lain. Ketika hubungan sosial terjalin dengan baik maka emosi juga dapat baik. Hasil ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa seni membina hubungan,
sebagian besar, merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Membina hubungan merupakan keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan,
dan keberhasilan antarpribadi. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan ini akan sukses dalam bidang apapun yang mengandalkan pergaulan yang mulus
dengan orang lain Goleman, 1996. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ardiana 2010 di RSU Dr.
Koesnadi Bondowono mengatakan bahwa perawat yang memiliki hubungan sosial yang tinggi sebanyak 59,8.Pada penelitian yang dilakukan oleh Mulyani 2008
di ruang rawat inap RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang didapatkan bahwa perawat yang mempunyai hubungan sosial tinggi berjumlah 48 orang atau 57,1 ,
sedangkan perawat yang mempunyai hubungan sosial rendah 36 orang atau 42,9 . Pada data ini diketahui bahwa perawat yang mempunyai hubungan sosial
tinggi lebih banyak dibandingkan dengan perawat yang mempunyai hubungan sosial rendah.
5.2.2. Komunikasi Interpersonal Perawat Rawat Inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematansiantar
Pada analisa data komunikasi interpersonal, perawat yang memiliki komunikasi interpersonal yang tinggi sebanyak 59 orang 98,33 dan yang
memiliki komunikasi interpersonal rendah 1 orang 1,67. Didapati bahwa hampir semua perawat yang bekerja di ruang rawat inap RSUD Dr. Djasamen
Universitas Sumatera Utara
Saragih Pematangsiantar memiliki komunikasi interpersonal yang tinggi. Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mulyani 2008 di ruang rawat inap
RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang didapatkan bahwa perawat yang mempunyai komunikasi interpersonal tinggi berjumlah 47 orang atau 56,
sedangkan perawat yang mempunyai komunikasi interpersonal rendah berjumlah 37 orang atau 44 . Dari data ini dapat diketahui bahwa lebih dari setengah
perawat mempunyai komunikasi interpersonal yang tinggi. Komunikasi Interpersonal perawat di RSUD Dr. Djasamen Saragih adalah
tinggi. Kondisi ini didukung juga oleh pendidikan yang dimiliki perawat yang sebagian besar D3 keperawatan dan ada juga yang S1. Pendidikan merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal perawat. Kariyoso 1994 mengatakan bahwa keberhasilan dari komunikasi dipengaruhi kekayaan
pengetahuan pihak komunikator. Semakin dalam komunikator menguasai masalah akan semakin baik dalam memberikan uraian-uraiannya. Perawat yang
mempunyai pendidikan yang tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih banyak sehingga perawat yang berpendidikan tinggi akan lebih mampu
melakukan komunikasi interpersonal. Perawat rawat inap RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar pernah
mengikuti sosialisasi pertemuan pelayanan kesehatan melalui komunikasi 3S senyum, sapa, sentuh yang diadakan pada tanggal 13 Juli 2011. Perawat tersebut
juga pernah mengikuti diklat internal perawat RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantartentang komunikasi terapeutik pada tanggal 6 Oktober 2011.
Universitas Sumatera Utara
Kedua pertemuan ini sangat mendukung terciptanya komunikasi tang baik yang dilakukan perawat rawat inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.
5.2.3. Hubungan Faktor-faktor Kecerdasan Emosi dengan Komunikasi Interpersonal Perawat dengan Pasien Rawat Inap di RSUD Dr.
Djasamen Saragih
Bedasarkan hasil perhitungan dengan product moment, dapat dinyatakan bahwasanya faktor kesadaran emosi KE memiliki hubungan dengan komunikasi
interpersonal pada taraf kepercayaan signifikansi 5. Hal tersebut didukung oleh nilai p-value yang dihasilkan sebesar 0,000 berada lebih kecil dari taraf 0,05.
