Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Perilaku

waktu sekitar 11 jam untuk melakukan aktivitas hariannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Priyanto 1999 dalam Sutrisno 2001 yang menyebutkan bahwa owa jawa dalam melakukan aktivitas hariannya rata-rata menghabiskan waktu dengan kisaran waktu terpendek 11 jam 42 menit 12 detik dan kisaran waktu terpanjang 12 jam 19 menit 25 detik. Aktivitas yang erat kaitannya dengan interaksi individu atau kelompok owa jawa adalah aktivitas sosial. Aktivitas sosial owa jawa meliputi menelisik grooming, bersuara vocalization, reproduksi, dan bermain playing. Salah satu aktivitas sosial yang memiliki fungsi ganda yaitu fungsi kesehatan dan fungsi sosial adalah perilaku menelisik. Menelisik merupakan kegiatan mencari dan mengambil kotoran atau parasit dari permukaan kulit dan rambut, juga merupakan bentuk komunikasi antar inidividu. Perilaku menelisik dapat dilakukan sendiri autogrooming atau berpasangan allogrooming. Hal ini menarik untuk dikaji sehingga dapat diketahui perilaku menelisik owa jawa di alam dalam keseluruhan aktivitas hariannya dan faktor alami yang mempengaruhi perilaku menelisik. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengelolaan populasi dan habitat sehingga kelestarian owa jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS dapat terjaga serta memberikan rujukan dalam pengembangan ekowisata untuk menentukan waktu terbaik pengamatan perilaku menelisik owa jawa di alam.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian adalah : 1. Mendeskripsikan aktivitas harian owa jawa di TNHGS. 2. Mendeskripsikan perilaku menelisik owa jawa di TNGHS. 3. Mendeskripsikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku menelisik.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan informasi dasar mengenai aktivitas harian khususnya perilaku menelisik owa jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS. Informasi dasar ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penyempurnaan pengelolaan populasi dan habitat di TNGHS, serta rujukan dalam pengembangan ekowisata untuk menentukan waktu terbaik pengamatan perilaku menelisik owa jawa di alam. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Owa jawa merupakan mamalia dari ordo Primata. Secara umum, taksonomi owa jawa menurut Napier dan Napier 1967 adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Primata Super Famili : Homonoidae Famili : Hylobatidae Genus : Hylobates Spesies : Hylobates moloch Audebert, 1798 Owa jawa Gambar 1 memiliki nama daerah yaitu oa-oa, owa Jawa, wau- wau kelabu Sunda, dan wau-wau Melayu, serta nama inggris yaitu javan gibbon dan silvery gibbon Maryanto et al. 2007; Supriatna Wahyono 2000. Nama primata ini di Indonesia telah dibakukan dengan nama owa jawa Sutrisno 2001. Gambar 1 Owa jawa Hylobates moloch. Menurut Nowak 1999, genus Hylobates dapat dikelompokkan ke dalam 4 subgenus dan 11 spesies berdasarkan jumlah kromosom yang dimilikinya. Owa Foto : Soojung Ham jawa termasuk subgenus Hylobates Illinger 1811, dengan jumlah kromosom 44. Subgenus Hylobates Illinger 1811 meliputi jenis Hylobates lar white-handed gibbon, H. pileatus capped gibbon, H. agilis dark-handed gibbon, H. moloch silvery gibbon, H. muelleri gray gibbon dan H. klossi kloss’s gibbon.

