengalami distorsi, namun sifat kepetrukannya dapat tertangkap secara baik. Ungkapan garisnya cukup lancar walau tampak sedikit mengalami kecanggungan ungkapana pada pembuatan organ tangan. Namun dibalik kecanggungan ungkapan di beberapa bagian organ tersebut sepertinya Ahmad sedang melucukan tokohnya yang lucu, dengan serta merta ia membangun bentuk; maka lahirlah bentuk tokoh Petruk yang baru yang lebih lucu, sederhana lugu dan lugasdan ekspresif. 190 190 Gambar : 65 Judul : Bratasena Nama : Azis Kelas : VI Media : Spidol Ukuran : A3 Nama Bratasena adalah sebutan lain dari tokoh Werkudara atau Bima pada saat masih muda. Diceritakan ketika dilahirkan Bima dalam keadaan bungkus, oleh seekor Gajah yang bernama Sena orok tersebut dirobek bungkusnya dengan gadingnya, dan ketika bayi tersebut dapat leluasa bergerak setelah keluar dari bungkusnya, menjadi marah kemudian memukul Sang Gajahsena hingga tewas. Maka kemudian bayi tersebut mendapat sebutan Sena atau Bratasena. 191 191 Ungkapan gambar tokoh Bratasena buatan Aziz memiliki ciri-ciri sebagaimana ciri yang terdapat pada tokoh Werkudara, hidung bentulan, memakai pupuk jaroting asem, berjambang, berkuku pancanaka, mulut mingkem, jamang gelung, kaki jangkahan, tampak gagah, dan kepala merunduk sebagai cermin pribadi yang penuh kesantunan, posisi tangan belakang berkacak pinggang sedangkan tangan depan diacungkan ke depan dengan proporsi panjang tangan tampak jauh lebih panjang dibanding tangan belakang. Unsur garis yang digunakan difungsikan untuk membangun bentuk dengan menangkap struktur out line-nya saja. Ungkapan garisnya tampak lancar, dan dari keseluruhan atribut yang dikenakan pada tokoh tersebut menarik untuk diperhatikan khususnya bagaimana Aziz mengambarkan ungkapan tentang bentuk gelang dan kelatbahu. Penggambaran ornamen pada bagian tersebut tampak rinci dan benar jika mengikuti kaidah bentuk pada wayang yang sebenarnya. Hubungan organ satu dengan yang lain saling mengisi dan memiliki keterkaitan dalam membangun keseluruhan bentuk yang bermakna sebagai tokoh yang berkarakter Bratasena. 192 192 Gambar : 66 Judul : Kresna Nama : Arum Kelas : VI Media : Spidol Ukuran : A3 193 193 Tokoh Kresna dalam cerita pewayangan adalah simbol tokoh yang bijak, cerdas, dan senantiasa berpihak pada kebenaran, dalam hal ini adalah para satria Pandawa. Ciri-ciri bentuk tokoh Kresna yaitu: memakai topong, dan berpraba, bentuk kain bokongan, garis wajahnya lurus ke depan branyak, dan kaya dengan atribut serta ornamen di sekujur tubuhnya. Ungkapan gambar tokoh Kresna yang dibuat Arum pada dasarnya telah berusaha menggambarkan ciri-ciri tersebut, walaupun keseluruhan bentuk tersebut kurang proporsif khususnya pada bagian tangan, namun upaya menjadikan bentuk tokoh tersebut mendekati bentuk yang sebenarnya tampak begitu besar. Stilasi pada bagian wajah cukup menarik, seakan-akan Kresna sedang tersenyum. Bentuk lehernya tampak lebih besar ketimbang proporsi wayang klasik; proporsi tersebut seperti struktur leher pada wayang orang. Demikian juga pada bagian badan dari tokoh ini tampak gemuk; namun bagian-bagian lain masih memiliki kedekatan dengan struktur wayang kulit. Disadari atau tidak pada karya tersebut dapat diketemukan adanya upaya penggabungan bentuk antara wayang kulit dengan wayang orang, sehingga secara keseluruhan bentuk wayang tersebut dapat dikatakan lahir dari sebuah interpretasi baru terhadap tokoh yang demikian populer dalam kehidupan budaya masyarakat Jawa, yaitu Kresna. Ungkapan garis pada gambar tersebut tampak lancar, spontan, dan tidak canggung. Ada upaya untuk memperindah penampilan tokoh Kresna tersebut dengan melengkapi unsur ornamen yang berpungsi sebagai bingkai atau hiasan tepi. Walaupun bentuk ornamen tersebut dalam keadaan ketidak beraturan, namun dari hal tersebut dapat dicermati bahwa kelahiran garis pada bagian hiasan tepi 194 194 inipun memiliki karakteristik irama yang konsisten dengan irama garis yang dibangun pada subjek inti. Irama garis tersebut menikung, berpilin, meliuk, menukik, mengalir, kearah perbentukan yang involutif; sebagaimana esensi yang demikian