Determinan Perilaku Kesehatan Determinan Perilaku terkait Penelitian a. Pengetahuan

b. Perilaku Terbuka Overt Behavior Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Berdasarkan pembagian Domain oleh Bloom, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi tingkat ranah perilaku sebagai berikut Notoatmodjo, 2010: a. Pengetahuan Knowledge Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya mata, hidung, telinga dan sebagainya. b. Sikap Attitude Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. c. Tindakan atau Praktik Practice Seperti telah disebutkan diatas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak praktik. Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana.

2.4.2. Determinan Perilaku Kesehatan

Lawrence Green dalam Notoatmodjo 2010 menganalisis faktor perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu : faktor predisposisi Predisposing Factors, Universitas Sumatera Utara terdiri atas faktor pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai. Kedua faktor pendukung enabling factors, yang terwujud dalam lingkungan fisik seperti ketersediaan saranafasilitas, informasi. Ketiga faktor pendorong reinforcing factors, yang terwujud dalam sikap dan perilaku kelompok referens, seperti petugas kesehatan, kepala kelompok atau peer group. Gambar 2.6. Bagan Precede Lawrence W. Green Didalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor- Pendidikan Kesehatan Predisposing Factors - Kebiasaan - Kepercayaan - Tradisi - Pengetahuan - Sikap Enobling Factors - Ketersediaan fasilitas - Ketercapaian fasilitas Reinforcing Factors - Sikap dan perilaku petugas - Peraturan Pemerintah Perilaku Masalah Kesehatan Non Perilaku Universitas Sumatera Utara faktor tersebut antara lain : susunan saraf pusat, persepsi, emosi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya. Perilaku diawali dengan adanya pengalaman-pengalaman seseorang serta faktor-faktor diluar orang tersebut lingkungan, baik fisik maupun non fisik. Kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini dan sebagainya sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya terjadilah perwujudan niat yang berupa perilaku Notoatmodjo, 2010.

2.4.3. Determinan Perilaku terkait Penelitian a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni, melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang Notoatmodjo, 2005. Menurut Notoatmodjo 2005, pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni : 1. Tahu Know Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali recall terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Universitas Sumatera Utara 2. Memahami Comprehension Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi Application Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan pengaplikasian atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4. Analisis Analysis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja : dapat menggambarkan membuat bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. 5. Sintesis Synthesis Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada. Misalnya : dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, Universitas Sumatera Utara dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. 6. Evaluasi Evaluation Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi ataun penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengetahuan yang benar tentang HIVAIDS dapat menjadi pedoman untuk melakukan tindakan pencegahan yang benar agar tidak tertular oleh HIVAIDS. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengetahuan menjadi landasan penting untuk menentukan suatu tindakan. Pengetahuan, sikap dan perilaku akan kesehatan merupakan faktor yang menentukan dalam mengambil suatu keputusan Notoatmodjo, 2010.

b. Sikap

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) pada Kelompok Risiko HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan

5 90 147

Gambaran Karakteristik Infeksi Menular Seksual (IMS) Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Pada Tahun 2012

4 62 85

Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Tindakan Pemakaian Kondom Dalam Upaya Pencegahan Penularan Infeksi Menular Seksual (IMS) Di Kota Medan Tahun 2010

3 40 99

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara Tentang Infeksi Menular Seksual (IMS)

0 29 60

Keputusan Waria Melakukan Tes HIV/AIDS Pasca Konseling Di Klinik Infeksi Menular Seksual Dan Voluntary Counselling And Testing Veteran Medan Tahun 2009

0 68 124

Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) Dan Voluntary Counseling & Testing (VCT) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008

0 21 103

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko HIV/AIDS terhadap Kelompok Waria di Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) Bestari Kota Medan Tahun 2014

5 54 177

Gaya Hidup Seksual “Ayam Kampus” dan Dampaknya Terhadap Risiko Penularan Infeksi Menular Seksual (IMS)

0 3 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Menular Seksual 2.1.1 Definisi dan Epidemiologi Infeksi Menular Seksual - Studi Kualitatif Pencegahan Penyakit Infeksi Menular pada Komunitas Waria di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013

0 1 26

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) pada Kelompok Risiko HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan

0 0 16