2.1.2 Morfologi

Genus Hylobates merupakan primata tidak berekor, memiliki kepala kecil dan bulat, hidung tidak menonjol, rahang kecil, rongga dada pendek tetapi lebar, rambut tebal dan halus. Genus Hylobates memiliki telapak tangan dan pergelangan kaki yang panjang, telapak kaki dan pergelangan kakinya hampir dua kali panjang tubuhnya. Hal ini erat kaitannya dengan penggunaan anggota tubuh untuk bergerak atau lokomasi secara arboreal Napier Napier 1967. Owa jawa memiliki warna rambut abu-abu gelap hingga coklat keperakan, dada gelap dengan rambut bagian atas kepala membentuk topi berwarna hitam Maryanto et al. 2008. Muka seluruhnya berwarna hitam, warna rambut putih di sekitar moncong serta sekitar alis dan dagu berwarna gelap untuk beberapa individu Supriatna Wahyono 2000. Sutrisno 2001 juga menambahkan bahwa owa jawa tidak memiliki rambut pada bagian kulit wajahnya. Warna rambut jantan dan betina sedikit berbeda, terutama pada tingkatan umur. Anak yang baru lahir biasanya memiliki corak warna yang lebih cerah. Panjang badan jantan dan betina dewasa sekitar 750 - 800 mm. Berat tubuh jantan berkisar 4.000 - 8.000 g dan betina 4.000 - 7.000 g Supriatna Wahyono 2000. Sedangkan menurut Rowe 1999, berat tubuh owa jawa berkisar 5,7 kg. Berdasarkan ukuran tubuh dan perkembangan perilakunya, Kappeler 1984 membagi owa jawa ke dalam 4 kelas umur, yaitu sebagai berikut : 1. Bayi : 0 - 24 bulan, ukuran tubuh sangat kecil, warna rambut putih krem, masih dibawa dan digendong oleh induk betinanya. 2. Anak-anak : 24 bulan - 4 tahun, individu yang belum tumbuh dengan maksimal, warna bulu mendekati dewasa, sudah tidak digendong induknya, mampu melakukan perjalanan sendiri, cenderung masih dekat dengan induk. 3. Remaja : 4 - 6 tahun, individu dengan perkembangan hampir maksimal, masih tinggal dalam kelompok tetapi lebih sering memisahkan diri, belum matang secara seksual, jarang terlibat aktivitas territorial dan terkadang terisolasi dari anggota kelompok lain. 4. Dewasa : 6 tahun, individu yang telah memiliki ukuran tubuh maksimal, hidup berpasang-pasangan atau soliter dan sudah dapat melakukan aktivitas teritorial.

2.1.3 Populasi dan penyebaran

Estimasi populasi owa jawa di Jawa Barat Ujung Kulon, Gunung Halimun - Salak, Gunung Gede - Pangrango, Gunung Papandayan, Telaga Warna, Gunung Simpang, dan Gunung Tilu dengan luas hutan 1.581 km 2 adalah 2.846 individu sedangkan di Jawa Tengah Dieng Plateu dan Gunung Slamet dengan luas habitat 128,6 km 2 adalah 588 individu Supriatna 2006. Saat ini keberadaan owa jawa semakin berkurang, diperkirakan hanya tersisa antara 2.000 - 4.000 ekor Permenhut 2008. Penyebaran owa jawa meliputi wilayah Gunung Honje, Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Gunung Masigit, Gunung Tampomas, Suaka Margasatwa Gunung Sawal, Gunung Tilu, Gunung Papandayan dan pernah dilaporkan daerah penyebarannya mencapai Gunung Slamet dan Dieng di Jawa Tengah Supriatna Wahyono 2000.

2.1.4 Habitat dan pakan

Kappeler 1984 membagi habitat owa jawa ke dalam zona vegetasi hutan dataran rendah 0 - 500 mdpl, hutan dataran tinggi 500 - 1.000 mdpl, dan hutan sub pegunungan atau pegunungan bawah 1.000 - 1.500 mdpl. Sebagai adaptasi ekologis, owa jawa dapat mendiami habitat hutan campuran dengan ketinggian antara 1.000 - 2.000 mdpl dan topografi bergelombang sampai pegunungan Pasang 1989. Habitatnya juga berada pada hutan primer, hutan sekunder dan hutan hujan tropis dengan ketinggian ≤ 1.500 mdpl Rowe 1999. Sedangkan menurut Supriatna dan Wahyono 2000, owa jawa jarang ditemukan di hutan pada ketinggian lebih dari 1.500 mdpl, karena pada ketinggian tersebut jarang terdapat sumber pakan owa jawa. Menurut Nowak 1999, tidak ditemukannya owa jawa pada daerah yang lebih tinggi kemungkinan disebabkan oleh perubahan vegetasi yang memiliki kekayaan jenis lebih rendah, pohon jarang dengan tajuk yang tidak lebat dan kokoh sehingga akan menyulitkan pergerakan owa jawa sebagai satwa arboreal. Owa jawa mengkonsumsi ± 125 jenis tumbuhan yang berbeda. Bagian tumbuhan yang sering dimakan adalah buah, biji, bunga, dan daun muda. Selain itu mereka juga memakan ulat pohon, rayap, madu, dan beberapa jenis serangga lainnya Supriatna Wahyono 2000. Presentase pakan owa jawa di alam adalah 61 buah, 38 daun, 1 bunga, serangga, ulat bulu, rayap, dan madu Rowe 1999. Bagian tumbuhan yang sering dimakan adalah buah, biji, bunga, dan daun muda Supriatna Wahyono 2000. Menurut Bismark 1991 dalam Prastyono 1999, suku Hylobatidae merupakan satwa frugivorous, karena lebih banyak makan buah-buahan daripada jenis pakan lainnya. Buah lebih banyak mengandung karbohidrat namun kurang kandungan proteinnya, sehingga sebagai tambahan owa jawa memakan daun muda yang banyak mengandung protein.

