Pengertian R-SMA-BI

1) Pengertian R-SMA-BI

Sekolah Menengah Atas Bertaraf Internasional (SMA-BI) didefinisikan sebagai “SMA nasional yang menyiapkan peserta didiknya berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia dan standar pendidikan lainnya (baik standar pendidikan yang berasal dari dalam maupun luar negeri) yang mempunyai reputasi secara internasional ” (Depdiknas, 2007a:7). Rintisan Sekolah Menengah Atas Bertaraf Internasional (R-SMA-BI) adalah program yang ditetapkan oleh Direktorat Pembinaan SMA untuk menuju kualitas SMA-BI (Depdiknas, 2007a:8).

Keberhasilan pelaksanaan program R-SMA-BI menjadikan SNP sebagai standar minimal atau indikator kinerja kunci minimal yang harus dipenuhi oleh satuan pendidikan yang meliputi delapan standar yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar penilaian, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan. Dari kedelapan standar tersebut, empat standar harus dinyatakan dalam kurikulum, yaitu standar

commit to user

masuk dalam komponen input guru dan tenaga kependidikan untuk standar pendidikan dan tenaga kependidikan, input sumber daya untuk standar sarana dan prasarana dan pembiayaan dan input kepemimpinan dan manajemen untuk standar pengelolaan.

Sekolah yang ingin berstatus RSBI diharapkan sudah mampu menciptakan pembelajaran yang berakar Indonesia sehingga output yang dihasilkan memiliki jati diri yang kuat dalam persaingan skala global. Oleh karena itu, Standar Nasional Pendidikan (SNP) sangat diperlukan untuk menjamin mutu pendidikan nasional di sekolah berlabel RSBI dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.

Adanya standar pendidikan lain (baik standar pendidikan yang berasal dari dalam maupun luar negeri) yang mempunyai reputasi secara internasional dalam definisi SMA-BI secara sederhana dapat disebut dengan faktor “X”. Faktor ”X” dapat diartikan sebagai indikator tambahan kurikulum RSBI selain SNP yang berasal dari salah satu negara anggota Organizatian for Economic Co-operation and Development (OECD) dan/atau negara maju lainnya. Slamet (2008) dalam Marleny (2009:8) menunjukkan formulasi SBI yang dapat dilihat pada Tabel 2.1:

Tabel 2.1: Formulasi SBI

Satuan Pendidikan

1 = penguatan, pendalaman, pengayaan, perluasan/dan atau

penambahan terhadap SNP

2 = ICT (information communication technology)

3 = Bahasa Asing (Inggris, Cina, Jepang, Arab, Perancis,

commit to user

4 = Budaya lintas bangsa

Berdasarkan formulasi SBI pada tabel 2.1, dapat diketahui bahwa faktor “X” pada R-SMA-BI berupa penyesuaian, penguatan,

pengayaan, pengembangan, perluasan, dan pendalaman atau penambahan terhadap SNP; ICT (information communication technology); Bahasa Asing (Inggris, Cina, Jepang, Arab, Perancis, Jerman, dsb.); dan budaya lintas bangsa. Faktor ”X” sebagai indikator kinerja kunci tambahan, merupakan syarat keberhasilan pelaksanaan program R-SMA-BI. Hal tersebut dapat dilaksanakan melalui dua cara sebagai berikut:

a) Adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP) dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota

OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan.

b) Adopsi, yaitu penambahan unsur-unsur tertentu yang belum ada dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP) dengan

mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan (Somantrie, 2007:12)

Jadi, dapat diartikan bahwa SNP + X adalah delapan unsur pendidikan sebagai indikator kinerja kunci minimal dengan penambahan atau pengayaan atau juga pendalaman/penguatan/perluasan berupa sistem lain sebagai indikator kinerja kunci tambahan yang berstandar internasional dari salah satu anggota OECD dan/atau negara maju lainnya. Maksudnya, sekolah berstandar internasional harus memiliki ciri-ciri keinternasionalan dalam aspek input pendidikan, proses pembelajaran, dan hasil-hasil pendidikannya. Diharapkan output pendidikan dari program sekolah berstandar internasional memilki daya saing yang tinggi, baik secara nasional maupun internasional seperti yang telah dijabarkan dalam tujuan pelaksanaan R-SMA-BI.

commit to user

a) Visi dan Misi SBI

Rintisan SMA-BI adalah tahap awal untuk menuju SMA-BI. Oleh karena itu, dalam melaksanakan programnya perlu mengacu pada visi misi sekolah bertaraf internasional. Dalam Depdiknas (2007a:9) disebutkan tentang visi dan misi SBI. Visi SBI, yaitu terwujudnya insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional sedangkan misi SBI, yaitu mewujudkan manusia Indonesia cerdas dan kompetitif secara internasional, yang mampu bersaing dan berkolaborasi secara global.

b) Filosofi SBI Penyelenggaraan program Sekolah Berstandar Internasional (SBI) didasari oleh 2 filosofi, yaitu filosofi eksistensialisme dan

filosofi esensialisme. Filosofi eksistensialisme berpedoman bahwa pendidikan itu harus mampu menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin (Haryana, 2007:154). Pengoptimalan tersebut dapat dilakukan melalui proses pendidikan yang bermartabat, pro-perubahan yang meliputi pemikiran kreatif, inovatif, dan eksperimentatif, menumbuhkan dan mengembangkan bakat, minat dan kemampuan peserta didik (Haryana, 2007:154). Sedangkan “Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik untuk kebutuhan individu, keluarga dan masyarakat, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub sektornya, baik lokal, nasional, maupun internasional ” (Haryana, 2007:155).

Implikasi dan aktualisasi dari kedua filosofi tersebut, SBI harus mampu melaksanakan empat pilar pendidikan yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, and learning to be. Keempat pilar tersebut memiliki pengertian bahwa,

Pembelajaran tidaklah sekedar memperkenalkan nilai-nilai (learning to know), tetapi juga harus bisa membangkitkan penghayatan dan mendorong menerapkan nilai-nilai tersebut

commit to user

to live together) dan menjadikan peserta didik percaya diri dan menghargai dirinya (learning to be) (Haryana, 2007:155).

Sekolah berstandar internasional diharapkan mampu menyelaraskan praktek pnyelenggaraan proses pembelajaran mulai dari kurikulum, guru, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana, hingga penilaiannya.