kental dapat ditangkap pada nilai-nilai estetis kesenian Jawa. Keseluruhan gambar tersebut didusel warna samar-samar, pada subjek pokok dengan warna coklat kemerahan, bagian latar dengan warna biru, dan ornamen tepi dengan warna kuning. Efek dari penggunaan warna yang demikian menjadikan gambar tersebut menjadi transparan, terkesan ringan; dan ketika dikaitkan dengan karakter gari-garis yang digunakan untuk membangun bentuk tokoh Kresna tersebut maka keseluruhan ungkapan gambar ini sangat terasa menjadi sebuah susunan organisasi unsur visual yang konsisten dan sinkron dengan karakter tokoh yang dibidik. Hal lain yang menarik dari ungkapan bentuk tersebut adalah penempatan tokoh Kresna yang lazimnya menghadap ke kiri namun pada gambar tersebut dibuat menghadap ke kanan. Ketika dikonfirmasikan hal ini kepada penggambarnya ia tidak berpretensi apa-apa, sekedar karena rasa suka-suka semata. Walaupun begitu interpretasi terhadap tokoh tersebut cukup baik, mendekati karakteristik yang sesungguhnya sebagai Kresna yang demikian populer dalam kehidupan budaya masyarakat Jawa. 195 195 Gambar : 67 Judul : Petruk Nama : Nugraha Kelas : VI Media : Spidol Ukuran : A3 Ungkapan gambar tokoh Petruk buatan Nugraha ini hampir mendekati raut Petruk yang diidealkan dalam seni pewayangan. Dengan ciri-ciri bentuk tubuh jangkung, hidung panjang nyempalo , rambut berkucir, memakai kalung genta, 196 196 perut buncit, tangan panjang, mengenakan jarit berbentuk bokongan rampekan, dengan ornamen bentuk poleng yang dibuat dengan teknik block hitam putih menggunakan media pensil. Atribut serta ornamen yang lain yang dikenakannya cenderung sederhana. Pada gambar ini sifat kebaikan, kejujuran, kelucuan dan keluguan tokoh tersebut terekspresikan dengan baik; terlebih lagi dengan keberaniannya untuk membubuhkan warna hitam pada bagian tubuh sehingga terjadi kontras warna antara wajah yang berwarna putih dengan badan yang berwarna hitam. Dengan kontras warna tersebut menjadikan tampilan karakter tokoh tersebut sebagai Petruk sangat menonjol, dan menjadi terkesan lebih magis; sebagaimana karakteristik lain dari ungkapan kesenian budaya Jawa. Penggambaran tokoh tersebut cukup berhasil, sebagai refleksi dimilikinya pemahaman dan kedekatan yang demikian baik antara kehidupan anak tersebut dengan kebudayaan Jawa yang melingkunginya. 197 197 Gambar : 68 Judul : Bima Nama : Luthfia Kelas : VI Media : Spidol dan pensil berwarna Ukuran : A3 198 198 Ungkapan gambar tokoh Bima buatan Luthfia ini tampak demikian tertib. Sosok Bima dihadirkan dalam croping berbentuk gumpalan asap atau gulungan pusaran angin, yang mencitrakan tokoh tersebut berada pada suatu ruang imajinasi tersendiri, sedangkan pada latar dibubuhkan ornamen-ornamen kecil berbentuk spiral-spiral yang mengesankan atmosper khusus yang terasa ringan, melayang melingkungi keberadaan Bima. Ekspresi gambar ini seakan menggambarkan momentum ketika Bima sedang menggunakan kesaktiannya yang dikenal dengan Aji Bayu Badra , yaitu kesaktian untuk mempercepat langkah ketika Bima harus berjalan menempuh jarak yang jauh dengan mendatangkan angin kencang untuk mendorong langkahnya. Pada bagian tepi bidang diberi hiasan tepi dari unsur geometri yang berbentuk tumpal berulang. Ornamen pada bagian ini dibuat dengan sangat tertib, dicat dengan gradasi warna peralihan dari warna ungu, hijau dan kuning; dihadirkan dengan intensitas warna yang cenderung soft atau mendekati karakteristik warna pastel. Terdapat tulisan Bima yang cukup besar berada di bagian dalam atas dengan gradasi warna orange menuju ke kuning; tulisan tersebut tampak dominan dibanding dengan unsur subjek yang lain. Sosok Bima digambarkan dengan warna hitam putih. Warna block hitam dibubuhkan pada ungkapan yang merepresentasikan warna kulit, baik yang ada pada wajah, tangan, badan, dan kaki; sehingga kehadirannya raut tokoh tersebut menjadi silhoute. Sedangkan pada bagian mahkota kuluk serta jarikdodot dibiarkan dengan latar warna putih. Bentuk sosok Bima tersebut terkesan sederhana, namun justru memiliki daya magis yang cukup kuat. Tokoh Bima 199 199 tersebut tampak gagah dengan ciri-ciri yang dimiliki: hidung bentulan, posisi kaki jangkahan, dan pada gambar tersebut posisi wajah cenderung horizontal, mengesankan karakter bima yang sedang marah. Luthfia memahami betul bahwa kehadiran sosok wayang tidak akan sempurna tanpa kelengkapan garan atau tangkai, dengan begitu pada ungkapan gambarnya yang demikian menjadikan kehadiran sosok Bima tampil lebih gagah serta memenuhi proporsi yang diharapkan. 