37
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Sekilas Tentang Temanggung
Secara administratif, Temanggung adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Tengah Lihat gambar 4.1.. Kabupaten Temanggung terletak antara
110
o
23’-110
o
46’30’’ Bujur Timur; 7
o
14’-7
o
32’35’’ Lintang Selatan. Jarak terjauh dari Barat ke Timur adalah 43,437 Km dan jarak terjauh dari Utara ke Selatan
adalah 34,375 Km. Temanggung di batasi oleh beberapa Kabupaten, antara lain:
Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Kendal dan
Kabupaten Semarang Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Magelang
Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Semarang dan
Kabupaten Magelang. Wilayah Kabupaten Temanggung terbagi menjadi 20 kecamatan, 289 desa,
1.511 dusun, 5.542 RT, dan 1.632 RW. 20 nama kecamatan tersebut adalah: Parakan, Kledung, Bansari, Bulu, Temanggung, Tlogomulyo, Tembarak,
Selopampang, Kranggan, Pringsurat, Kaloran, Kandangan, Kedu, Ngadirejo, Jumo, Gemawang, Candiroto, Bejen, Tretep, dan Wonoboyo.
Bentuk Kabupaten Temanggung secara makro merupakan cekungan atau depresi, artinya rendah di bagian tengah, sedangkan sekelilingnya berbentuk
pegunungan, bukit atau gunung. Morfologi Kabupaten Temanggung pada dasarnya dibedakan dataran rendah dan dataran tinggi. Dataran rendah dibentuk
oleh sedimen atau alluvial, sedang dataran tinggi dibentuk oleh pegunungan perbukitan yang keadaanya bergelombang.
Wilayah Kabupaten Temanggung sebagian besar merupakan dataran dengan ketinggian antara 500-1450 mdpl. Dengan keadaan tanah sekitar 50
dataran tinggi dan 50 dataran rendah. Jenis tanahnya adalah latosol coklat 32,13 ; latosol coklat kemerahan 9,53 , latosol merah kekuningan 35,33
, Regosol 20,14 , andosol 2,60 .
38
Gambar 4.1. Peta Kabupaten Temanggung Kemiringan tanah di kabupaten temanggung bervariasi, antara datar,
hampir datar, agak terjal, hamper terjal, terjal dan sangat terjal, sebagaimana terlihat pada kelas lereng :
Lereng 0-2 seluas 298 ha 1,17 Lereng 2-15 seluas 32492 Ha 39,31
Lereng 15-40 seluas 31232 37,88 Lereng 40 seluas 17983 ha 21,64
Kabupaten Temanggung memiliki dua musim yaitu: musim kemarau antara bulan April s.d. September dan musim penghujan antara bulan Oktober s.d.
maret dengan curah hujan tahunan pada umumnya tinggi. Data tahun 2001 menunjukkan bahwa curah hujan di Kabupaten Temanggung berkisar 1000-3100
mm setahun. Curah hujan pada dataran rendah lebih kecil dibandingkan pada dataran tinggi.
39
Daerah kabupaten Temanggung pada umumnya berhawa dingin dimana udara pegunungan berkisar antara 20
O
C – 30
O
C. Daerah berhawa sejuk terutama di daerah kecamatan tretep, Kecamatan Bulu Lereng Sumbing, Kecamatan
Tembarak, Kecamatan Ngadirejo serta Kecamatan Candiroto. Gunung-gunung yang tertinggi adalah gunung Sumbing + 3260 m dan gunung Sindoro
+3151m. Adapun sungai-sungai yang tergolong besar antara lain: Waringin, Lutut, Elo, Progo, Kuas, Galeh, dan Tingal.
