sen dari keseluruhan responden sebagai pengangguran. Terdapat 33,3 per sen dari keseluruhan responden tidak mempunyai modal. Terdapat 8,8 per sen dari keseluruhan
responden yang mempunyai rumah dengan atap bocor. Terdapat 3,3 per sen dari keseluruhan responden yang mempunyai rumah dengan dinding bilik daging. Terdapat
5,5 per sen dari keseluruhan responden yang mempunyai rumah dengan lantai plester. Tidak terdapat responden yang mempunyai rumah dengan tidak mempunyai meter
KWH. Bila dikategorikan menurut kemiskinan absolut berdasarkan indikator lokal,
ternyata tidak terdapat responden yang dikatakan miskin menurut hasil kriteria kemiskinan yang disepakati bersama oleh masyarakat Desa Cadasngampar. Keterangan
lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Variabel Kemiskinan Rumah
tangga Berdasarkan Indikator Lokal
No. Variabel Kemiskinan
Total Persentase
1. Tanggungan minimal 4 orang
58 64.5
2. Pendidikan maksimal SD
49 54.4
3. Tidak punya
modal 30
33.3 4.
Tidak mempunyai keterampilan 28
31.1 5.
Penghasilan maksimal Rp.500.00,- per bulan 24
28.6 6.
Kerja serabutanburuh kasar 9
10.0 7. Pengangguran
6 6.7
8. Rumah tidak layak huni:
a. Atap bocor
8 8.8
b. Lantai plester
5 5.5
c. Dinding bilik daging
3 3.3
d. Tidak punya meter KWH
0.0
Berdasarkan Tabel 14 Persentase terbanyak adalah keluarga yang memiliki tanggungan minimal 4 orang yaitu sebayak 64,5 per sen. Hasil penelitian
mengidikasikan bahwa seluruh responden dalam kegiatan PNPM-M Perkotaan tidak tergolong kedalam rumah tangga miskin, yang sebenarnya menjadi sasaran utama dalam
setiap kegiatan PNPM-M Perkotaan.
6.2. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang lebih banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan dimana seseorang atau keluarga itu tinggal. Sehingga walaupun
seseorang atau keluarga itu pendapatannya dapat memmenuhi kebutuhan dasar minimumnya, tetapi tergolong orang-orang yang berpendapatan lebih rendah
dibandingkan dengan keadaaan masyarakat di lingkungannya dan masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat di luar lingkungannya, maka
seseorang atau keluarga tersebut berada dalam keadaan miskin. Berdasarkan hasil penelitian terdapat sebanyak 65,6 per sen yang dikategorikan sebagai rumah tangga
miskin dan terdapat sebanyak 34,4 per sen yang dikategorikan sebagai rumah tangga non miskin, seperti pada Tabel 14.
Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Kemiskinan Relatif
Status Sosial Total
Persentase
Miskin 59 65.6
Non Miskin 31
34.4
Total 90 100.0
Jumlah rumah tangga miskin menurut kemiskinan relatif sangat berbeda jauh dibandingkan kemiskinan absolut menurut indikator nasional dan lokal. Hal ini
disebabkan komponen yang dibandingkan tidak hanya dalam segi ekonomi atau
pendapatan saja tetapi juga dari nilai kepuasan psikologis dan sosial. Suatu kelemahan
dari konsep kemiskinan relatif ini bahwa kemiskinan itu akan selalu berada di antara kita dan setiap waktu akan selalu terdapat sejumlah per sen dari jumlah penduduk yang
dikategorikan kelompok miskin.
6.3. Ketepatan Sasaran dalam PNPM-M Perkotaan
Melihat latar belakang PNPM-M Perkotaan yang tercipta untuk menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan dan menuju pada salah satu prinsip PNPM-M
Perkotaan yang berorientasi pada masyarakat miskin, dimana semua kegaiatan yang dilaksanakan mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan
kelompok masyarakat yang kurang beruntung. Tetapi tidak demikian dengan hasil penelitian dilapangan. Jika peneliti menggunakan kemiskinan absolut berdasarkan
indikator nasional dari 14 kriteria rumah tangga miskin BPS, maka hanya ditemukan sebanyak 1,1 per sen yang berstatus sebagai rumah tangga miskin. Jika peneliti
menggunakan kemiskinan absolut berdasarkan indikator lokal dari 8 kriteria rumah tangga miskin menurut kesepakatan masyarakat Desa Cadasngampar, maka tidak
ditemukan responden yang termasuk ke dalam kategori rumah tangga miskin. Sedangkan kemiskinan relatif sebanyak 65,6 per sen tergolong sebagai rumah tangga
miskin. Karena setiap indivu penerima kegiatan PNPM-M Perkotaan ‘mengkategorikan’
dirinya miskin dalam derajat yang berbeda-beda, dimana derajat ketepatan sasarannya juga berbeda-beda pula bagi setiap individu.
Maka dapat dikatakan bahwa kegiatan PNPM-M Perkotaan kurang tepat atau salah sasaran. Dibutuhkan kerjasama antara Faskel yang bertanggungjawab
mendampingi desa Cadasngampar dengan BKM yang telah ada didalamnya, untuk menjadikan kegiatan PNPM-M Perkotaan yang dilakukan memang 100 per sen
masyarakat miskinnya menjadi sasaran utama. Fakta lain yang peneliti temukan dilapangan, untuk aspek lingkungan memang
tidak bisa hanya difokuskan kepada warga miskin, karena jalan adalah milik umum dan penggunanya adalah seluruh warga Desa Cadasngampar, tetapi memang diperuntukkan
agar miskin khususnya dapat bermobilsasi yang dapat meningkatkan pendapatannya. Tetapi pada aspek ekonomi dan sosial, terdapat ketidaksesuaian sasaran, dan
kecurangan dari warga. Karena yang peneliti amati terdapat beberapa warga yang mengaku miskin yang menjadi syarat utama kegiatan agar dapat meminjam dana
bergulir maupun mengikuti kegiatan menjahit.
6.4. Tingkat Partisipasi Masyarakat