kita dapat mengetahui bahwa seseorang terkena HIVAIDS hanya dengn meliht dari penampilannya saja. Selain itu mitos yang mengatakan minum antibiotic sebelum
melakukan hubungan seks dapat mencegah terkena IMS, pemakaian kondom tetap saja dapat menularkan HIVAIDS, lalu terinfeksi HIVAIDS berarti vonis mati.
Artinya banyak mitos-motos yang beredar dimasyarakat seputar HIVAIDS dapat memunculkan sikap dan perilaku yang merugikan tidak hanya buat orang lain, tapi
juga diri sendiri. Disamping itu bisa memunculkan stigma dan diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi HIVAIDS.
Stigma juga dialami oleh waria pada tempat-tempat pelayanan kesehatan seperti klinik, rumah sakit dan pusat kesehatan lainnya. Ketika mereka mendapatkan
gunjingan, hal tersebut yang membuat para waria enggan datang ke klinik kesehatan untuk memeriksakan kesehatan mereka. Dalam komunitas ini sudah mendapatkan
bantuan dari LSM yang menyediakan pelayanan mobil, dimana dokter dan perawat langsung mendatangi para waria dan melakukan perawatan secara gratis. Tapi kini
bantuan tersebut tidak lagi di perpanjang dari pusat, sehingga saat ini para waria tidak melalukan pemeriksaan lagi, karena kurangnya biaya yang mereka miliki untuk
melakukan perawatan.
5.1.3. Pekerjaan
Berdasarkan hasil analisis univariat dapat diketahui bahwa mayoritas waria bekerja sebagai salon. Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara pekerjaan waria dengan kejadian HIVAIDS.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian Eda dkk 2012 bahwa responden yang memilki pekerjaan sebagai PNS yang tidak berniat menggunakan kondom secara konsisten saat
melakukan hubungan seks 66.7, hal ini terjadi bukan karena pengetahuan yang kurang tapi karena merasa malu untuk membeli kondom.
Dalam pandangan masyarakat waria lekat dengan citranya sebagai PSK, meskipun tidak semuanya, namun label tersebut selalu menyertai kaum waria. Ada
beberapa alasan waria ini menjadi PSK, diantaranya alasan ekonomi untuk mencukupi kebutuhan waria itu sendiri, dan atau sebagai penopang keluarga atau
orang-orang yang menjadi tanggungannya, dan alasan lain adalah untuk mencukupi kebutuhan biologis. Profesi pekerjaan sebagai waria inilah yang menjadi label
senantiasa melekat pada waria dan menimbulkan stigma di masyarakat dan akhirnya dijauhi dimasyarakat. Hal ini semakin membentuk opini masyarakat yang membenci
perilaku waria yang dianggap menyimpang dari kodratnya sebagai manusia. Hasil penelitian ini didapatkan hampir semua waria memiliki pekerjaan
sebagai pekerja seksual, sebagian dari mereka sudah tidak lagi turun kejalan untuk menawarkan jasanya karena usianya yang sudah cukup tua. Bekerja sebagai pekerja
seksual tidak hanya melulu mengenai uang, tetapi juga untuk memenuhi hasrat biologis mereka. Selain bekerja sebagai pekerja seks komersial, waria dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari juga melakukan pekerjaan tambahan seperti biduan, maupun tata rias wanita. Pekerjaan tambahan yang dilakukan waria bertujuan untuk
menambah penghasilan waria dan merupakan strategi eksistensi waria di dalam kehidupan sosial. Kehidupan sosial waria yang tinggi seperti penggunaan alat-alat
Universitas Sumatera Utara
elektronik yang mahal dan juga membiayai pacar meraka menuntut mereka untuk bekerja lebih keras lagi.
Waria merupakan kaum yang ulet dan pekerja keras. Mereka memiliki profesi dan pekerjaan masing-masing di saat pagi menjelang malam ada yang bekerja sebagai
tukang salon hingga menjadi salesman, tetapi menjelang malam mereka berubah profesi menjadi penjaja seksual. Bagi mereka profesi penjaja seksual tiap malam
tidak dilakukan hanya semata karena faktor ekonomi saja seperti WPS wanita pekerja seksual pada umumnya, tetapi merupakan nafas yang melekat dengan
kehidupannya yang harus terpenuhi. Karena dengan profesi penjaja seksual mereka bisa melampiaskan hasrat mereka untuk bersama dengan lelaki yang sesungguhnya
normal. Dalam menjalankan profesinya sebagai pekerja seksual seorang waria tidak
jauh dari perlakuan yang buruk dari kliennya seperti dirampok, pencurian HP dan terkadang diperlakukan seperti binatang. Hal ini yang terkadang membuat waria
menjadi resah dan terkadang merasa sedih karena merasa diperlakukan berbeda dengan orang lain, apalagi ditambah dengan perlakuan masyarakat yang masih belum
menerima keberadaan mereka. Waria berada diantara populasi terinveksi HIV terbesar. Hasil survei
kesehatan juga membuktikan bahwa telah banyak data yang menyatakan waria telah banyak yang mengidap HIV positif. Hal ini merupakan resiko yang terjadi pada
waria yang pekerjaannya sebagai pekerja seksual yang merupakan bentuk dari diskriminasi pekerjan sosial yang dihadapi oleh waria sehingga menyebabkan waria
Universitas Sumatera Utara
memilih menjadi pekerjaan seks. Diskriminasi dalam mendapatkan perawatan kesehatan umum mengahalani mereka untuk percaya dan mencari perawatan
kesehatan umum mengahalangi diri yang rendah disebabkan oleh stigma dan kekerasan fisik.
Waria adalah salah satu kaum minoritas yang mendapat diskriminasi dan stigma. Bahkan, komunitas ini sering mendapat tekanan dan intimidasi. Akibat dari
hal tersebut, peluang waria untuk mengakses berbagai layanan sangat kecil. Bahkan layanan yang mendasar yaitu dalam hal mendapatkan mata pencaharian seringkali
tidak bisa mereka peroleh. Hal ini bisa dibuktikan dengan sedikitnya waria yang bekerja di bidang formal. Mereka banyak bergerak di bidang informal. Kebanyakan
mereka bekerja di salon kecantikan, tempat hiburan bahkan banyak yang bekerja sebagai penjaja seks.
Banyak masyarakat yang merasa takut jika waria beroperasi dilingkungan mereka akan menyebarkan penyakit kelamin, HIVAIDS. Dalam lapangan pekerjaan
para waria sering kali mengalami perlakuan diskriminatif. Sebagaian besar masyarakat tidak mau mempercayakan pekerjaan diberikan kepada waria.
5.2. Pengaruh antara Perilaku terhadap Kejadian HIVAIDS di Klinik IMS Bestari Medan