Fungsi Evaluasi Program

2) Fungsi Evaluasi Program

Scriven (1967) dalam Satriya (2010:3-4) menyatakan bahwa fungsi evaluasi program adalah sebagai:

a) Fungsi Formatif yaitu evaluasi dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program,

orang, produk, dsb).

b) Fungsi

dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan

suatu

program,

perbaikan program,

pertanggungjawaban,

seleksi,

motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.

c) Fungsi diagnostik yaitu untuk mendiagnostik sebuah program.

commit to user

Kriteria konsep yang harus terpenuhi dalam mengevaluasi suatu kegiatan tertentu menurut Kedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan (2009: 7-8) adalah sebagai berikut:

1) Tujuan yang jelas, dimaksudkan bahwa tujuan evaluasi diharapkan

ditentukan lebih awal, sederhana, dan mudah diukur.

2) Metodologi yang tepat, pemilihan dan penggunaan metodologi disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari pelaksanaan evaluasi.

3) Kehandalan (Reliable), bahwa kehandalan dari suatu proses evaluasi dinilai dari perolehan hasil yang setara untuk berbagai kondisi yang dapat

diperbandingkan. Oleh karena itu, diharapkan faktor-faktor subyektifitas seperti karakteristik individu para reviewer, penafsiran dan penilaian yang tidak berdasar dalam pelaksanaan evaluasi dapat dihilangkan atau paling tidak diminimalisir

4) Transparan, di mana tingkat transparansi evaluasi bergantung pada sejauh mana pihak yang terlibat memahami dengan baik proses pelaksanaannya, termasuk pemahaman mengenai tujuan, alasan maupun hasil yang

diharapkan.

5) Dapat dipercaya (Credible), bahwa tingkat kredibiltas suatu proses evaluasi sangat bergantung pada tingkat validitas hasil proses evaluasi

tersebut. Oleh karena itu, kecermatan dalam mengukur tingkat ketercapaian apakah sudah sesuai sasaran dan indikator yang telah ditetapkan serta keterbukaan ketika menyelenggarakan evaluasi merupakan faktor penting dan perlu diperhatikan.

6) Tingkat komprehensifitas (Comprehensiveness), bahwa tingkat komprehensif dari suatu proses evaluasi sangat bergantung kepada kesesuaian jumlah obyek yang diamati dan kesesuaian jumlah sampel

responden.

7) Efektivitas (Effectiveness), dimaksudkan bahwa efektivitas proses evaluasi yang berkualitas bergantung pada sejauh mana dampak dari

commit to user

berkesinambungan (continuous improvement).

e. Model Evaluasi Program

Kaufman dan Thomas (1980, dalam Arikunto & Jabar, 2009:40), membedakan model evaluasi menjadi delapan, yaitu :

1) Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler

2) Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven

3) Formatif Summatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael Scriven

4) Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake

5) Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake

6) CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada “kapan” evaluasi dilakukan

7) CIPP Evaluation Model, yang dikembangkan oleh Stufflebeam

8) Discrepancy Model, yang dikembangkan oleh Provus

Model-model tersebut meskipun tampak bervariasi, namun maksudnya sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkaitan dengan objek yang dievaluasi dengan tujuan memberikan bahan bagi pengambil keputusan (decision maker) dalam menentukan tindak lanjut program yang dievaluasi tersebut. Masing-masing model memiliki karakteristik tersendiri sehingga memberikan pilihan bagi evaluator model mana yang sesuai dan cocok untuk digunakan dalam mengevaluasi program.

Model yang dipilih oleh peneliti dalam penelitian ini mengacu pada model evaluasi CIPP Evaluation Model, yang dikembangkan oleh Stufflebeam. CIPP menurut Arikunto dan Jabar (2009:45) yang merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu: Context evaluation

: evaluasi terhadap konteks

Input evaluation

: evaluasi terhadap masukan

Process evaluation

: evaluasi terhadap proses

Product evaluation

: evaluasi terhadap hasil

Keempat kata tersebut merupakan sasaran evaluasi dan merupakan komponen yang menyusun sebuah program. Model CIPP berorientasi pada suatu keputusan (a decision oriented evaluation approach structured) yang

commit to user

guru, di dalam membuat keputusan. Jadi dapat dikatakan bahwa model CIPP merupakan model yang berorientasi kepada pemegang keputusan . Menurut Stufflebeam (1993) dalam Widoyoko (2009) mengungkapkan bahwa, “ The CIPP approach is based on the view that the most important purpose of evaluation is not to prove but improve ” (Pratama, 2010:3). Konsep tersebut ditawarkan oleh Stufflebeam dengan pandangan bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan membuktikan, tetapi untuk memperbaiki (Pratama, 2010:3-4).