2.2 Perilaku

Menurut Sutrisno 2001, perilaku harian owa jawa berkaitan satu sama lain. Perilaku harian pada owa jawa antara lain : 1. Bergerak Owa jawa bergerak dengan sistem brankiasi, yaitu berayun dari satu cabang ke cabang lain dengan menggunakan lengannya. Menurut De Vore dan Eimerl 1987 dalam Sutrisno 2001, cara bergerak dengan sistem brankiasi sangat didukung oleh pergelangan tangan, lengan dan bahunya yang khusus sehingga lincah untuk meraih, mencengkram dan mengganti pegangan. Selain bergerak dengan sistem brankiasi, owa jawa juga bergerak secara bipedal, yaitu bergerak di permukaan tanah dengan kedua tungkainya dan mengangkat lengan setinggi-tingginya agar keseimbangan tubuh terjaga dan supaya lengannya tidak terseret tanah. 2. Makan Aktivitas makan terdiri dari kegiatan mencari sumber pakan potensial, pemilihan atau pemetikan, memasukan ke dalam mulut, mengunyah, dan menelan. Kegiatan makan merupakan kegiatan pertama owa jawa setelah aktivitas bersuara. Kelompok owa jawa dapat melakukan kegiatan makan dan bersuara pada pohon yang sama, umumnya jenis Ficus sp. yang sedang berbuah. Owa jawa tidur pada pohon yang berdekatan dengan pohon pakan. Faktor yang menentukan perilaku makan owa jawa, antara lain adalah teknik makan, tempat dan ketinggian, komposisi pakan, bagian yang dimakan, variasi pakan, jumlah pakan, dan pola pergerakan Bismark 1984. 3. Istirahat Istirahat merupakan kegiatan di luar periode aktif dalam aktivitas harian satwa. Owa jawa memiliki pohon tidur tertentu untuk beristirahat dalam daerah jelajahnya. Pohon tersebut merupakan titik awal dan akhir dari seluruh aktivitas hariannya Keppeler 1981 dalam Sutrisno 2001. Pohon tidur yang biasanya dipilih owa jawa adalah pohon yang memiliki tajuk besar mulai lapisan tengah sampai lapisan atas pohon. Biasanya pohon tersebut merupakan pohon dominan dengan ketinggian lebih dari 34 meter Ladjar 1995 dalam Sutrisno 2001. 4. Perilaku sosial Beberapa perilaku sosial owa jawa adalah vocalization bersuara, playing bermain, dan grooming berkutu-kutuan. Perilaku bersuara owa jawa ditunjukan dengan suara nyanyian sebelum memulai aktivitas pada pagi hari untuk memberitahukan keberadaan dan tanda pada keluarga owa jawa lainnya bahwa daerah tersebut merupakan daerah terirorialnya. Terdapat empat jenis suara yaitu suara betina untuk menandakan teritorialnya, suara jantan saat berjumpa dengan kelompok lain, suara yang dikeluarkan bersama antar keluarga saat terjadi konflik, dan suara dari anggota keluarga sebagai tanda bahaya Supriatna Wahyono 2000. Perilaku main ditunjukan oleh individu muda sebagai bagian dari aktivitas hariannya Ladjar 1995 dalam Sutrisno 2001. Menurut DeVore dan Eimerl 1987 dalam Sutrisno 2001, perilaku berkutu-kutuan merupakan suatu sarana yang sangat berguna untuk menjalin hubungan sosial antara anggota kelompok dan tujuan lainnya.

2.3 Aktivitas Harian