BAB VI HUBUNGAN TINGKAT KEMISKINAN TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI
DALAM PNPM-M PERKOTAAN
6.1. Kemiskinan Absolut
Kemiskinan adalah fenomena sosial yang kompleks, berdimensi majemuk, dan tidak mudah untuk dijabarkan dengan sebuah penjelasan definitif. Lembaga-lembaga
yang berkepentingan untuk hal ini seperti Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik menjelaskan kemiskinan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar kebutuhan
hidup tertentu. Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang diukur dengan memperbandingkan tingkat pendapatan orang atau keluarga dengan tingkat pendapatan
yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasar minimum. Dan sesorang atau keluarga itu dikatakan miskin jika pendapatannya kurang dari atau tidak mencapai
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang atau keluarga hidup secara layak.
6.1.1. Kemiskinan Absolut Menurut Indikator Nasional
Penelitian untuk kemiskinan absolut menurut indikator nasional dilakukan dengan kriteria 14 variabel kemiskinan BPS dan diwakili 90 responden di Desa
Cadasngampar Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor sebelum dan sesudah PNPM-M Perkotaan. Hasil yang peneliti lakukan, tidak terdapat responden yang memiliki luas
lantai bangunan tempat tinggalnya kurang dari delapan m
2
per orang. Terdapat 43,3 per sen dari keseluruh responden yang jenis lantai bangunan tempat tinggalnya terbuat dari
tanahbambukayu murahan. Hanya terdapat 3,3 per sen dari keseluruhan responden yang jenis dinding bangunan tempat tinggalnya dari bamburumbaikayu kualitas
rendahtembok tanpa plester. Terdapat 15,6 per sen dari keseluruhan responden yang fasilitas buang air besarnya tidak adamenumpang rumah lainatau secara bersama.
Tidak terdapat satu pun responden yang sumber penerangan rumah tangganya bukan listrik. Terdapat 96,6 per sen dari keseluruhan responden menggunakan sumber air dari
sumurmata air, serta hanya terdapat 12,2 per sen yang bahan bakar untuk memasaknya memakai kayu bakar.
Selain itu juga terdapat 30,0 per sen dari keseluruhan responden yang konsumsi dagingayamsusu per minggunya satu kali dalm seminggu. Terdapat 51,1 per sen dari
keseluruhan responden yang hanya membeli satu stel pakaian dalam setahun. Terdapat 58,9 per sen dari keseluruhan responden yang frekuensi makan dalam satu hari hanya
sanggup satudua kali. Tidak terdapat satu pun responden yang tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmaspoliklinik. Terdapat 41,6 per sen dari keseluruhan
responden yang sumber penghasilan kepala keluarga keluarga adalah petani dengan luas lahan 500 m
2
, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp600.000,- per bulan. Terdapat 54,5
per sen dari keseluruhan responden pendidikan tertinggi kepala keluarganya adalan tidak bersekolah atau hanya sampai SD. Serta terdapat 26,7 per sen dari keseluruhan
responden tidak memiliki tabunganbarang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp500.000,- seperti sepeda motor kreditnon-kredit, emas, ternak, kapal motor, atau
barang modal lainnya. Hanya terdapat 1,1 per sen dari keseluruhan responden yang dikatakan miskin
bila dikategorikan menurut 14 kriteria rumah tangga miskin menurut BPS, dengan mengambil minimal 9 variabel didalamnya. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada
Tabel 10.
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Variabel Kemiskinan Rumah
tangga Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan PNPM-M Perkotaan Berdasarkan Indikator Nasional
No.
Variabel Kemiskinan Karakteristik Kemiskinan
Total Persentase
1. Sumber
air minum
Sumurmata air tidak terlindungsungaiair hujan
87 96.6 2. Frekuensi
makan dalam
sehari Satu kali atau dua kali sehari
53 58.9
3. Pendidikan tertinggi
kepala rumah tangga Tidak sekolahtidak tamat
SDhanya tamatan SD 49 54.5
4. Pembelian pakaian baru setiap anggota rumah
tangga setiap tahun Tidak pernah membelisatu
stel 46 51.1
5. Jenis lantai bangunan tempat tinggal
Tanahbambukayu murahan 39
43.3 6. Lapangan
pekerjaan utama kepala rumah
tangga petani dengan luas lahan 500
m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan,
dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah
Rp. 600.000,- per bulan 35 41.6
7. Konsumsi dagingayamsusu per
mingu Satu kali dalam seminggu
27 30.0
8. Kepemilikan asetharta berggerak maupun tidak
bergerak Tidak memiliki
tabunganbarang yang mudah dijual dengan nilai minimal
Rp. 500.000,- Lima Rus Ribu Rupiah, seperti sepeda motor
kreditnon-kredit, emas, ternak, kapal motor, atau
barang modal lainnya. 24 26.7
9. Fasilitas tempat buang air
besar Tidak
adabersamamenumpang di rumah lain
14 15.6 10.
Bahan bakar untuk memasak
Kayu bakararangminyak tanah
11 12.2 11. Jenis dinding bangunan
tempat tinggal Bamburumbaikayu kualitas
rendahtembok tanpa plester 3 3.3
12. Sumber penerangan
rumah tangga Bukan listrik
13. Luas lantai bangunan tempat tinggal
Kurang dari delapan m
2
per orang
0 0 14. Kemampuan membayar
untuk berobat ke puskesmas poliklinik
Tidak mampu membayar
Tabel 10 menunjukkan bahwa karakteristik kemiskinan yang paling dominan di Desa Cadasngampar adalah sumber air minum warga berupa sumurmata air tidak
terlindung yaitu sebanyak 96,6 per sen yang mereka jadikan sebagai sumber utama
untuk memperoleh air. Serta tidak terdapatnya perbedaan atau perubahan dari 14 variabel tersebut sebelum maupun sesudah pelaksanaan kegiatan PNPM-M Perkotaan.