200 200 Gambar : 69 Judul : Bima Nama : Eka Noviani Kelas : VI Media : Spidol dan Krayon Ukuran : A3 Ungkapan gambar wayang tokoh Bima buatan Eka disajikan diatas latar biru dengan taburan ornamen pada latar tersebut bentuk jantung hati berwarna orange, hijau dan kuning. Dari paduan warna latar tersebut merefleksikan suasana yang dalam dan romantik; yang seakan mengisyaratkan bahwa Eka ‘sedang jatuh cinta’ dengan tokoh wayang tersebut. Gambar Bima buatan Eka disajikan berada pada jalinan raut hitam dan putih yang bersifat biomorfik, dengan paduan warna dan unsur-unsur di sekelilingnya seakan Bima sedang dalam buaian mesra Sipembuatnya. Perpaduan unsur tersebut mengingatkan kita pada cerita Bima Bungkus, yaitu kisah cerita ketika Bima berada dalam balutan plasenta selama delapan tahun; yang kemudian bungkus Bima tersebut dapat dirobek oleh Gajah Sena. Bentuk tokoh Bima dalam gambar tersebut berada pada suasana inoncent, ditegaskan lagi dengan pembubuhan warna putih pada latar mengesankan bahwa karakter tokoh tersebut adalah tokoh yang suci, dan senantiasa berpihak pada kebenaran. Tubuhnya tampak gemuk, menggemaskan sebagaimana ekspresi bayi. Walaupun begitu gambar tersebut tampak gagah, memenuhi persaratan sebagai representasi karakter Bima berkuku pancanaka, posisi kaki jangkahan, dan bermahkota gelung Warna-warna yang dibubuhkan pada gambar tersebut sangat subjektif, dan cenderung tidak mengikuti convensi yang semestinya kepala dicat kuning, badan merah jambu, kedua tangan dan kaki coklat, serta ornamen pada bagian jarit dibubuhkan marwa block merah, orange, kuning, dan hijau . Namun 201 201 sesungguhnya dibalik kesederhanaan bentuk dan cara ungkap dalam pewarnaan tersebut menjadikan secara keseluruhan gambar tersebut telah merefleksikan sebuah kegigihan upaya yang dilakukan oleh pembuatnya, agar dapat tersajikan sosok gambar Bima yang perfek, yang mampu memenuhi cita rasa kebutuhan estetisnya. 202 202 Gambar : 70 Judul : Batari Durga Nama : Christa Kelas : VI Media : Spidol Ukuran : A3 203 203 Ungkapan gambar buatan Christa menyajikan tokoh jahat dalam pewayangan yang bernama Batari Durga. Batari Durga sebenarnya adalah istri Batara Guru, namun karena perangainya buruk maka kemudian ia berubah menjadi rasaksa perempuan; yang wataknya jahat, suka menghasut, iri, dengki, tamak, dan kejam. Ungkapan sifat jahat pada gambar buatan Christa tersebut pada dasarnya mewakili ciri-ciri tersebut, dengan menampilkan wajah tokoh dibuat dengan bentuk hidung pangotan, mulutnya mringis bertaring, dengan dua mata yang berbentuk thelengan, bentuk jari raksesan, serta atribut-atribut yang dikenakannya sungguh telah mampu merepresentarikan karakter Durga sebagaimana yang dikenal dalam perbentukannya yang klasik. Christa telah berusaha untuk membuat gambarnya serinci mungkin. Keseriusan dalam membuat rincian tersebut dapat dilihat pada pengungkapan bentuk praba yang diisi dengan ornamen poleng, serta ornamen yang menutupi hampir seluruh tubuhnya. Sepertinya Christa paham betul dengan karakter tokoh tersebut. Yang lebih menarik dari ungkapan gambar tersebut adalah pada pembuatan kain yang dibuat dengan draperi bersusun, dengan rincian ornamen penuh yang sangat menarik; menyiratkan karakter tokoh yang suka erlebih lebihan dan tamak. Dari ungkapan gambar tersebut dapat dijadikan sebagai indikator bahwa anak ini memiliki pemahaman dan kedekatan yang demikian baik dengan seni budaya tradisinya. Ungkapan garis-garisnya lancar, pasti, penuh percaya diri dan involutif. Mengamati ekspresi irama dari unsur garis yang digunakan oleh Christa, sepertinya ia menikmati betul pekerjaannya. 