Partisipasi Masyarakat Tinjauan Pustaka

Penanggulangan kemiskinan di Indonesia dinyatakan Yudhoyono dan Harniati 2004, secara garis besar dilakukan melalui pendekatan community development dan social safety net with community based approach . Pemerintah mengimplementasikan berbagai program berikut village infrastructure program, urban poverty program, integrate movement for poverty eradication, and community recovery program, sedangkan dalam social safety net terdapat program-program yaitu food security, social protection, education, social protection, health, and income generation including community empowerment fund .

2.1.2. Partisipasi Masyarakat

Menurut Horton 1987 menyatakan pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial, dan transformasi budaya. Proses ini pada akhirnya dapat menciptakan pembangunan yang lebih berpusat pada rakyat. Partisipasi masyarakat merupakan sarana yang efektif untuk menjangkau masyarakat miskin melalui upaya pembangkitan semangat hidup untuk dapat menolong diri sendiri. Partisipasi masyarakat merupakan bentuk keberdayaan masyarakat yang diwujudkan dalam keterlibatan mental dan emosional orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan kelompok. Mubyarto 1994 mengartikan partisipasi sebagai ketersediaan membentuk berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan diri sendiri. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan berarti masyarakat sebagai pemeran utama mulai dari perencanaan, pengelolaan sampai pada pengawasan dan evaluasi, sehingga pada akhirnya masyarakat merasa memiliki terhadap berbagai program pembangunan yang dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat. Dalam kaitannya dengan hal ini, para praktisi pembangunan berposisi sebagai pihak yang memfasilitasi upaya peningkatan aksesibilitas terhadap sumber-sumber lokal Hikmat 2001. Melalui pendekatan partisipatif ini idealnya masyarakat dapat memiliki pengaruh dan kontrol terhadap berbagai inisiatif pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya yang akan mempengaruhi kehidupan dan lingkungannya. Pada kenyataannya, partisipasi itu bertingkat ladder of participation dengan tingkatan paling rendah adalah bila masyarakat sama sekali tidak berpartisipasi non partisipatism. Sedangkan tingkatan paling tinggi adalah bila masyarakat yang memegang kendali kekuasaan membuat keputusan-keputusan Arstein 1969. Ketika masyarakat merasakan bahwa partisipasi mereka bermakna, maka mereka akan berpartisipasi sepenuhnya, yang akan dapat meningkatkan relevansi dan efektifitas upaya pembangunan, hal ini lah yang melatarbelakangi pemikiran Tyas dkk 2008. Delapan tingkat anak tangga partisipasi yang diutarakan oleh Arstein terbagi dalam tiga kategori non participation, tokenism penghargaan, dan terakhir kekuasaan masyarakat citizen power. Dalam tingkat tertinggi yaitu citizen control masyarakat mengontrol dalam artian sesungguhnya yaitu menjamin aspirasi mereka itu dituangkan tertulis dan dilaksanakan dengan baik Gambar 1. Tingkatan partisipasi menurut Arstein dapat diterangkan sebagai berikut: 1. Pasifmanipulatif, yakni partisipasi yang tidak perlu menuntut respon partisipan untuk terlibat banyak. Pengelola program akan meminta anggota komunitas untuk mengikuti program yang sudah diselenggarakan tanpa melihat maksud dan tujuan si anggota dalam keikutsertaan program. Pada tingkat partisipasi ini bisa diartikan relatif tidak ada komunikasi apalagi dialog. Citizen Control Delegated Partnership Placation Consultation Informing Theraphy Manipulation Sumber: Arstein 1969 Gambar 1. Tingkatan Partisipasi Arstein Nonparticipation Citizen Power Tokenism 1 2 3 4 5 6 7 8 2. Terapi therapy, yakni partisipasi yang melibatkan anggota komunitas lokal dan anggota komunitas lokal memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan tetapi jawaban anggota komunitas tidak memberikan pengaruh terhadap kebijakan dan tidak ada pengaruh dalam mempengaruhi keadaan. Merupakan kegiatan dengar pendapat dengan mengumpulkan beberapa penduduk desa untuk saling tanya jawab dengan penyelenggara program sedangkan pendapat dari penduduk lokal sama sekali tidak dapat mempengaruhi program yang sedang berjalan. Pada level ini telah ada komunikasi namun bersifat terbatas. Inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu arah. Tingkatan ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai derajat tokenisme dimana peran serta masyarakat diberikan kesempatan untuk berpendapat dan didengar pendapatnya, tapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. Peran serta pada jenjang ini memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk menghasilkan perubahan dalam masyarakat. 3. Pemberitahuan informing adalah kegiatan yang dilakukan oleh instansi penyelenggara program sekedar melakukan pemberitahuan searah atau sosialisasi ke komunitas sasaran program. Pada jenjang ini komunikasi sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat satu arah dan tidak ada sarana timbal balik. Informasi telah diberikan kepada masyarakat tetapi masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tanggapan balik feed back. 4. Konsultasi consultation, anggota komunitas diberikan pendampingan dan konsultasi dari semua pihak pemerintah, perusahaan dan instansi lain terkait sehingga pandangan-pandangan diberitahukan dan tetap dilibatkan dalam penentuan keputusan. Model ini memberikan kesempatan dan hak kepada wakil dari penduduk lokal misalnya pemuka adat, agama, aparat desa untuk menyampaikan pandangannya terhadap wilayahnya sistem perwakilan. Komunikasi telah bersifat dua arah, tapi masih bersifat partisipasi yang ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi, telah ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan bahwa aspirasi masyarakat akan didengarkan, tapi belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi. 5. Penenangan placation, komunikasi telah berjalan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan usulan kegiatan. Namun pemerintahinstansi penyelenggara program tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan tersebut. Pada tahap ini pula diperkenalkan adanya suatu bentuk partisipasi dengan materi, artinya anggota komunitas atau diberikan insentif tertentu untuk kepentingan perusahaan atau pemerintah, ataupun instansi terkait. Atau hanya beberapa tokoh di komunitas yang mendapat insentif, sehingga tidak mewakilkan komunitas secara keseluruhan. Hal ini dilakukan agar warga yang telah mendapat insetif segan untuk menentang program. Tiga tingkatan teratas dikategorikan sebagai bentuk yang sesungguhnya dari partisipasi dimana masyarakat memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan. 6. Kemitraan partnership atau partisipasi fungsional di mana semua pihak mewujudkan keputusan bersama pemerintah perusahaaninstansi, dan komunitas. Suatu bentuk partisipasi yang melibatkan tokoh komunitas dan atau ditambah lagi oleh warga komunitas, “duduk berdampingan” dengan aparat pemerintahan serta perusahaaninstansi terkait serta perusahaan secara bersama-sama merancang sebuah program yang akan diterapkan pada komunitas. 7. Pendelegasian wewenang delegated power, suatu bentuk partisipasi yang aktif di mana anggota komunitas melakukan perencanaan, implementasi, dan monitoring. Anggota komunitas diberikan kekuasaan untuk melaksanakan sebuah program dengan cara ikut memberikan proposal bagi pelaksanaan program bahkan pengutamaan pembuatan proposal oleh komunitas yang bersangkutan dengan program itu sendiri. 8. Pengawasan oleh komunitas citizen control, dalam bentuk ini sudah diadakan kegiatan untuk melihat apakah pelaksanaan pemberdayaan sesuai dengan yang direncanakan, sejak input sampai proses pelaksanaan, oleh komunitas lokal terhadap pemerintah dan perusahaaninstansi penyelenggara program. Dalam tingkatan partisipasi ini, masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiatan untuk kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama, dan tanpa campur tangan pemerintahpihak penyelenggara program. Ife dan Tesoriero 2008, menyatakan ada beberapa kondisi yang mendorong partisipasi, kondisi-kondisi tersebut adalah sebagai berikut: 1 Orang akan berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau aktivitas tersebut penting. Cara ini akan lebih efektif apabila rakyat sendiri telah mampu menentukan isu atau aksi, bukan berasal dari perintah orang luar, 2 Orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membawa perubahan, 3 Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai, 4 Orang harus bisa berpartisipasi, dan tentunya didukung dalam partisipasinya, 5 Struktur dan proses tidak boleh mengucilkan, sebagai contoh pembuatan keputusan yang sering mengucilkan mereka yang tidak bisa “berpikir cepat”, tidak ingin menginterupsi, kurang percaya diri dan tidak memiliki kemahiran berbicara.