4.2.Kondisi Umum Desa Campursari dan Wonotirto
Desa Campursari dan Wonotirto merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Bulu. Dari Kota Temanggung, Ibu kota kecamatan Bulu terletak ± 6
Km ke arah Barat arah ke Wonosobo. Dengan kendaraan bermotor dapat ditempuh ± selama 15 menit melalui jalan yang sudah diaspal. Luas wilayah
Kecamatan Bulu adalah 4.303,96 Ha dengan rincian sebagai berikut: 1.370,84 Ha 31,85 merupakan lahan sawah dan 2.933,12 Ha 68,15 termasuk lahan
bukan sawah. Lahan bukan sawah diperuntukkan untuk bangunan seluas 365.83 12,47; tegalladang 2.102,47 ha 71,68 ; kolam 1,86 ha 0,06 ; hutan
Negara 411 ha 14,01 ; dan lainnya 51,95 ha 1,77 . Desa Campursari lebih dekat dengan ibu kota Kecamatan Bulu
dibandingkan Wonotirto. Dengan menggunakan kendaraan bermotor dapat ditempuh selama ± 10 menit. Desa ini relative dekat dengan pusat kota, dan
dengan kondisi jalan yang sudah beraspal halus dengan basis pertanian lahan sawah 86,8 . Sedangkan di Wonotirto semua lahannya 100 bukan
merupakan lahan sawah tegal lihat table 4.1.. Tabel 4.1. Luas Penggunaan Lahan Menurut Jenisnya Tahun 2007
Desa Luas lahan Ha
terhadap luas Kec.
Bulu Lahan
Sawah Bukan
Sawah Jumlah
Wonotirto - 0,00
544,33 100,00
544,33 12,65
Campursari 130,20 86,80
19,8 13,20
150 3,49
Bulu 1370,84 31,85
2933,12 68,15 4303,96
100 Sumber: Kecamatan Bulu dalam Angka Tahun 2008
40
Keberadaan lahan sawah dan tegal di kedua desa tersebut sangat dipengaruhi oleh ketinggiannya dari permukaan laut. Rata-rata ketinggian wilayah
di Kecamatan Bulu adalah 772 mdpl. Desa campursari terletak pada 550 mdpl, sedangkan Wonotirto berada pada 1.200 mdpl lihat pada table 4.2.. Kecamatan
Bulu terletak di lereng Gunung Sumbing, sementara ketinggian Gunung Sumbing adalah ± 3.260 mdpl atau 1,5 kali dari ketinggian desa Wonotirto.
Ketinggian wilayah ini juga mempengaruhi sarana transportasi yang tersedia. Desa campursari yang terletak di pusat kota kecamatan relative lebih
banyak pilihan sarana transportasi baik umum maupun pribadi. Desa ini dilalui jalan raya Temanggung-Wonosobo, disamping merupakan jalan utama menuju
Parakan yang merupakan pusat perdagangan tembakau di Kabupaten Temanggung. Sementara di Desa Wonotirto, sarana transportasi pribadi
6
lebih dominan terutama untuk mobilitas yang bukan untuk perdagangan tembakau.
Sarana transportasi umum biasanya menggunakan pick-up yang juga dipergunakan untuk mengangkut barang pada saat musim tembakau. Pada musim
tembakau frekuensi mobil pick-up lebih sering dibandingkan non-tembakau. Saat musim panen tembakau, satu hari bisa 5-7 kali dari Wonotirto ke Parakan atau
Temanggung dengan jumlah pick-up yang relative banyak 4-8 buah. Sedangkan di luar musim tembakau biasanya hanya 2-3 kali per hari dengan jumlah pick-up
yang lebih sedikit. Tabel 4.2. Ketinggian desa dari permukaan laut dan jaraknya ke pusat
pemerintahan dirinci per desa di kecamatan Bulu tahun 2007 Desa Ketinggian
dari Permukaan Laut
m Jarak dari kantor desa ke ibu kota
Kecamatan Kabupaten Propinsi Wonotirto 1200
14 8,6
65 Campursari 650
1 4,07
85 Rata-rata Kec. Bulu
772 4,47
6 84,47
Sumber: Kecamatan Bulu dalam Angka Tahun 2008
6
Pada kelompok kelas menengah ke bawah mayoritas memiliki sepeda motor yang dibeli pada saat panen tembakau. Sedangkan pada kelompok petani lahan luas pada umumnya memiliki mobil pribadi baik untuk
kepentingan perdagangan maupun lainnya.