204 204 Gambar : 71 Judul : Bagong Nama : Barep Santoso Kelas : VI Media : Spidol Ukuran : A3 Gambar tokoh Bagong buatan Barep disajikan dengan bentuk yang lucu, giginya menyeringai, serta ekspresi wajah sepertinya sedang menakut-nakuti seseorang. Raut bentuk tokoh tersebut sangat sederhana namun dengan rincian organ tubuh yang lengkap dan proporsional sebagaimana yang diidealkan tampilan bagong pada wayang klasik. Gambar tersebut dibuat denga warna hitam putih, dan bagian yang menarik dari ungkapan gambar tersebut adalah pada 205 205 bagian jarit yang diatur poleng hitam dan putih mengingatkan kita pada simbol rwa bineda dalam kebudayaan Bali. Tokoh Bagong pada gambar ini tampak magis serta merepresentasikan karakternya yang lugu, tanpa beban, menggoda, lucu, dan ekspresif. Ungkapan garis yang digunakan untuk menampilkan bentuk tokoh tersebut tampak lancar, tidak canggung. Terdapat pendistorsian bentuk khususnya pada bagian kepala, terlihat bahwa Bagong ini tidak mengenakan kucir, namun bentuk kepala tanpa kucir inipun telah cukup mewakili imaji bagi siapa saja dalam menginterpretasikan tentang siapa tokoh tersebut. Gambar : 72 Judul : Srikandi Nama : Dika 206 206 Kelas : VI Media : Spidol dan Krayon Ukuran : A3 Kesan yang tertangkap mengamati ungkapan gambar wayang buatan Dika sepertinya tokoh wayang tersebut tengah melayang atau terbang. Kesan tersebut muncul akibat penempatan posisi tokoh wayang tersebut diletakkan dalam kedudukan miring condong kedepan demikian pula kedudukan kaki wayang tersebut juga pada posisi yang sepertinya tidak menyentuh tanah, serta posisi tangan bagian belakang berada pada kedudukan sejajar dengan posisi tubuh. Tokoh wanita ini sepertinya tokoh sakti, sebab ia bisa melakukan gerakan terbang. Barangkali Dika cukup punya alasan mengapa kedudukan wayang tersebut dibuat dengan posisi yang demikian sebab tokoh wanita yang digambar tersebut adalah salah seorang isteri Arjuna yang bernama Srikandi, yang pernah menjadi senopati perang ketika Pandawa harus menghadapi Kurawa dibawah senopati Sang Resi Bisma; dan Srikandi ternyata bisa mengalahkan Bisma. Ungkapan gambar wayang buatan Dika ini sedang melayang ke arah depan. Ruang kosong separuh bagian kertas di sebelah kiri menjadi ruang yang sangat fungsional untuk membangun imaji bahwa subjek gambar tersebut seakan sedang bergerak melaju ke depan. Pada bagian ruang kosong tersebut, sebenarnya bukan benar-benar dibiarkan kosong oleh Dika sebab ada upaya untuk menggarapnya dengan sapuan cat warna-warni sehingga membangun suasana yang bermakna sebagai seting bagi keberadaan subjek wayang tersebut. Dan secara khusus latar disekitar kedudukan subjek pokok tersebut diberi spot-spot aneka warna, seperti 207 207 merefleksikan atmosper yang bernuansa kebahagiaan, kecantikan, kedinamisan, dan keberanian; sebagaimana karakter tokoh yang digambarkannya. Pada gambar tersebut terlihat Dika telah berupaya menjadikan gambar tokohnya tampil cantik dan perfek. Kecantikan tokoh Srikandhi tersebut terlihat dari atribut yang dimilikinya yaitu, bentuk hidung walimiring, mata gabahan, rambut ukel, serta posisi kaki jangkahan alus. Terlihat ungkapan garis-garisnya lancar, bersih, ornamen yang menghiasi bagian dada sampai jarit yang dikenakannya diupayakan dengan rinci dengan membubuhkan berbagai ornamen sebagaimana yang dapat dijumpai pada ornamen kain jarit tradisional. Ditambah lagi dengan pembubuhan warna-warni transparan pada bagian kain tersebut mengesankan kecantikannya lebih terpancar. Dari mengamati keseluruhan gambar tokoh wayang tersebut dapat disimpulkan bahwa Dika cukup memahami karakteristik tokoh yang digambarnya, yang sekaligus memahami makna ungkapannya bagi pemenuhan kebutuhan estetisnya. 