2.1.3. Pemberdayaan Masyarakat dan ” Community-Driven Development”

Dokumen yang terkait

“Efektivitas Pelaksanaan Pembangunan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM –MP) Di Desa Hutapadang Kota Padangsidimpuan Hutaimbaru

1 83 111

Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan (studi kasus : Pinjaman Bergulir di Kelurahan Bantan Kecamatan Tembung)

4 79 75

Analisis Dampak Program Pnpm Mandiri Perkotaan Bidang Infrastruktur Terhadap Pendapatan Masyarakat Di Kota Tebing Tinggi

0 35 104

Efektifitas Pelaksanaan Program Pinjaman Bergulir (PNPM Mandiri Perkotaan) di Kelurahan Karang Berombak Kecamatan Medan Barat Kota Medan

0 27 245

Pengaruh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) mandiri Pedesaan terhadap Pembangunan Desa di desa Suka Damai.

12 108 132

Pengaruh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat –Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (PNPM-P2KP) Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kelurahan Sidikalang Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi

1 51 128

Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Nasional (PNPM) Mandiri Perdesaan (Studi Deskriftif di Kelurahan Aek Simotung, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara)

0 62 148

Partisipasi Masyarakat Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP)Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

4 84 264

Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MP) (Studi Kasus di Desa Sitio II Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 46 125

Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Desa Dolok Hataran Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun

0 55 76