berisiko. Namun sekarang Pemerintah dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan HIVAIDS
disarankan kepada petugas kesehatan untuk menganjurkan tes pada semua kelompok tinggi yang berisiko.
5.2.3. Tindakan
Hasil penelitian ini menunjukkan 75 kasus mempunyai tindakan kurang tentang HIVAIDS. Hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan yang
signifikan antara tindakan waria dengan kejadian HIVAIDS. Dengan nilai p= 0,008 p0,05; OR=3,750 artinya waria yang positif mengalami HIVAIDS berpeluang 4
kali mempunyai tindakan kurang baik dibandingkan waria yang negatif mengalami HIVAIDS.
Berdasarkan analisis multivariat diperoleh ada pengaruh tindakan waria terhadap kejadian HIVAIDS di Klinik IMS Bestari Medan. Pada variabel tindakan
dengan nilai OR 3,422 95 CI 1,165-10,055 artinya waria yang positif mengalami HIVAIDS 3,4 kali berisiko kemungkinannya memiliki tindakan kurang dalam hal
menggunakan kondom dibanding waria yang negatif mengalami HIVAIDS. Krisis identitas yang dialami waria tidak hanya berdampak psikologis, tetapi
juga berpengaruh dalam perilaku sosial mereka. Akibatnya, muncul hambatan- hambatan dalam melakukan hubungan sosial sehingga umumnya waria sulit
melakukan hubungan sosial secara lebih luas, mereka sulit mengintegrasikan dirinya ke dalam struktur sosial yang ada di masyarakat. Adanya marginalisasi bagaimana
sebenarnya waria harus dipandang dalam konstruksi sosial yang lebih jelas dan
Universitas Sumatera Utara
memiliki arti dalam kehidupan sosial umumnya, adalah satu upaya yang dilakukan oleh kaum waria untuk dapat eksis dalam kehidupannya Koeswinarno, 2005. Dalam
komunitas waria, ada kalanya mereka membentuk keluarga berdasarkan ikatan persahabatan, yang acapkali justru memberikan kesejahteraan yang lebih baik
daripada di keluarga mereka sendiri. Walaupun para waria masih amat menghargai ikatan batin dengan anggota-anggota keluarga mereka. Namun sering kali dihadapkan
pada dilema antara menyembunyikan identitas dengan konsekuensi selalu berpura- pura dan merasa tidak enak dan membuka identitas dengan konsekuensi berbagai
rupa tindakan yang kadang tidak manusiawi. Di ranah keluargalah mereka berhadapan dengan kendala yang paling berat. Kendala itu begitu berat, justru karena
keluarga begitu penting bagi mereka. Jalan keluar dari kendala itu masih belum jelas atau pun mudah dicapai. Sebagain dari para waria terus saja menghindari dari
keterbukaan seperti itu. Sebagian lagi melarikan diri dengan hidup dan bekerja di tempat yang jauh dari keluarga Utomo, 2003.
Menurut hasil penelitian Ratnawati dalam Hary 2011, perilaku oral seks dan anal seks dilakukan komunitas waria dalam berhubungan seksual yang sangat
berisiko terhadap terjadinya IMS. Jenis IMS yang menyerang waria antara lain gatal- gatal pada penis, sifilis dan herpes kelamin. Cara lain untuk memenuhi kebutuhan
seks dapat dengan cara onani. Di kalangan waria juga ada mitos yang mengatakan bahwa jika menelan sperma maka menjadikannya awet muda, sehingga banyak dari
waria melakukan hal itu. Hal itu adalah mitos yang tidak benar, menelan sperma justru akan memperbesar resiko terpapar HIV Hary, 2011.
Universitas Sumatera Utara
Proses perubahan perilaku tindakan waria lebih merupakan hasil atas keanggotaan dirinya sendiri dari satu komunitas atau kelompok yang mengubah
standart perilakunya dan mengharapkan perubahan perilaku dalam hal tindakan anggotanya. Contoh dalam hal penggunaan kondom, kebanyakan waria tidak suka
menggunakan kondom tetapi menerima bahwa mereka harus melakukannya. Bukan semata-mata dari keputusan rasional bahwa menggunakan kondom merupakan hal
terbaik untuk menghindari HIVAIDS, melainkan mereka sadar bahwa kelompok waria yang mereka miliki telah menerima norma menggunakan kondom merupakan
salah satu tindakan yang harus dilakukan oleh setiap anggotanya. Selain itu tindakan gonta-ganti pasangan adalah perilaku waria dalam berhubungan seks bebas,
penggunaan kondom dan ketersediaan jarum suntik yang steril merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kejadian HIVAIDS terhadap kelompok waria.
Waria cenderung menyukai laki-laki, sehingga orientasi seksualnya adalah homoseksual. Dalam hubungan seks waria tidak bisa bertindak sebagai laki-laki dan
akan bahagia jika diperlakukan sebagai waria Puspitosari, dikutip dalam Mandra, 2008. Bentuk hubungan seks anal dikenal para waria adalah anal seks , oral seks, dan
onani. Kegiatan seksual waria berganti pasangan sangat tinggi dimana pasangan seksualnya adalah laki-laki heteroksual.
