Rumahtangga sebagai Basis Ekonomi Petani

12 Tabel 2.1. Dimensi Konseptual untuk memahami Petani peasant Dimensi Minimalist Anthro- pologi Ekonomi Moral Marxian Weberian 1 Pengolah tanah pedesaan √ √ √ √ √ 2 Komunitas petani dengan budaya yang khas √ √ √ 3 Komunitas tersub-ordinasi √ √ √ 4 Penguasapemilik lahan √ √ Banyaknya kajian Sangat banyak Banyak Sedang Sedang Sangat sedikit Contoh Popkin 1979 Lichbach 1994 Bates 1984, 1988 Teori pilihan rasional lainnya Redfield 1955 Kroeber 1948 Banfield 1958 Scott 1976 Magagna 1991 Kerkvliet 1977 Wolf 1967 Paige 1975 Moore 1966 Shanin 1982 untuk sementara konseptualisasinya Wolf dimasukkan dalam kelompok Marxian, walaupun terkadang argument theoriticalnya masuk dalam kelompok ekonomi moral Sumber: dikutip dari Kurtz 2000:96 Kelompok Minimalis memandang petani sebagai pengolah tanah di pedesaan rural cultivator, dimana mereka berpegang kuat pada teori pilihan rasional. Petani dianggap tidak berbeda dari perilaku ekonomi lainnya. Anthropologi menambahkan satu dimensi penting lainnya yaitu komunitas petani yang bercirikan perilaku budaya yang khas sehingga berbeda dari pola budaya urban. Kelompok ekonomi moral menambahkan satu dimensi lagi yaitu petani merupakan komunitas yang tersubordinasi kuat oleh kekuasaan dari luar. Selain sebagai rural cultivator, komunitas tersubordinasi, kelompok Marxian menambahkan satu aspek penting yaitu dimensi penguasaanpemilikan lahan yang diolah petani. Sedangkan kelompok Weberian mengacu keempat dimensi tersebut