208 208 Gambar : 73 Judul : Dewi Sinta Nama : Nunung Kelas : VI Media : Spidol dan Krayon Jika diamati bentuk gelung serta menjuntainya rambut yang jatuh dibagian punggung maka dapat disimpulkan jika tokoh wayang yang digambar oleh Nunung adalah Dewi Sinta.. Dewi Sinta adalah isteri Rama yang pernah diculik oleh Rahmana dan dari peristiwa itu kemudian menyulut terjadinya perang besar antara negeri Ayodya dengan Alengkadiraja. Dewi Sinta dikenal sebagai putri yang lemah lembut, cantik, dan memiliki kesetiaan yang demikian besar terhadap Rama suaminya. Pada saat Sinta berada di Alengka setelah diculik Rahwana, 209 209 kehidupannya sangat menderita, dikisahkan jarang makan hingga badan menjadi kurus kering, rambutnya terurai sepanjang waktu. Ungkapan gambar wayang Dewi Sinta buatan Nunung, mampu merepresentasikan karakter tokoh Dewi Sinta yang sebenarnya dengan cukup baik. Ungkapan garis yang digunakan untuk membangun struktur bentuk mengalir spontan dengan penuh percaya diri. Representasi warna kulit diungkapkan dengan warna kuning, dan keseluruhan kain yang membalut tubuhnya didusel dengan menggunakan warna coklat, mendekati karakteristik kain jarit tradisional Jawa. Sanggul serta rambutnya menjuntai, diungkapkan dengan warna abu-abu. Gambar tersebut tampak sederhana namun bangunan rautnya serta pencitraan dari ekspresi yang terpancar dari subjek lukisan tersebut terkesan melankolis, anggun, penuh kesantunan dan sederhana. Posisi tangan Shinta pada gambar ini diungkapkan dengan tangan belakang menjuntai ke bawah dan tangan depan tersampir di pundak, posisi demikian menjadi ciri bahasa tubuh dalam pewayangan ketika tokoh dalam keadaan sedih. Dengan demikian Karakteristik pada ungkapan gambar tersebut benar-benar dekat dengan karakter Dewi Sinta yang sebenarnya, dikala ia berada dipengasingan negeri Alengka. Dibagian belakang dari kedudukan Dewi Sinta tersebut menghadap, terdapat kotak bujursangkar yang dibuat demikian ekspresif dengan menggunakan goresan krayon berwarna hitam, jika dicermati di dalamnya terdapat tulisan Dewi Sinta. Sekilas ungkapan gambar tersebut seperti cermin yang merefleksikan kehadiran Dewi Sinta, pada bayangannya tidak tampak sosok dirinya namun berubah 210 210 menjadi simbol verbal yang bermakna simbolik Dewi Sinta. Hal demikian barangkali menjadi refleksi cermin buram Sinta dikala menderita di negeri Alengka, dan cermin buram bagi kehidupannya di saat-saat kemudian; karena ia harus menjalani hukuman membakar diri untuk menunjukkan kesuciannya di depan Rama suaminya. 211 211 Gambar : 74 Judul : Arjuna Nama : Fajar Kelas : VI Media : Spidol dan Krayon Ukuran : A3 212 212 Ungkapan gambar tokoh Arjuna buatan Fajar dikerjakan dengan memanfaatkan unsur garis semata. Garis tersebut digunakan untuk membangun struktur bentuk dengan penguasaan out-line yang cukup baik serta berfungsi untuk membuat rincian-rincian ornamen khususnya dibagian kepala dan jaritbokongan. Detail ornamennya sangat bagus, tampak anak tersebut memahami betul unsur- unsur ornamen yang harus ada, dan secara teknik menguasai benar cara-cara yang harus dilakukan untuk mengungkapkannya. Irama garisnya tampak lancar, penuh percaya diri dan secara keseluruhan proporsi tokoh wayang tersebut dapat diungkapkan dengan baik; nyaris mendekati bentuk yang diidealkan dalam perwujudannya yang klasik. Bentuk hidungnya walimiring, mata gabahan, mulut mingkem, mahkota bentuk gelung, kain jarit bokongan, dan kaki jangkahan alus. Pada gambar tersebut gambar tokoh tidak memakai lemahan atau dasaran, barangkali pemahaman Fajar karena tokoh ini sedang berjalan maka representasi setting tersebut dapat diungkapkan dengan perbentukan jalan yang realistis. Action tokoh wayang tersebut sedang dalam kondisi siap berperang, dengan kedua tangan pada posisi sedang menantang lawan. Ekspresi wajahnya tampak luruh, tenang, dibalik kehalusan bentuk tubuhnya ia menyimpan tenaga maka jika musuhnya mendekat maka ia akan menunjukkan kegesitan. Latar keberadaan tokoh tersebut diberi gambar pemandangan, sebagaimana layaknya ungkapan gambar pemandangan yang dibuat anak-anak. Karakteristik suasana yang dibangun dari unsur-unsur visual pada gambar pemandangan tersebut menunjukkan suasana pedesaan, yang subur, tenang, penuh kedamaian. Pada ungkapan gambar pada latar tersebut justru Fajar memberinya warna yang 213 213 merepresentasikan subjek yang dimaksud dengan pendekatan realistis. Tampak langit dicat biru, gunung dengan warna kehijauan, air sungai biru, dan tanah tempat berpijak subjek pokok