anal atau oral seks, adakah menggunakan kondom serta apakah pernah menerima produk darah transfuse darah.
Jadi VCT atau KTS sangat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi mereka yang mempunyai risiko tinggi dengan pekerjaannya dalam hal ini terutama waria.
Sehingga diharapkan waria tidak perlu merasa malu untuk memeriksakan kesehatannya secara berkala sebelum sampai pada masa infeksi yang parah yaitu
jatuh keAIDS.
5.2.2. Sikap
Hasil penelitian ini menunjukkan 77,8 kasus mempunyai sikap kurang tentang HIVAIDS. Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap waria dengan
kejadian HIVAIDS dengan nilai p= 0,014 p0,05; OR=3,500, artinya waria yang positif mengalami HIVAIDS berpeluang 3 kali mempunyai sikap kurang baik seperti
tidak setia pada pasangan, tidak gonta-ganti pasangan pasangan dan tidak melakukan anal seks dibandingkan waria yang negatif mengalami HIVAIDS. Terdapat pengaruh
sikap waria terhadap kejadian HIVAIDS di Klinik IMS Bestari Medan. Variabel sikap hasil analisis multivariat diperoleh nilai OR 3,594 95 CI 1,182-10,924
artinya waria yang positif mengalami HIVAIDS 3,6 kali kemungkinannya memiliki sikap kurang baik dibanding waria yang negatif mengalami HIVAIDS.
Sikap mendukung yang positif dari responden dipengaruhi oleh pengetahuan tentang informasi HIVAIDS dan adanya kunjungan ke layanan VCT. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakanpraktik. Sikap ini dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini pengetahuan yang baik ditunjukkan dengan sikap yang positif pula pada konseling dan tes HIVAIDS secara sukarela khususnya di Klinik IMS
Bestari Kota Medan. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu menerima, diartikan bahwa orang mau memperhatikan obyek, merespon diartikan memberikan jawaban
bila ditanya, menghargai yang diartikan dengan mengajak orang lain untuk diskusi suatu masalah dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilih dengan segala
resiko. Hal ini dapat dilihat pada hasil kuisioner yang menyatakan bahwa waria yang sudah mengerti dan paham terhadap apa yang mereka kerjakan akan mempunyai
risiko terkena HIVAIDS. Sebaliknya waria yang mempunyai sikap dan kesadaran mau datang kelayanan VCT dengan kesadaran sendiri tanpa unsur paksaan atau
mengharapkan sesuatu dengan pamrih akan mengurangi risiko terkena HIVAIDS. Dari informasi yang diperoleh,awal menjadi waria merupakan keinginan yang
ada dalam diri seorang laki-laki untuk menjadi seorang perempuan dimana keinginan itu tidak bisa terbendung lagi sehingga mereka mengambil keputusan menjadi
seorang waria. Bagi mereka waria adalah seorang wanita yang tersampul pada diri laki-laki, tetapi mereka tak pernah menyesal dengan keputusan yang diambilnya
karena menurutnya mereka lebih nyaman dengan keadaan yang seperti sekarang ini. Focus perhatian dapat ditumpahkan pada bagaimana mengubah perilaku
seksual responden kelompok waria menjadi perilaku yang lebih sehat dan aman dengan antara lain; memiliki jumlah pasangan yang tertentu dan terbatas, memiliki
pasangan yang sehat, mengurangi frekuensi berhubungan seks dengan sesama jenis, dan menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seksual.
Universitas Sumatera Utara
Upaya pencegahan melalui penyuluhan hanya merupakan upaya untuk memberi tahu, tetapi tidak cukup untuk merubah sikap perilaku. Oleh karena itu
upaya pencegahan dan penularan IMS serta HIVAIDS perelu diadakan secara terfokus pada kelompok sasaran yang berisiko tinggi termasuk komunitas LSL. Waria
yang pernah mengalami betapa sakitnya terkena IMS dan HIVAIDS dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam memperkenalkan perubahan sikap seksual mereka.
Kesadaran mereka untuk merubah sikap seksual mereka secara sukarela dapat dijadikan bahan rujukan dalam mempengaruhi anggota kelompok waria atau
komunitas yang lain peer education. Proses perubahan sikap atau perilaku bagi responden tidak dapat dilakukan secara tiba-tiba dalam skala yang besar, tetapi
dilakukan secara bertahap dengan memberikan pilihan yang reaalistis dan berkelanjutan. Sulit untuk mengharapakan responden tidak melakukan hubungan
seksual dengan tanpa menggunakan kondom secara tiba-tiba oleh karena sudah menjadi kebiaasaan mereka. Sebaliknya barangkali akan lebih mudah jika perubahan
perilaku seksual dilakukan dengan cara memperkenalkan lebih dulu penggunaan kondom. Selama ini responden para waria enggan bersikap dengan mengggunakan
kondom namun dengan langkah yang lebih persuasive keengganan itu bisa dihilangkan.
Selain itu waria memiliki permasalaahan yang kompleks terutama dalam masalah kesehatan dan kependudukan, sehingga banyak kasus yang menyebabkan
waria malas memeriksa diri kelayanan kesehatan dalam hal ini VCT. Dimana VCT adalah merupakan strategi efektif bagi pencegahan dan perawatan HIVAIDS
Universitas Sumatera Utara
Depkes, 2006 yang terutama ditujukan bagi kelompok risti HIVAIDS dan keluarganya.
Mereka yang menggunakan layanan VCT dalam hal ini waria didalam dirinya ada perasaan kuat tentang nilai, aktifitas seksual, diagnosis dan seringkali mereka
benar-benar menurunkan perilaku yang berisko. Sehingga diharapkan waria mempunyai sikap yang peduli terhadap layanan VCT. Dimana VCT memberi
keuntungan baik bagi waria karena mampu mengurangi kegeslisahan dan meningkatkan persepsi waria tentang faktor risiko terkena infeksi HIVAIDS.
Tetapi masalah yang dijumpai dilapangan adalah masih sedikit waria yang mau melakukan tes HIVAIDS, meskipun telah mendapatkan informasi baik melalui
proses konseling maupun media lainnya, dalam artian masih rendahnya pemanfaatan VCT. Hal ini mungkin dikarenakan banyak waria yang datang kelayanan kesehatan
atau VCT sering menjadi olok-olokan. Dikarenakan penampilan mereka, cara mereka berbicara, yang terasa aneh dan ganjil dimata maasyarakat. Selain itu adanya stigma
yang masih jelas terlihat bahkan kadang stigma datangnya justru dari petugas kesehatan sendiri. Hal itu semua yang menyebabkan waria malas dan enggan datang
keVCT sehingga petugas kesehatan harus jemput bola dengan mendatangi para waria dimana mereka sering mangkal dengan mobile klinik.
VCT merupakan sarana atau program dari Pemerintah dalam usaha mengurangi penularan risiko HIVAIDS dalam rangka penemuan kasus sedini
mungkin. Dengan penambahan layanan VCT dapat diminimalisir pencegahan penularan IMS serta HIVAIDS dan penggunaan kondom pada kelompok tinggi yang
Universitas Sumatera Utara
berisiko. Namun sekarang Pemerintah dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan HIVAIDS
disarankan kepada petugas kesehatan untuk menganjurkan tes pada semua kelompok tinggi yang berisiko.
5.2.3. Tindakan