Namun, apabila dinilai kekuatan hubungan diantaranya dengan mengamati nilai pearson product moment yang dihasilkan, maka didapatkan nilai r sebesar 0,491,
yang menunjukkan kekuatan hubungannya sedang dan positif. Dari hasil penelitian ini berarti bahwa kesadaran emosi berhubungan
dengan komunikasi interpersonal perawat di Unit Rawat Inap RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar, hal ini sesuai dengan teori sebelumnya yang
dikemukakan oleh Goleman 1999 bahwa kesadaran emosi merupakan kemampuan untuk mengenali emosi pada waktu emosi itu terjadi. Kesadaran
emosi berarti waspada terhadap suasana hati atau pikiran tentang suasana hati atau tidak hanyut dalam emosi. Jika kita menyadari keberadaan emosi ini, maka kita
akan memperlakukan emosi ini dengan rasional, sehingga seseorang akan mampu melakukan komunikasi interpersonal dengan baik. Kurangnya kesadaran tentang
aspek diri sendiri akan mempengaruhi dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Peningkatan kesadaran diri akan menghasilkan komunikasi yang lebih produktif. Teori yang sama juga dinyatakan oleh Mundakir 2006 menyatakan kesadaran
diri yang baik akan mempengaruhi komunikasi perawat. Penting bagi perawat untuk mengerti akan perasaanya sendiri sehingga tindakan yang dilakukan atau
yang dikomunikasikan sesuai dengan standar baku dari dirinya sendiri melalui pengukuran yang lebih rasional Nasir, dkk, 2009
Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan olerh Mulyani 2008 di Unit Rawat Inap RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang dengan Chi Square Tests
maka diperoleh nilai continuity correction adalah 7,007, p = 0,008, p 0,01, Ho ditolak, Ha diterima. Hasil nilai ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan kesadaran emosi dengan komunikasi interpersonal perawat. Artinya semakin tinggi kesadaran emosinya maka komunikasi interpersonalnya juga
semakin tinggi. Bedasarkan hasil perhitungan hubungan pengendalian emosi dengan
komunikasi interpersonal, maka didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,001 dimana nilai tersebut lebih kecil dari taraf signifikansi sebesar 0.05. Sehingga,
dapat dinyatakan bahwa ada hubungan antara pengendalian emosi dengan komunikasi interpersonal. Kekuatan hubungan diantaranya berdasarkan nilai
korelasi product momentnya adalah sebesar 0,429, yang dapat menyatakan bahwa hubungan yang terjadi diantara kedua variabel tersebut adalah hubungan yang
sedang dan bersifat positif.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil penelitian ini berarti bahwa pengendalian emosi berhubungan dengan komunikasi interpersonal perawat di Unit Rawat Inap RSUD Dr.
Djasamen Saragih Pematangsiantar, hal ini sesuai dengan teori sebelumnya yang dikemukakan oleh Goleman 1999 yaitu mampu mengendalikan suasana hati
penting untuk komunikasi yang baik. Orang yang mampu mengendalikan emosi, ia tidak menuruti hal-hal yang menghasilkan perilaku-perilaku yang tidak
produktif, tetap tenang, berfikir positif dan tidak bingung, bahkan pada saat keadaan sangat sulit. Mereka mampu mengelola emosi yang menyusahkan dan
mengurangi kecemasan pada saat mengalami emosi tersebut serta tetap stabil, berfikir tenang yaitu tetap terfokus meskipun berada dibawah tekanan sekalipun.
Keadaan tenang dan stabil ini membuat seseorang dapat melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain. Berbeda dengan orang yang sulit mengendalikan
diri, maka mereka akan melakukan hambatan dalam komunikasi interpersonal. Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan olerh Mulyani 2008 di Unit
Rawat Inap RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang dengan Chi Square Tests maka diperoleh nilai continuity correction adalah 0,150, p = 0,698, p 0,05, Ho
diterima, Ha ditolak. Hasil nilai ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pengendalian emosi dengan komunikasi interpersonal perawat di Unit
Rawat Inap RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang. Hasil pada penelitian Mulyani tidak sama pada hasil penelitian ini, karena setiap manusia memiliki
pengendalian yang berbeda-beda. Bedasarkan hasil perhitungan hubungan motivasi diri dengan komunikasi
interpersonal, nilai p-value yang dihasilkan adalah sebesar 0,003 yang juga lebih
Universitas Sumatera Utara
kecil dari nilai taraf signifikansi sebesar 5. Hal ini menyatakan bahwa ada hubungan antara motivasi diri dengan komunikasi interpersonal dengan nilai
korelasi pearson yang dihasilkan sebesar 0,381 yang menyatakan hubungannya positif sedang.
Dari hasil penelitian ini berarti bahwa motivasi berhubungan dengan komunikasi interpersonal perawat di Unit Rawat Inap RSUD Dr. Djasamen
Saragih Pematangsiantar, hal ini sesuai dengan teori sebelumnya yang dikemukakan oleh Goleman 1999 bahwa orang yang mampu memotivasi diri,
mereka selalu bersemangat dalam kehidupannya, cara berfikirnya positif dan tidak berprasangka buruk pada orang lain, hal ini yang menimbulkan mereka mampu
untuk berkomunikasi interpersonal dengan orang lain. Orang yang mampu memotivasi diri, mereka termasuk orang-orang yang mempunyai sikap optimis,
mereka mempunyai pengharapan yang sangat kuat, berkeyakinan bahwa segala sesuatu akan beres, meskipun sedang dilanda masalah. Orang yang optimis
memandang kegagalan disebabkan oleh sesuatu hal yang dapat diubah sehingga mereka dapat berhasil pada masa-masa mendatang. Orang yang optimis
merupakan orang yang cerdas emosi, mereka akan tetap melakukan komunikasi dengan orang lain meskipun sedang dilanda masalah.
Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan olerh Mulyani 2008 di Unit Rawat Inap RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang dengan Chi Square Tests
maka diperoleh nilai continuity correction adalah 1,067, p = 0,205, p 0,05, Ho
diterima, Ha ditolak. Hasil nilai ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan motivasi diri dengan komunikasi interpersonal perawat di Unit Rawat
Universitas Sumatera Utara
Inap RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang. Hasil pada penelitian Mulyani tidak sama pada hasil penelitian ini, karena setiap manusia memiliki motivasi diri
yang berbeda-beda. Bedasarkan hasil perhitungan hubungan empati dengan komunikasi
interpersonal, nilai p-value sebesar 0,000, yang dapat dinyatakan bahwa ada hubungan antara empati dengan komunikasi interpersonal. Hubungan itu juga
dinilai sangat kuat dengan nilai korelasi sebesar 0,697, dimana nilai tersebut menyatakan hubungannya positif tinggi.
Dari hasil penelitian ini berarti bahwa empati berhubungan dengan komunikasi interpersonal perawat di Unit Rawat Inap RSUD Dr. Djasamen
Saragih Pematangsiantar, hal ini sesuai dengan teori sebelumnya yang dikemukakan oleh Goleman 1999 bahwa orang yang empati mempunyai
kepedulian yang mendalam atau penerimaan yang penuh terhadap orang lain serta mampu mendengarkan orang lain dengan sepenuhnya. Seorang perawat yang
mempunyai sikap empati ia akan memahami perasaan pasien yang sedang mencari pertolongan. Perawat yang empati akan mampu berkomunikasi
interpersonal dengan pasiennya, sehingga mereka akan menerima pasien tanpa syarat, dan tanpa bias.
Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan olerh Mulyani 2008 di Unit Rawat Inap RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang dengan Chi Square Tests
maka diperoleh nilai continuity correction adalah 7,540, p = 0,006, p 0,01, Ho ditolak, Ha diterima. Hasil nilai ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan empati dengan komunikasi interpersonal perawat di Unit Rawat Inap
Universitas Sumatera Utara
RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang. Hasil penelitian Mulyani ini sebanding dengan hasil penelitian ini.
Bedasarkan hasil perhitungan hubungan hubungan sosial, nilai p-value sebesar 0,000, yang artinya bahwa ada hubungan antara faktor hubungan sosial
dengan komunikasi interpersonal dan kekuatun hubungannya positif tinggi pada nilai korelasi pearson sebesar 0,553.
Dari hasil penelitian ini berarti bahwa hubungan sosial berhubungan dengan komunikasi interpersonal perawat di Unit Rawat Inap RSUD Dr.
Djasamen Saragih Pematangsiantar, hal ini sesuai dengan teori sebelumnya yang dikemukakan oleh Goleman 1999 Hubungan sosial akan menentukan efektivitas
komunikasi. Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan sosial yang baik. Kegagalan komunikasi terjadi bila isi pesan kita dipahami, tetapi hubungan
diantara komunikan menjadi rusak. Komunikasi interpersonal dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan.
Bila kita berkumpul dengan orang yang menyenangkan maka akan terjadi komunikasi yang menyenangkan. Setiap melakukan komunikasi interpersonal,
kita tidak hanya sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonal. Rakhmat 2005 juga mengatakan komunikasi
interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur termasuk hubungan sosial. Banyak penyebab dari rintangan komunikasi berakibat kecil saja bila ada
hubungan baik di antara komunikan. Sebaliknya, pesan yang paling jelas, paling tegas, dan paling cermat tidak dapat menghindari kegagalan, jika terjadi hubungan
yang jelek.
Universitas Sumatera Utara
Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan olerh Mulyani 2008 di Unit Rawat Inap RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang dengan Chi Square Tests
maka diperoleh nilai continuity correction adalah 11,521, p = 0,001, p 0,01, Ho ditolak, Ha diterima. Hasil nilai ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan hubungan sosial dengan komunikasi interpersonal perawat di Unit Rawat Inap RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang. Hasil Mulyani sebanding
dengan hasil penelitian ini. Hasil analisis data yang telah didapatkan menunjukkan bahwa setiap faktor
kecerdasan emosional memiliki hubungan dengan penerapan komunikasi interpersonal secara terpisah, dan juga secara simultan pada variabel kecerdasan
emosional dengan komunikasi interpersonal memiliki kesimpulan yang sama. Pada dasarnya hasil yang didapatkan dari pengolahan data ini dapat diterima
secara logis. Hasil penelitian ini mendukung secara logis bahwa kemampuan kecerdasan emosional seorang perawat memang dapat menentukan
kemampuannya dalam melaksanakan komunikasi interpersonal dengan pasiennya.
5.2.4. Faktor-Faktor Kecerdasan Emosi yang Dominan Mempengaruhi Komunikasi Interpersonal