dengan warna coklat. Sekilas hubungan antara tokoh Arjuna sebagai subjek pokok pada gambar tersebut dengan latar belakangnya, menjadi aneh; sebab wayangnya bersifat dua dimensional sedangkan alamnya bersifat tiga dimensional. Gambar : 75 214 214 Judul : Semar Nama : Rega Kelas : VI Media : Spidol Ukuran : A3 Tokoh wayang yang dipilih Rega untuk digambar adalah Semar. Semar adalah Sang Pamomong para satria yang baik budi, pada cerita Mahabarata ia senantiasa mengikuti Arjuna, dan pada cerita Ramayana Semar mengikuti Lesmana atau Rama. Konon Semar adalah seorang dewa yang menjelma menjadi manusia biasa, dengan demikian maka segala ajakan dan sikap hidupnya senantiasa mengarah pada kebaikan. Pada ungkapan gambar buatan Rega tokoh Semar tersebut nyaris sempurna mendekati pencitraan Semar pada wayang klasik. Tubuhnya gemuk bulat, bagian perut dan pantatnya sama-sama bulatnya jika ditarik garis semu nyaris perbentukan Semar mendekati lingkaran. Kedua tangannya menyatu di bahu bagian belakang. Matanya sipit, mulutnya lebar dengan gigi tinggal sebiji, hidungnya pesek, telinga lebar dengan asesori subang bunga kanthil, dan rambutnya berkuncung. Pada gambar buatan Rega ini tampak kedua kaki relatif kecil, sehingga proporsinya terkesan sedikit limbung. Ornamen pada bagian jarit digarap dengan penuh seksama dengan unsur motif geometri menyerupai kawung. Unsur motif tersebut tampak dominan memberi nilai estetis tersendiri bagi kesan keseluruhan. Motif kawung adalah jenis motif batik klasik yang tergolong paling tua, walaupun begitu ternyata jenis motif tersebut tetap up- todate banyak disukai orang hingga kini. Motif kawung pada kultur Jawa digunakan sebagai lambang keabadian atau kelanggengan. Interpretasi makna demikian diasosiasikan dengan usia panjang yang dimiliki oleh pohon kawung itu 215 215 sendiri pohon kolang-kaling siwalan , bahkan terdapat ungkapan tentang simbol-simbol usia panjang tersebut dengan sebutan: Kutut serut, gagak siwalan. Ungkapan garis pada gambar tersebut tampak lancar, pasti, dan penuh percaya diri. Walaupun gambar tersebut hanya dibuat linier namun telah mampu mewakili keseluruhan bentuk yang dimiliki tokoh Semar. Rega telah demikian berhasil menguasai bentuk tokoh yang diinginkan untuk digambar, dan memahami betul karakteristik budayanya, khususnya dalam mengungkapkan bentuk Semar. 216 216 Gambar : 76 Judul : Dewa Nama : Arjuna Arfiyanto Kelas : VI Media : Spidol dan krayon Ukuran : A3 Bentuk tokoh wayang Dewa yang dibuat oleh Arfiyanto ditandai dengan ciri: badanya berbaju, menggunakan bokongan rampekan dan memakai sepatu Atribut 217 217 sepatu dalam pewayangan hanya dikenakan pada tokoh Dewa, atau bukan tokoh wayang biasa . Bentuk wayang tersebut tidak dapat diidentifikasi secara tepat siapa tokoh yang dimaksud, namun menilik dari struktur keseluruhan mendekati tokoh Dewa Penyarikan, atau Sambu. Ungkapan gambar tersebut tidak begitu rinci, seakan diungkapkan dengan cara yang serta merta namun proporsi dan anatomi wayang tersebut mencintrakan sebuah perbentukan wayang yang menarik, dan benar. Gambar wayang tersebut dibuat dengan ungkapan garis yang linier, dan dibiarkan tetap berwarna putih kertas, namun pada bagian latar justru dibubuhkan warna penuh dengan teknik dusel merata keseluruh permukaan latar dengan ungkapan warna yang tampak harmonis, perpaduan antara unsur warna violet, merah jambu, dan hijau tuska. Bagian yang justru menarik adalah hiasan yang ada pada tepi kertas yang dibuat dengan unsur motif tumpal, dengan tetap membiarkan berwarna putih kertas juga seperti pengerjaan pada bagian wayangnya. Jika dicermati terdapat hubungan yang interaktif antara subjek pokok dengan bagian hiasan tepi tersebut. Kehadiran gambar wayang tokoh Dewa tersebut seakan berada di sebuah ruang yang absurd, sunyi, dan tampak magis. Hubungan subjek gambar dengan suasana yang dibangun pada latar memberikan kesan senyawa, seakan berada di Kayangan Jogrengsaloka, sebuah tempat yang tak terjangkau secara fisik namun imaji keindahannya memenuhi relung pencitraan estetis bagi siapa saja. 218 218 Gambar : 77 Judul : Gareng dan