2.1.2.2. Rumahtangga sebagai Basis Ekonomi Petani

Banyak para ilmuwan yang berusaha memahami konsep petani berdasarkan pengalaman empirisnya. Salah satu ciri penting dari petani adalah basis ekonominya adalah rumahtangga. Sahlin yang dikutip Wolf 1983:3-4 menyatakan bahwa di dalam perekonomian-perekonomian primitive, bagian terbesar dari hasil produksi dimaksudkan untuk digunakan oleh penghasil- penghasilnya sendiri atau untuk menunaikan kwajiban-kwajiban kekerabatan, dan bukan untuk dipertukarkan dengan tujuan memperoleh keuntungan. Akibatnya 13 adalah bahwa penguasaan de facto atas sarana-sarana produksi di dalam masyarakat primitive terdesentralisasi, bersifat local dan kekeluargaan. Redfield 1985 mendefinisikan petani sebagai produsen pertanian dengan skala kecil, peralatannya sederhana, dan tenaga kerja berasal dari keluarga, produk utama yang dihasilkan sebagian besar untuk konsumsi sendiri, dan untuk memenuhi kwajiban-kwajiban kepada kekuatan ekonomi dan politik. Petani merupakan masyarakat dengan nilai setengah desa setengah kota. Ada proses reinterpretasi dan reintegrasi dengan elemen-elemen yang dipandang lebih tinggi dari mereka kota-“tradisi agung”. Ellis 1993 petani adalah rumahtangga yang sumber nafkahnya utamanya berasal dari pertanian, tenaga kerja utama produksi pertaniannya dari keluarga, dan berhubungan dengan pasar secara tidak sempurna. Mendasarkan diri pada penelitiannya di masyarakat nelayan Malaysia, Firth 1966 mendefinisikan petani sebagai sebuah sistem produksi skala kecil dengan teknologi sederhana untuk pemenuhan kebutuhan pangan sendiri dengan basis ekonomi pada rumahtangga. Chayanov 1986 mengambarkan ekonomi rumah tangga petani dengan houseshold utility maximization dimana adanya upaya memaksimalkan potensi ekonomi rumah tangga melalui tenaga kerja rumah tangga tanpa bayar, dan memaksimalkan fungsi lahan pertanian yang sempit. Ekonomi usaha tani petani adalah berbasis pada perekonomian keluarga family economy sehingga semua keluarga tani lebih mudah berhubungan dengan tanah untuk dikerjakan. Seluruh organisasinya ditentukan oleh ukuran dan komposisi keluarga petani itu dan oleh tuntutan-tuntutan konsumsinya dengan jumlah tangan yang bekerja. Usahatani keluarga tidak bersifat profit maximation, melainkan membangun dan menjaga keseimbangan “consumer-labour ratio” CL. Apabila kebutuhan konsumsi rumahtangga tidak tercukupi dengan luasan lahan yang ada, maka mereka akan mengolah tanah lebih intensif menambah jumlah jam kerja. Hasil pertanian hanya digunakan untuk konsumsi keluarga dan kalau dijual harga ditentukan oleh pasar. Wolf 1983:19-20 melihat kaum tani dengan cara yang berbeda. Wolf melihat bahwa kaum tani adalah suatu kelompok masyarakat yang secara terpaksa 14 mempertahankan suatu keseimbangan antara tuntutan-tuntutan orang-orang luar dan akan mengalami ketegangan-ketegangan yang ditimbulkan oleh perjuangan untuk mempertahankan keseimbangan itu. Orang luar pertama-tama memandang petani pedesaan sebagai suatu sumber tenaga kerja dan barang yang dapat menambah dana kekuasaannya fund of power. Akan tetapi petani adalah juga pelaku ekonomi economic agent dan kepala rumahtangga. Tanahnya adalah satu unit ekonomi dan rumahtangga. Secara lebih rinci, Shanin 1966 mencirikan petani dengan beberapa karakteristik, yaitu: 1 Ciri-ciri ekonomi petani ditentukan oleh keterkaitan petani dengan lahan dan karakteristik produksi pertanian yang khas; 2 usahatani keluarga adalah unit dasar dari kepemilikan petani, produksi, konsumsi, dan kehidupan social; 3 dalam kegiatan ekonomi usahatani, tidak terlalu memperhatikan spesialisasi kerja; 4 budaya tradisional petani sangat berkaitan dengan kehidupan masyarakat desa; dan 5 didominasi oleh pihak luar melalui: land-tenure, penyalahgunaan dalam kekuatan pasar. Berdasarkan berbagai pemikiran beberapa ahli Wolf, 1983; Redfield, 1985; Chayanov, 1986; Ellis, 1993; dan Shanin,1966 memiliki pandangan yang sama bahwa basis ekonomi petani adalah pada level rumahtangga. Ortiz dalam Carrier 2005 menyatakan bahwa pada masyarakat non-Barat basis sumberdaya dikelola pada unit rumahtangga dan komunitas yang berbasis kekerabatan. Keputusan dalam kegiatan produksi dan investasi lebih cenderung dilakukan oleh rumahtangga dibandingkan pada level individu.

2.1.3. Strategi Nafkah Rumahtangga: Sebuah Tinjauan Konseptual

Dokumen yang terkait

Perubahan Desa Menjadi Kota (Studi Deskriptif di Desa Tembung, Kecamatan Percut SeiTuan, Kabupaten Deli Serdang)

22 218 93

STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI MISKIN DI DESA SUKORAHAYU KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

0 16 9

Strategi Nafkah Rumahtangga Nelayan (Studi Kasus di Dua Desa Nelayan Tangkap Kabupaten Lamongan Jawa Timur)

0 6 208

Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Lahan Kering (Kasus Komunitas Petani Lahan Kering Di Desa Lolisang, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan)

0 10 188

Dampak Krisis Ekologi terhadap Strategi Nafkah Rumahtangga Petani di Desa Ciganjeng, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran

1 18 99

Strategi Dan Struktur Nafkah Rumahtangga Petani Sekitar Hutan Desa Seputih Kecamatan Mayang Kabupaten Jember

2 21 89

Strategi Dan Kelentingan Nafkah Rumahtangga Petani Di Daerah Rawan Bencana (Kasus Rumahtangga Petani Desa Tunggilis, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat)

4 10 138

Kelentingan Nafkah Rumahtangga Petani Di Wilayah Rentan Banjir: Studi Kasus Dua Desa Di Kabupaten Kudus

0 7 133

DINAMIKA NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI PEDESAAN DENGAN PENDEKATAN SUSTAINABLE LIVELIHOD APPROACH (SLA) (Kasus Petani Tembakau di Lereng Gunung Merapi-Merbabu, Propinsi Jawa Tengah).

0 0 9

POLA HUBUNGAN ANTARA TENGKULAK DAN PETANI TEMBAKAU DI LERENG GUNUNG SINDORO SUMBING (Studi Kasus Desa Pagergunung Kecamatan Bulu dan Desa Gentingsari Kecamatan Bansari Kabupaten Temanggung) - UNS Institutional Repository

1 1 14