Etiologi dan Patofisiologi Epidemi HIVAIDS di Indonesia

tertinggi yaitu DKI Jakarta 5.177 kasus, diikuti Jawa Timur 4.598 kasus, Papua 4.449 kasus, Jawa Barat 3.939 kasus dan Bali 2.428 kasus. Persentase kasus AIDS pada laki-laki sebanyak 70,8 dan perempuan 28,2. Angka kematian CFR menurun dari 40 pada tahun 1987 menjadi 2,4 pada tahun 2011.

2.1.3. Etiologi dan Patofisiologi

AIDS disebabkan oleh virus yang disebut HIV, virus ini ditemukan oleh Montagnier, seorang ilmuwan Perancis Institute Pasteur, Paris 1983, yang mengisolasi virus dari seorang penderita dengan gejala Limfadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan Lymphadenopathy Associated Virus LAV, Gallo National Institute of Health, USA 1984 menemukan virus HTL-III Human T Lymphotropic Virus yang juga adalah penyebab AIDS. Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan bahwa kedua virus ini sama, sehingga berdasarkan hasil pertemuan International Committee on Taxonomy of Viruses 1986 WHO memberikan nama resmi HIV Widoyono, 2005. HIV termasuk kelompok retrovirus, virus yang mempunyai enzim protein yang dapat merubah RNA, materi genetiknya menjadi DNA. Kelompok retrovirus karena kelompok ini membalik urutan normal yaitu DNA diubah replikasi menjadi RNA. Setelah menginfeksi RNA HIV berubah menjadi DNA oleh enzim yang ada dalam virus HIV yang dapat mengubah RNA virus menjadi reversetranscriptase sehingga dapat disisipkan kedalam DNA sel-sel manusia. DNA itu kemudian dapat digunakan untuk membuat virus baru virion, yang menginfeksi sel-sel baru, atau tetap tersembunyi dalam sel-sel yang hidup panjang, atau tempat penyimpanan, Universitas Sumatera Utara seperti limfosit sel-sel CD4 Sel-T Pembantu yang istirahat sebagai target paling penting dalam penyerangan virus ini Nursalam, 2011. Sel CD4 adalah salah satu tipe dari sel darah putih yang bertanggung jawab untuk mengendalikan atau mencegah infeksi oleh banyak virus yang lain, bakteri, jamur, dan parasit dan juga beberapa jenis kanker. Kemampuan HIV untuk tetap tersembunyi dalam DNA dari sel-sel manusia yang hidup lama, tetap ada seumur hidup membuat infeksi menyebabkan kerusakan sel-sel CD4 dan dalam waktu panjang, jumlah sel-sel CD4 menurun menjadi masalah yang sulit untuk ditangani bahkan dengan pengobatan efektif Liu dkk, 2005. Apabila sudah banyak sel T4 yang hancur, terjadi gangguan imunitas seluler, daya kekebalan penderita menjadi terganggu sehingga kuman yang tadinya tidak berbahaya atau dapat dihancurkan oleh tubuh sendiri infeksi oportunistik akan berkembang lebih leluasa dan menimbulkan penyakit yang serius yang pada akhirnya penyakit ini dapat menyebabkan kematian. Apabila sudah masuk kedalam darah, HIV dapat merangsang pembentukan antibody dalam waktu 3-8 minggu setelah terinfeksi pada Periode sejak seseorang terinfeksi HIV sampai terbentuk antibody disebut periode jendela window period. Periode jendela ini sangat perlu diketahui oleh karena sebelum antibody terbentuk di dalam tubuh, HIV sudah ada didalam darah penderita dan keadaan ini juga sudah dapat menularkan kepada orang lain Yayasan Pelita Ilmu, 2012. Cara pemeriksaan yang umum dipakai ialah dengan pemeriksaan darah serologi dengan cara ELISA Enzym Linked Imunosorbent Assay dan cara Universitas Sumatera Utara pemeriksaan penentu dengan tekhnik Western Blot. Pertama kali dilakukan tes ELISA, apabila hasil negative berarti tidak terinfeksi HIV walaupun hasil itu negative bila baru saja terinfeksi belum lama berselang. Bila tes memberi hasil positif laboratorium melakukan tes kedua dengan Western Blot WB, bila kedua hasil terlihat positif maka penderita tersebut seropositif atau HIV positif. Jika pemeriksaan ELISA positif dan Western Blot tidak dapat menentukan dengan pasti atau tidak sepenuhnya negative namun tidak positif juga ada dua kemungkinan penyebab tes tidak dapat menentukan dengan pasti yaitu pertama kemungkinan baru terinfeksi dan dalam masa pengembangan serologi positif seroconverting dan dilakukan tes ulangan tidak lama berselang akan menjadi sepenuhnya positif dalam waktu 1 bulan. Kedua kemungkinan negative tetapi hasil tes tidak pasti dengan alasan yang tidak akan pernah diketahui dan bila tes tetap tidak pasti selama 1 sampai 3 bulan berarti tidak terinfeksi, hasil positif 97 dalam waktu 3 bulan dan 100 dalam waktu 6 bulan Liu dkk, 2005.

2.1.4. Risiko HIVAIDS

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) pada Kelompok Risiko HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan

5 90 147

Gambaran Karakteristik Infeksi Menular Seksual (IMS) Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Pada Tahun 2012

4 62 85

Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Tindakan Pemakaian Kondom Dalam Upaya Pencegahan Penularan Infeksi Menular Seksual (IMS) Di Kota Medan Tahun 2010

3 40 99

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara Tentang Infeksi Menular Seksual (IMS)

0 29 60

Keputusan Waria Melakukan Tes HIV/AIDS Pasca Konseling Di Klinik Infeksi Menular Seksual Dan Voluntary Counselling And Testing Veteran Medan Tahun 2009

0 68 124

Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) Dan Voluntary Counseling & Testing (VCT) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008

0 21 103

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko HIV/AIDS terhadap Kelompok Waria di Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) Bestari Kota Medan Tahun 2014

5 54 177

Gaya Hidup Seksual “Ayam Kampus” dan Dampaknya Terhadap Risiko Penularan Infeksi Menular Seksual (IMS)

0 3 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Menular Seksual 2.1.1 Definisi dan Epidemiologi Infeksi Menular Seksual - Studi Kualitatif Pencegahan Penyakit Infeksi Menular pada Komunitas Waria di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013

0 1 26

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) pada Kelompok Risiko HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan

0 0 16