41
Lahan sawah di desa campursari 45,23 berpengairan teknis; 34,18 berpengairan ½ teknis; dan lainya adalah berpengairan sederhana PU lihat table
4.3.. Potensi ini dimanfaatkan oleh masyarakat dengan melakukan kegiatan tanam sebanyak tiga kali. Pilihan komoditasnya pun relative lebih banyak,
misalnya: padi-padi-padi; padi-padi-tembakau; padi-padi-jagung. Hal tersebut berbeda dengan desa Wonotirto dengan lahan tegalan. Pilihan komoditas tanaman
hanya bisa dilakukan pada musim tanam Nopember-April yaitu: cabe, jagung, diselingi dengan tanaman tumpangsari. Sedangkan pada musim tanam April-
September pilihan komoditas menggantungkan diri pada tanaman tembakau, mengingat untuk saat ini tanaman yang paling tahan terhadap musim kemarau
adalah tembakau. Secara umum, ketergantungan petani dari sudut pandang agro- ekologi terhadap tembakau pada lahan tegal di lereng Gunung Sindoro-Sumbing
jauh lebih tinggi dibandingkan pada lahan sawah. Pada lahan sawah, petani memiliki pilihan komoditas yang lebih banyak. Namun demikian, keterikatan
terhadap tembakau tidak serta merta merenggang. Berbagai harapan akan harga tinggi mendorong petani tetap mengusahakan tembakau walaupun pilihan untuk
menanam padi juga relative terbuka. Tabel 4.3. Luas Lahan Sawah berdasarkan Pengairan Tahun 2007
Desa Irigasi
Tadah hujan
Teknis ½ teknis
Sederhana PU
Sederhana non-PU
Wonotirto - -
- -
- Campursari 58,89
45,23 44,50
34,18 26,81
20,59 - -
Bulu 161,02 11,75
628,58 45,85
98,54 7,19
466,65 34,04
16,06 1,17
Sumber: Kecamatan Bulu dalam Angka Tahun 2008 Pada lahan sawah, petani melakukan strategi perubahan komoditas. Pada
tahun-tahun yang kurang menguntungkan untuk tanaman tembakau
7
, untuk mengurangi resiko gagal panen, petani lahan sawah tidak menanam tembakau dan
menggantinya dengan tanaman padi yang relative lebih aman risiko rendah.
7
Didasarkan pada ramalan sesepuh atau grader atau berdasarkan pengalaman petani dengan angka tahun pada digit terakhir 8 dianggap kurang baik untuk menanam tembakau terutama yang didahului angka ganjil,
misalnya: tahun 1978, 1998, dan lainnya.
42
Pilihan menaman padi selama tiga musim tanam sebenarnya mengandung risiko terhadap serangan tikus. Namun demikian dibandingkan gagal panen tembakau,
risiko menanam padi lebih kecil. Kecamatan Bulu terdiri dari 19 Desa
8
, 91 dusun, 84 RW, dan 297 RT. Desa Wonotirto terdiri dari 4 dusun, 4 RW Rukun Warga, 20 RT Rukun
Tetangga dan 901 KK Kepala Keluarga. Sedangkan desa Campursari terdiri dari 6 dusun, 6 RW, 18 RT, dan 567 KK lihat table 4.4.. Keenam dusun di Desa
Campursari adalah Sojayan, Watukarung, Gregesan, Sewatu, Dalangan, Tegalsari. Antar dusun terletak berdekatan satu sama lain dan hanya dipisahkan oleh jalan
raya. Sementara di dusun-dusun di Wonotirto: Kwadungan, Grubug, Tritis, Wunut, jarak antar dusun dipisahkan oleh bukit, lahan tegalan, dan ada yang
terhubung dengan jalan yang relative sulit untuk dilalui. Tabel 4.4. Banyaknya Dusun, RW, RT di Kecamatan Bulu, Desa Wonotirto dan
desa Campursari Tahun 2007 Desa Dusun
RW RT
KK Jml
Penduduk L P
Jml Wonotirto 4
4 20
901 1.846
1.746 3.594
Campursari 6 6
18 567
973 1.035
2.008 Bulu 91
84 297
10.786 21.312
21.448 42760
Sumber: Kecamatan Bulu dalam Angka Tahun 2008 Dilihat dari jumlah penduduk, desa Campursari lebih padat dibandingkan
Wonotirto maupun Kecamatan Bulu baik dari sisi geografis maupun agraris lihat table 4.5.. Semakin kecil angka kepadatan penduduknya geografis dan agraris
maka akan berimplikasi kepada luas kepemilikan lahan baik lahan pertanian maupun non pertanian. Hal ini dapat dilihat dari data sensus pertanian tahun 2003
yang menunjukkan luas kepemilikan di atas 1 hektar di desa Wonotirto adalah 31,23 ; Campursari sebesar 0,56 ; dan Kecamatan Bulu adalah 8,26 .