Gajah Nama : Mutmainah Kelas : VI Media : Spidol dan krayon Ukuran : A3 Ungkapan gambar wayang buatan Mutmainah ini seakan-akan menunjukkan keakraban tokoh Punakawan yang bernama Gareng dengan tokoh binatang yang sering muncul dalam pewayangan yang disebut Liman atau Gajah. Kedua tokoh ini tampak bersahabat, bahkan sepertinya Gareng tersebut sedang menggembala sang gajah. Walaupun pengungkapan bentuk tokoh tersebut tidak begitu lancar tampak pada irama garis yang tersendat namun bentuk raut kedua tokoh tersebut dapat tertangkap relatif baik. Tokoh Gareng digambarkan dengan tangan yang 219 219 kriting ceko dan kaki depannya jinjit sehingga tampak pincang jika berjalan. Hidungnya bulat terongan , matanya bulat, rambut kucir ke depan, perut buncit, serta mengenakan atribut dan pakaian tampak sederhana dan dengan motif yang sederhana pula. Gambar tokoh Gajah diungkapkan dengan kekhasannya sebagai bentuk binatang dalam pewayangan, yaitu menggunakan lemahan dasar sebagai alas berpijaknya binatang tersebut. Gajah tersebut menggunakan atribut pada bagian punggung serta kepalanya bermahkota, dicat dengan marna ochre, serta seluruh badannya dicat dengan warna abu-abu. Kedua tokoh tersebut dalam relasi bentuk yang kurang proporsional, sebab gajahnya tampak justru lebih kecil daripada Garengnya. Namun jika dipahami dari cara berpikir anak-anak yang cenderung menggunakan proporsi nilai, dimana objek yang dianggap penting akan digambar besar. Nampaknya pada hubungan tersebut kedudukan Gareng dianggap lebih penting daripada gajahnya, sehingga pada ungkapan gambar Mutmainah ini bisa dipahami jika gambar Gareng yang justru ditampilkan lebih besar daripada gajahnya. Hubungan kedua tokoh ini terungkap pada kondisi interaksi yang harmonis, keduanya seakan sedang berjalan menuju suatu tempat. Tampilanya menunjukkan kesan damai, bersahabat, tenang, tanpa masalah dan lucu. 220 220 Gambar : 78 Judul : Punakawan Nama : Risma Kelas : VI Media : Spidol Ukuran : A3 Ungkapan gambar wayang buatan Risma ini menghadirkan para Punakawan lengkap, yaitu: Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Ungkapan gambar tersebut ekilas seperti bentuk wayang golek, namun jika dicermati perbentukan tokohnya masih lebih dekat pada bentuk wayang kulit. Tokoh Semar digambarkan lebih gendut, dengan ciri rambutnya yang berkuncung, sementara di depannya adalah para anak-anaknya; Bagong, Gareng, dan paling belakang adalah Petruk. Keempat tokoh Punakawan ini sepertinya sedang berdialog, atau sedang berkelakar. Interaksi antar mereka tampak hangat, Semar berbincang dengan Bagong, sementara Gareng sedang berbicara dengan Petruk. Dialog tersebut 221 221 mengingatkan kita pada pertunjukan wayang kulit, disetiap adegan yang memunculkan tokoh Punakawan tersebut yang dikenal dengan istilah gara-gara, menjadi penanda bahwa irama permainan tersebut akan berubah menjadi suasana yang santai, lucu, hangat, dan menghibur. Suasana demikian tampak kental terekspresikan dengan baik pada tampilan gambar buatan Risma ini. Dari irama garis tubuh yang terbentuk dari sikap masing-masing menunjukkan bahwa tokoh- tokoh ini bukan tokoh formal, cenderung lucu, santai dan kehadirannya pada suasana yang tidak bisa serius. Ungkapan garisnya tampak lancar, penuh percaya diri. Pembubuhan tangkai pada wayang tersebut menjadi aksen yang sangat mendukung bagi penampilan gambar secara keseluruhan; Gambar tersebut hadir sebagai boneka yang dapat dimainkan oleh siapa saja, dengan cara yang gampang, tinggal menggerakkan bilah-bilah bambu sebagai tangkainya; maka dengan sendirinya wayang tersebut akan hidup, dan menghibur. 