Waria tidak pernah atau jarang sekali berhubungan seksual sesama dengan gay homoseksual, dimana waria lebih tertarik pada laki-laki. Cairan pelicin sering
digunakan pada anus waria dan penis pasangan sebelum melakukan hubungan
Universitas Sumatera Utara
seksual. Namun dalam keadaan terdesak dimana tidak ada pelumas atau pelicin waria menggunakan air ludah sebagai gantinya.
Seks anal adalah hubungan seksual dimana penis yang ereksi dimasukkan kerektum melalui anus. Selain itu penetrasi anus dengan lidah dan benda lainnya atau
anal seks. Seks oral adalah suatu variasi seks yang sering dilakukan waria dimana memberikan stimulasi atau rangasangn melalui mulut dan lidah pada organ seks atau
kelamin pasangannya. Sebagian besar waria menyatakan menyukai teknik seks secara secara anal-
seks dan oral seks, karena alasan ingin diperlakukan sebagai perempuan dalam berhubungan seks. Sebagian besar waria menyukai pasangan tetap seorang pria yang
telah keluarga ataupun sudah memiliki pacar. Bagi waria, pria yang sudah berkeluarga ataupun sudah memiliki pacar terlihat sangat macho sehingga terkesan
pasangan tetap meraka adalah laki-laki normal. Ada juga waria yang menyukai waria lainnya, dengan alasan pasangan tetap seorang waria lebih memahami diri mereka
dan ketika melakukan hubungan seksual pasangan yang waria juga lebih memuaskan daripada laki-laki normal. Ada juga waria yang sudah bekeluarga dan telah
mempunyai anak, meskipun mereka punya istri, mereka juga memiliki pasangan laki- laki bahkan sering berganti-ganti pasangan.
Dampak perilaku seks berisiko, terlihat pada kejadian HIV dan riwayat IMS yang cukup tinggi, terutama pada waria yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok lainnya. Hal ini disebabkan karena kebanyakan waria melakukan anal seks hubungan seks dengan penetrasi ke dalam anus pada pasangannya. Perilaku tersebut
Universitas Sumatera Utara
merupakan perilaku berisiko karena kemungkinan luka yang memudahkan terjadinya penularan IMS dan HIV. Selain anal seks, waria juga melakukan aktivitas oral seks
Irianto, 2010. Pencegahan penularan virus HIVAIDS terhadap kelompok waria salah
satunya adalaah dengan penggunaan kondom. Namun beberapa penelitian menunjukan bahwa pengetahuan, sikap serta tindakan waria dalam penggunaan
kondom dan hubungan ketidakpuasan dalam melakukan hubungan seksual membuat waria enggan menggunakan kondom. Berdasarkan hasil penelitian dilapangan
bahwasanya tidak semua klien mau menggunakan kondom dengan alasan tidak bisa ejakulasi, tidak biasa, dan tidak membawa kondom. Jika mereka memaksa klien
mereka untuk memakai kondom sehingga membuat klien tersinggung atau tidak nyaman, mereka takut klien akan lari kepada teman PSK lain yang tidak akan
memaksa klien menggunakan kondom. Waria punya trik tersendiri untuk membujuk kliennya memakai kondom, bisa dengan alasan agar penis klien tidak terluka, lebih
higienis dan lain-lain. Bahkan sebagian waria ada yang memakaikan kondom dalam mulutnya, jadi ketika hendak melakukan oral seks klien tidak sadar bahwa mereka
telah dipakaikan kondom.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Tidak terdapat pengaruh antara faktor risiko umur, pendidikan dan pekerjaan
terhadap kejadian HIVAIDS di Klinik Infeksi Menular Seksual IMS Bestari Kota Medan.
2. Pengetahuan yang kurang memahami informasi kesehatan tentang penularan
HIVAIDS berpengaruh dalam kejadian HIVAIDS terhadap kelompok waria di Klinik IMS Bestari Medan.
3. Tindakan penggunaan kondom yang tidak konsisten berpengaruh dalam kejadian
HIVAIDS terhadap kelompok waria di Klinik IMS Bestari Kota Medan. 4.
Sikap penilaian positif atau penolakan dalam pencegahan penularan HIVAIDS mempunyai pengaruh paling bermakna terhadap kejadian HIVAIDS terhadap
kelompok waria di Klinik IMS Bestari Kota Medan.
6.2. Saran
1. Dinas Kesehatan Kota Medan untuk meningkatkan dan memperkuat layanan
VCT dalam rangka pencarian kasus penderita HIVAIDS sehingga dapat mengurangi risiko penularan serta perilaku berisiko dalam beberapa kelompok
rentan masyarakat.
95
Universitas Sumatera Utara