Contoh lain adalah limbah cair dari sabun cuci juga memenuhi Pintu Air

angka putus sekolah menimbulkan masalah lingkungan karena berkaitan dengan tuntutan kebutuhan ekonomi yang cenderung memicu manusia untuk memanfaatkan sumberdaya alam dengan cara yang keliru misalnya menjadi peladang berpindah, membakar hutan, ikut dalam kegiatan illegal loging, penggunaan logam-logam berat untuk pertambangan illegal, penggunaan bahan kimia berbahaya dalam industri rumah tangga, pembuangan limbah dengan tidak memperhatikan jenis limbah, rendahnya perhatian masyarakat terhadap pengelolaan sampah, dan pemanfaatan racun potas untuk menangkap ikan. Beberapa contoh perilaku masyarakat yang menimbulkan masalah lingkungan dan sering dijumpai sehari-hari ditunjukkan pada kenyataan berikut ini. Setiap hujan turun sejak tahun 1990 di daerah Kelurahan Pekayon Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur terjadi penimbunan limbah busa di saluran pembuangan yang berasal dari rumah tangga setinggi 2 sampai 10 meter hingga menutupi rumah warga. Menurut Kepala Bidang Pengendalian dan Pencemaran Lingkungan BPLHD sumber limbah tersebut mengandung detergen dan terindikasi mengandung senyawa aktif biru metilene dan fosfat. Sumber air yang masuk ke Situ Tipar bersumber dari permukiman di sekitarnya seperti permukiman penduduk di bagian Timur jalan raya Bogor, Pasar PAL di jalan Raya Bogor, Pasar Cisalak, dan industri kecil tahu tempe. Disamping itu juga berasal dari beberapa industri besar yang sebenarnya telah memiliki pengolahan limbah sendiri Republika, 23 Desember