222 222 Gambar : 79 Judul : Bima Nama : Dwi Nur Hanifah Kelas : VI Media : Krayon Ukuran : A3 223 223 Ungkapan gambar Bima butan Hanifah ini seakan menunjukkan Bima yang sedang terbelenggu dalam lilitan perdu hutan. Ungkapan raut yang meliuk-liuk dengan warna hijau dan biru dapat diinterpretasikan seperti Bima dalam kepungan kesulitan saat berada di tengah hutan. Hal tersebut mengingatkan kita pada kisah Bima ketika sedang babat alas Wanamarta yang penuh marabahaya.. Bima melakukan aksinya dengan penuh semangat menjabuti pohon di hutan tersebut, dan membersihkannya; kemudian bersama-sama saudaranya membangun kerajaan baru yang kelak bernama negeri Amarta. Kemarahan Bima dalam gambar tersebut direpresentasikan dengan melumurinya badan dengan cat yang berwarna coklat kehitaman, serta kedua tangannya berada pada posisi siap menerjang segala aral. Gambar ini tampak demikian unik, seluruh asesori yang dikenakan Bima ini diberi warna emas, sehingga menjadi tampak kontras dengan warna-warna di sekitarnya. Disamping itu pada bagian latar keberadaan subjek pokok tersebut, dilumuri cat dengan gradasi warna dari merah, jingga, hingga ke kuning; dan di sela-sela itu terdapat ornamen lingkaran-lingkaran besar dan kecil dan hiasan tepi berbentuk pilin sederhana dengan menggunakan warna emas pula. Sekilas gambar tersebut tampak begitu mewah seperti disulam benang emas, dan perpaduan warnanya demikian kontras antara subjek pokok dengan latarnya. Gambar tersebut begitu unik, dari perpaduan warna serta teknik pewarnaan yang digunakan betapa kental mengekspresikan karaktristik kesenian Jawa. Kegagahan Bima digambarkan dengan ciri-ciri profil hidung bentulan, mata thelengan, memakai gelung minangkara, berkain dodot dan posisi kedua kaki 224 224 jangkahan gagahan. Kegagahan tokoh tersebut dipertegas dengan pemberian garan atau tangkai, sehingga proporsinya tampak menjadi memanjang. 225 225 Gambar : 80 Judul : Tiga Satria Nama : Wulan Kelas : VI Media : Krayon Ukuran : A3 Ungkapan gambar tokoh-tokoh wayang ini tampak unik, digambarkan tiga satria yang dapat diidentifikasi sebagai Nangkula atau Sadewa; tokoh satria kembar pada keluarga Pandawa. Tokoh tersebut bercirikan bentuk hidung walimiring, mata liyepan gabahan, bermahkota bentuk gelung, kain jarit bentuk bokongan dan kedua kakinya pada posisi jangkahan alus, kedudukan wajah horizontal menghadap lurus kedepan branyak. Menariknya pengungkapan tokoh-tokoh ini walaupun sepertinya sama namun oleh Wulan disajikan dengan rincian warna ayang berbeda-beda. Tokoh yang ditempatkan di atas pada bagian wajahnya dicat hijau, bermahkota warna jingga dan hijau muda; pada bokongan cenderung dicat dengan nada warna coklat. Kehadiran tokoh tersebut tampak sempurna mengesankan ungkapan yang lancar, serta ekspresi bentuknya menampilkan tokoh yang cerdas sebagaimana karakter yang dimiliki oleh tokoh Nangkula. Ungkapan pada tokoh kedua yang ada pada bagian depan bawah wajahnya dicat abu-abu tua dengan mahkota kuning dan gelung abu-abu muda. Bagian badannya dicat hijau, serta pada bokongan diberi warna cenderung nada warna merah keunguan dengan aksen warna jingga dan hijau muda. Tokoh satria ini tampil dengan bentuk muka agak sembabtembam sehingga keseluruhan bentuk tersebut tampak lebih gemuk dari pada tokoh pertama. Pada tokoh ketiga bagian muka dicat warna hijau muda demikian pula pada bagian mahkota dan gelung dicat dengan nada warna hijau pula. Pada bagian badan dicat dengan 226 226 warna jingga, serta pada bagian bokongan dicat cenderung kearah nada warna panas, dengan kombinasi warna merah, merah hati dan prada kuning emas. Ungkapan bentuk dan warna yang digunakan untuk mengungkapkan tokoh-tokoh tersebut menunjukkan keceriaan sebagai karaktristik ungkapan gambar anak-anak dengan interpretasinya yang subjektif. Pada bagian latar gambar tersebut diberi ornamen hias yang merepresentasikan kesuburan lingkungan dengan aneka tumbuh-tumbuhan yang disajikan dalam bentuk yang distilasi, serta isian pengisi pada bidang-bidang kosong dibubuhkan spot-spot warna emas dari bahan krayon, sehingga tampilan gambar tersebut tampak glamor dan eksklusif. Penguasasaan ruang gambar pada karya ini tampak sempurna, mengekspresikan sebuah karya hasil kerja yang optimal, dan sungguh-sungguh. Kesan keseluruhan dari gambar tersebut tampak menggairahkan, menghibur, penuh optimistis, merefleksikan besarnya relasi integrasi antar subjek kreatornya dengan lingkungan kulturnya. Ungkapannya involutif, rinci, ngrawit, jlimet, sebagaimana karakteristik ungkapan estetis pada kultur Jawa.

7.5. Analisis Gambar Wayang Buatan Anak-anak