Tradisi Walimahan atau kenduri

87 87 Norma-norma yang mengatur interaksi dalam kehidupan mereka yang terimplementasi dalam perilaku dan segala tutur kata dalam berbagai ragam aktivitas serta segala artefak dan atribut yang digunakan dalam proses kehidupan tersebut; pada dasarnya dapat mengandung muatan inkulturasi nilai. 2 Melalui kegiatan ritual yang diselenggarakan bersama-sama oleh seluruh anggota masyarakat, baik yang berkaitan dengan penghormatan terhadap hari penting nasional, hari penting keagamaan, dan penghormatan terhadap tradisi yang berlangsung secara terus menerus setiap tahun. 3 melalui pelatihan-pelatihan dibeberapa kelompok kesenian. Berikut ini penulis paparkan berbagai upaya yang dilakukan oleh masyarakat Mayangsari dalam melakukan proses inkulturasi nilai tradisi Jawa yang diekspresikan dalam berbagai aktivitas ritual sosial mereka:

5.2.1 Tradisi Walimahan atau kenduri

Kenduri masih diangap menjadi media yang sangat efektif untuk mengikat tali sosial mereka. Ketika kegiatan kenduri tersebut dilaksanakan, mereka merasa diikat oleh kepentingan yang sama untuk berdoa bagi hajat tertentu, dan mendapat hak yang sama sebagai ‘upah’ dari aktivitas yang mereka lakukan. Kenduri tersebut dilaksanakan disamping berkaitan dengan hajat masing- masing pribadi, masih ada pula kenduri yang dilaksanakan sebagai hajat sosial. Kenduri demikian biasanya dilaksanakan setiap menjelang pergantian tahun Jawa, menjelang peringatan Hari Ulang Tahun RI, Maulid Nabi Muhammad SAW, tradisi Sadranan, dan setelah selesai sholat Idul Fitri maupun Idul Adha. 88 88 Khusus mengenai kenduri atau walimahan pada saat ritual sadranan, masyarakat Mayangsari dan sekitarnya memiliki cara yang unik. Tradisi tersebut dilaksanakan pada bulan Sa’ban Ruwah, yaitu kebiasaan bagi para warga masyarakat untuk bersama-sama membersihkan makam khususnya bagi kuburan keluarga masing-masing, kemudian dilanjutkan dengan bersama-sama mandi di kali Sungai Kreo agar badan mereka bersih, kemudian dilanjutkan dengan kenduri walimahan di makam tersebut, yang didahului dengan acara Tahlil dan doa bersama sesuai dengan ajaran Islam. Acara makan atau walimahan yang dilaksanakan di makam sesungguhnya dimakruhkan atau tabu dalam ajaran Islam, namun menjadi acara yang menyenagkan bagi mereka khususnya anak-anak. Mengamati aktivitas kenduri yang dilaksanakan oleh masyarakat tersebut, para anak-anaklah yang mendominasi hadir dan menjadi pusat perhatian bagi perhelatan itu. Biasanya para ibu-ibu menyiapkan serangkaian makanan dengan cita rasa tata boga Jawa, kemudian membawa anak-anak mereka ke Balai Rukun Warga. Makanan makanan tersebut disatukan ditata di tengah, kemudian mereka duduk melingkar mengelilingi makanan tersebut. Ketika telah sampai pada saatnya, kemudian Tetua Agama atau Pak Modin di kampung tersebut memimpin doa dan yang hadir mengamini. Ketika doa selesai kemudian hidangan tersebut dimakan bersama-sama. Pada saat inilah anak-anak menemukan suka citanya; mereka bisa mengambil makanan yang mereka sukai dan bisa mengambil milik siapa saja. Dan pada saat inilah sesungguhnya media kenduri tersebut telah memfasilitasi anak-anak untuk belajar memahami betapa pentingnya arti kebersamaan. Dalam kebersamaan itu terdapat rukun, saling memberi, saling 89 89 berbagi, tidak egois, dan saling menghormati. Dan dalam kebersamaan itu pula anak-anak secara langsung akan dapat mengidentifikasi diri dan beradaptasi masuk pada jaringan sosialnya.

5.2.2 Peringatan Hari Ulang Tahun RI