2004. Contoh lain adalah limbah cair dari sabun cuci juga memenuhi Pintu Air

Pejompongan Tanah Abang Jakarta karena warga telah terbiasa membuang limbah rumah tangga ke pintu air tersebut Republika, 8 Desember 2005. Adanya ancaman bagi keanekaragaman hayati dikemukakan oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam DKI Jakarta yaitu perburuan dan perdagangan satwa langka yang dilakukan oleh masyarakat. Satwa liar yang banyak diburu dan diperdagangkan tersebut adalah Siamang, Burung Merak, Kakak Tua Jambul Kuning, Nuri Kepala Hitam, Dara Mahkota, Kakak Tua Raja, Rangkong, Elang Bondol, Elang Ular, dan Arwana Irian. Jika keadaan ini terus dibiarkan maka akan terjadi gangguan terhadap ekosistem Republika, 14 Desember 2004. Terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menekankan bahwa kurikulum disusun diantaranya dengan memperhatikan tuntunan dunia kerja, keragaman potensi daerah dan lingkungan, pembangunan daerah dan nasional, serta dinamika perkembangan global. Perubahan Kurikulum 1994 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK pada tahun 2004 merupakan upaya Pemerintah untuk mempersiapkan sumberdaya manusia Indonesia agar memiliki kompetensi terutama dalam menghadapi pasar bebas di negara-negara ASEAN dan Asia Pasifik APEC yang sering dikaitkan dengan isu-isu tentang lingkungan hidup. Karena itu KBK yang mulai dilaksanakan pada tahun 2004 perlu memberikan muatan pendidikan lingkungan hidup. Hal ini juga terkait dengan masalah lingkungan yang dihadapi Indonesia dimana pemecahannya harus dilakukan secara holistik. Dengan demikian dunia pendidikan juga diharapkan berperan dalam membantu mengatasi masalah kerusakan lingkungan. Pembekalan lingkungan hidup melalui pendidikan adalah salah satu alternatif pemecahan masalah lingkungan namun dampaknya baru dapat dirasakan setelah selang waktu yang panjang. Disamping KBK Undang Undang No. 22 tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijadikan dasar bagi upaya pembenahan sistem pendidikan di Indonesia agar ikut berperan dalam pelestarian lingkungan hidup. Kebijakan Pemerintah yang dituangkan dalam undang-undang tersebut dan Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada intinya menjelaskan bahwa sebaiknya kabupatenkota yang secara operasional menangani pendidikan dasar dan menengah. Oleh karena itu program-program pendidikan dan penerapan kurikulum seyogyanya ditangani oleh Pemerintah KabupatenKota, sementara peran Pemerintah Pusat lebih banyak sebagai inisiator dan pendamping. Keberhasilan otonomi pendidikan membutuhkan komitmen, visi, dan misi daerah untuk terus meningkatkan kualitasnya. Bupati melalui Dinas Pendidikan saat ini memiliki kewenangan penuh dalam menentukan kualitas pendidikan di daerahnya baik melalui sistem penerimaan siswa, pembinaan profesionalisme guru, rekruitmen Kepala Sekolah, penentuan sistem evaluasi, dan hal lainnya Suryadi, 2004. Jika dikaitkan dengan penerapan KBK yang pengembangannya di lapangan dapat disesuaikan dengan kondisi dan potensi tiap daerah maka KBK diharapkan dapat ikut berperan untuk memajukan daerah melalui bekal kompetensi. KBK yang diterapkan di seluruh Indonesia menitikberatkan pada pembekalan kompetensi berupa kecakapan hidup life skill. Pembekalan ini menurut Departemen Pendidikan Nasional 2001 meliputi kecakapan mengenal diri self awarness, kecakapan berpikir rasional thinking skill, kecakapan sosial social skill, kecakapan akademik academic skill, dan kecakapan vokasional vocational skill. Penanaman kecakapan mengenal diri dapat menimbulkan kompetensi kemampuan mengukur potensi yang dimiliki dan dikembangkan sehingga seseorang dapat mengikuti tuntutan perubahan dengan melihat peluang yang dikaitkan dengan potensi yang dimiliki. Kecakapan berpikir rasional dapat melahirkan kompetensi untuk memecahkan masalah, pengambilan keputusan dari pengumpulan informasi. Kecakapan sosial akan menanamkan sikap kemampuan berkomunikasi, berinteraksi, dan empati dengan lingkungan sekitar. Sedangkan kecakapan akademis merupakan kemampuan berpikir ilmiah yang dicirikan dengan logis, obyektif sistematis, terencana, andal, valid, dan akumulatif. Kecakapan vokasional adalah kompetensi ketrampilan pada kejuruan tertentu seperti pertanian, perbengkelan, perikanan, dan pertamanan. Target kecakapan hidup yang merupakan tujuan dari KBK memerlukan media untuk melatih siswa. Media tersebut dapat berupa wahana untuk menanamkan wawasan lingkungan yang menitikberatkan pada kompetensi pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan. Penanaman wawasan lingkungan hidup melalui proses dan media pembelajaran tentunya akan menyentuh kecakapan-kecakapan yang diharapkan yaitu self awarness, social skill, vocational skill, academic skill dan thinking skill. Pembekalan bagi para peserta didik yang berada di daerah agraris dapat berupa kompetensi dalam bidang pertanian dan perkebunan yang dilakukan secara terpadu dengan perikanan dan peternakan. Pada daerah pesisir kompetensinya dapat meliputi pengembangan sektor bahari berupa budidaya rumput laut, mutiara, tambak, dan keramba jala apung. Bagi peserta didik yang berada di sekitar kota besar pembekalannya dapat berupa bidang industri, jasa, pelayanan kesehatan, perbengkelan, manajemen dan pemasaran, serta komputerisasi. Dengan kecakapan hidup yang telah dibekali dari sekolah tingkat dasar hingga menengah maka siswa yang putus sekolah diharapkan dapat mempertahankan hidupnya dengan mengembangkan potensi sumberdaya alam daerahnya yang pada akhirnya dapat memberikan kontribusi untuk membangun daerah tanpa merusak sumberdaya alam yang ada. Sedangkan bagi yang melanjutkan pendidikan dapat dijadikan pengalaman belajar yang berguna pada tingkat pendidikan selanjutnya dan bekal pada waktu terjun di masyarakat. Oleh sebab itu memperbaiki kualitas lingkungan melalui jalur pendidikan sudah saatnya diperhatikan dengan seksama.

1.2. Identifikasi Masalah