Berikut ini pembahasan dari keempat aspek dari model CIPP di atas, yaitu :

1) Context Evaluation (Evaluasi Konteks) Arikunto dan Jabar (2009:46) menjelaskan bahwa “Evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan

kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek ”.

Evaluasi konteks merupakan awal evaluasi yang menyangkut kajian tentang lingkungan program yang dievaluasi, termasuk studi tentang kebutuhan siswa dan semua masalah yang berkaitan dengan faktor-faktor yang menunjang atau yang menghambat program. Dalam hal ini, proses pembelajaran di sekolah, baik regular maupun RSBI serta lembaga pendidikan lainnya, sudah barang tentu mampu menunjang dan mengembangkan kualitas pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

2) Input Evaluation (Evaluasi Masukan) Menurut Widoyoko (2009), “Evaluasi masukan membantu

mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapai nya” (Pratama, 2010:5). komponen evaluasi masukan meliputi: (1) sumber daya manusia, (2) sarana dan peralatan pendukung, (3) dana/anggaran, dan (4) berbagai

commit to user

masukan bagi program yang akan dievaluasi (Pratama, 2010:5).

Jika dikaitkan dengan proses pembelajaran sebagai program yang dievaluasi, evaluasi inputs membuka peluang yang besar untuk memperbaiki program yang lama menjadi sebuah solusi kepada perancang proses pembelajaran terutama di sekolah-sekolah termasuk sekolah RSBI. Karena sekolah atau lembaga pendidikan merupakan wadah dalam memperoses inputs yang baik.

3) Process Evaluation (Evaluasi Proses) Evaluasi proses dapat diartikan sebagai suatu proses evaluasi

yang digunakan untuk mendeteksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implementasi (do detect or predict in procedural design or its implementation during implementation stage), menyediakan informasi untuk keputusan program (to provide information for programmed decision), dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi (to maintain a record of the procedure as it occurs) (Pratama, 2010:7). Evaluasi proses meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan dan diterapkan dalam praktek pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki. Sedangkan menurut Arikunto dan Jabar (2009:47), “Evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada “apa” (what ) kegiatan yang dilakukan dalam program, “siapa” (who) orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab program, “kapan” (when) kegiatan akan selesai ”. Dalam model CIPP, evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan didalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana.

Dalam proses pembelajaran, evaluasi proses dilaksanakan untuk menetapkan kecocokan antara yang direncanakan dengan yang betul- betul terjadi, termasuk juga prosedur impementasi, metode dan model, serta kegiatan belajar siswa. Proses pembelajaran yang dilakukan di

commit to user

mencapai keberhasilan. Melalui proses pembelajaran akan muncul mana siswa yang berkualitas dan mana siswa yang perlu diberikan pengayaan dan mana pula yang harus diberikan pelayanan khusus. Proses pembelajaran menjadi kekuatan para pendidik untuk menetapkan, merubah rancangan kegiatan proses pembelajaran dengan berbagai strategi yang tepat sehingga akan menghasilkan siswa-siswa yang berkualitas dan akan melahirkan pemikiran yang berguna terhadap kehidupan masyarakat dan stakeholders.

4) Product Evaluation (Evaluasi Produk/Hasil) Evaluasi produk merupakan penilaian yang dilakukan untuk

melihat ketercapaian atau keberhasilan dari suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam bukunya, Kaufman dan Thomas (1980:117) mengatakan bahwa “Product evaluation occurs during as well as after the program, with the emphasis on the gathering of the information necessary for decisions to be made regarding the program”. Dapat disimpulkan bahwa evaluasi produk terjadi selama dan setelah program, dengan penekanan pada pengumpulan informasi yang diperlukan untuk keputusan yang harus dibuat tentang program. Pada tahap evaluasi inilah seorang evaluator dapat menentukan atau memberikan rekomendasi kepada pelaksana program yang dievaluasi, apakah suatu program dapat dilanjutkan, dikembangkan atau perlu modifikasi, bahkan dihentikan.