Fakta yang peneliti temukan dilapangan, hasil dari kriteria kemiskinan dengan kehidupan yang dijalani responden sangat berbeda jauh. Sebagian besar warga Desa
Cadasngampar pada umumnya lebih mengutamakan perlindungan untuk tempat tinggal daripada kebutuhan pangan. Jadi ketika menentukan rumah tangga mana yang termasuk
miskin, sebagian besar langsung ditetapkan sebagai non miskin karena dari bangunan tempat tinggal saja sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai rumah tangga miskin
seperti yang ditetapkan oleh BPS. Hal ini diperkuat oleh pernyataan salah seorang responden.
”warga sini yang penting punya rumah milik sendiri dulu, baru mikir makan dan lain-lainnya, ibarat luarnya bagus tetapi belum
tentu didalamnya” Rhn, 35 thn
Pernyataan ini juga ditambah kan oleh seorang responden lainnnya: ”Saya yang penting punya motor buat anak pergi kesekolah, biar
pun motor kredit asal anak saya bisa kesekolah, walaupun makannya cuma tahu tempe”
AAG, 47 thn
Gambar 8. Tingkat Kemiskinan Menurut BPS Berdasarkan 9 Indikator Kriteria
Warga Miskin
2 4
6 8
10 12
14 16
18 20
1 2
3 4
5 6
7 8
9 1.1
12.2 12.2
14.4 17.8
18.9
4.4 5.6
12.2
1.1
P e
r s
e n
t a
s e
9 dari 14 indikator rumahtangga miskin
Lebih dari 30 per sen rumah tangga responden hanya mencapai 4 sampai 5 variabel sebagai rumah tangga miskin, sehingga banyak rumah tangga yang tidak
tergolong sebagai rumah tangga miskin yang megharuskan pencapaian minimal 9 variabel. Jadi, peneliti berpendapat bahwa BPS memasang patokan yang rendah untuk
menentukan rumah tangga miskin seperti di Desa Cadasngampar, sehingga perlu dilakukan pembenahan kriteria kemiskinan menurut wilayahnya masing-masing yang
dapat mewakili kemiskinan masyarakat yang sebenarnya. Ke-14 kriteria ini sudah tidak relevan, tidak sanggup lagi menangkap realitas kemiskinan yang sebenarnya. Karena
harus diakui, bahwa tingkat kebutuhan dan konsumsi masyarakat akan terus meningkat, terutama karena perkembangan ekonomi. Jika dulu, misalnya, TV dianggap barang
mewah dan langka, maka sekarang setiap keluarga sudah hampir punya TV. Status kepemilikan bangunan tempat tinggal dikategorikan menjadi enam
kategori, yaitu milik sendiri, kontrak, sewa, bebas sewa, rumah dinas, dan rumah milik orang tua.
Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Tempat
Tinggal dan Aspek Kegiatan PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, 2011
Status Kepemilikan
Tempat Tinggal
Aspek Kegiatan Total Persentase
Lingkungan Ekonomi Sosial
Milik sendiri 24
23 17
64 71.1
Milik orang tua 6
7 13
26 28.9
Kontrak Sewa
Bebas sewa Dinas
Total 30 30 30
90 100.0
Sebagian besar warga yang tinggal dilokasi penelitian memiliki bangunan tempat tinggal milik sendiri, hal ini terbukti sebanyak 71,1 per sen responden
mempunyai bangunan milik sendiri, tidak ada yang mengontrak atau bangunan sewa maupun bebas sewa juga rumah dinas. Bangunan milik sendiri didominasi oleh
responden pada kegiatan lingkungan dan ekonomi. Sedangkan, sebagian kecil responden lainnya yaitu sebanyak 28,9 per sen yang baru menikah maupun yang belum
menikah, masih menumpang dirumah milik orang tuanya atau sanak keluarga yang lain, hal ini ditunjukkan sebanyak 13 responden pada kegiatan sosial masih menumpang
dirumah milik orang tua.
Jumlah anggota keluarga adalah semua orang yang berada dalam satu dapur, diukur dari jumlah penghuni yang tinggal di dalam rumah. Dalam penelitian ini sebaran
jumlah anggota keluarga responden yang tinggal dalam satu rumah antara 2 sampai 9 orang. Kemudian jumlah anggota keluarga dirata-ratakan lalu dikategorikan kedalam
golongan keluarga kecil bila ≤4 orang dan keluarga besar bila 4. Hasil penggolongan
keluarga dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga
dan Aspek Kegiatan PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat, 2011
Jumlah Anggota
Keluarga Aspek Kegiatan
Total Persentase
Lingkungan Ekonomi Sosial
≤4 20 19
19 58
64.5 4 10
11 11
32 35.5
Total 30 30 30 90
100.0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 64,5 per sen responden termasuk ke dalam keluarga kecil, sedangkan sebanyak 35,5 per sen lainnya termasuk kedalam
keluarga besar.
6.1.2. Kemiskinan Absolut Menurut Indikator Lokal