Berdasarkan komposisi jenis kelamin, terlihat di Wonotirto terdapat 110 laki-laki per 100 perempuan; Campursari 95 laki-laki per 100 perempuan; dan di
Kecamatan Bulu 99 laki-laki per 100 perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa
8
Desa-desa tersebut adalah: Wonotirto, Pagergunung, Wonosari, Bansari, Pandemulyo, Malangsari, Mondoretno, Pakurejo, Pengilon, Pasuruhan, Gondosuli, Tegalrejo, Gandurejo, Campursari, Tegallurung,
Bulu, Putat, Ngimbrang, dan Danupayan
43
komposisi laki-laki terhadap perempuan relative sama atau tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Sementara dari angka beban tanggungan ABT di desa
Wonotirto terlihat lebih tinggi dibandingkan Campursari yaitu terdapat 65 pendudukan usia non produktif per 100 usia produktif. Hal ini bermakna bahwa
setiap 100 penduduk usia produktif menanggung 65 orang usia non produktif. Tabel 4.5. Kepadatan geografis dan Agraris, Sex ratio, dan Angka Beban
Tanggungan ABT di Desa Campursari, Wonotirto, dan Kec. Bulu Tahun 2007
Desa Kepadatan Geografis
9
Kepadatan Agraris
10
Sex Ratio
11
Angka Beban
Tanggungan ABT
12
Wonotirto 666 9
110 65,00
Campursari 1.357 15
95 50,52
Bulu 994 11
99 48,63
Sumber: diolah dari Kecamatan Bulu dalam Angka Tahun 2008 Kondisi geografi suatu wilayah akan mempengaruhi jenis mata
pencaharian penduduknya. Mayoritas pekerjaan penduduk Wonotirto adalah sebagai petani perkebunan, terutama adalah petani tembakau. BPS 2005
mendefinisikan rumahtangga petani usaha tanaman perkebunan adalah kegiatan yang menghasilkan produk tanaman perkebunan dengan tujuan sebagian atau
seluruh hasilnya dijualditukar atau memperoleh pendapatankeuntungan atas resiko usaha. Suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga pertanian
perkebunan apabila banyak pohonrumpunluas yang diusahakan rumah tangga tersebut lebih besar atau sama dengan batas minimal usaha BMU masing-
masing jenis tanaman tersebut. BMU untuk tanaman tembakau adalah 1600 m
2
. Sedangkan desa Campursari yang lahannya berbasis pada sawah petani yang
mengusahakan tembakau tidak sebanyak di desa Wonotirto. Sebagian besar adalah petani tanaman pangan terutama padi lihat table 4.6.
9
Kepadatan geografis adalah perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah km3
10
Kepadatan agraris adalah perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas lahan pertanian ha
11
Sex Rasio adalah rasio antara penduduk laki-laki dengan perempuan
12
Angka Beban Tanggungan ABT adalah rasio antara penduduk non produktif 0-14 tahun dan 65+ dengan penduduk produktif 15-64 tahun
44
Tabel 4.6. Mata Pencaharian Penduduk 10 tahun ke atas Tahun 2007
Mata Pencaharian Ds. Wonotirto
Ds. Campursari Kec. Bulu
Petani tanaman pangan 179
798 12.369
Peternak 100 3
756 Petani perkebunan
1.160 30
3.045 Pertambanganpenggalian
4 2 14
Industri Pengolahan 3
347 Bangunan 3
7 765
Perdagangan, hotel, RM 22
77 2.614
Pengangkutan dan komunikasi
22 32 556
Jasa 0 352
2.481 Lainnya 36
30 462
Jumlah 1.526 1.333
23.801
Sumber: Kecamatan Bulu dalam Angka Tahun 2008 Komoditas pertanian yang diusahakan di Wonotirto lebih bervariasi
dibandingkan di Campursari. Komoditas utama desa Campursari adalah padi dan paling tidak sekali musim tanam dalam setahun mengusahakan tembakau.
Sedangkan di Wonotirto komoditas utamanya adalah tembakau dan jagung. Kacang tanah, kedelai, sayuran, kacang merah adalah sebagai tanaman
tumpangsari yang tidak selalu dijual melainkan untuk konsumsi pribadi. Secara perlahan, jagung juga sudah mulai ditinggalkan dan diganti dengan tanaman cabe
karena alasan lebih menguntungkan. Untuk melihat lebih jelas mengenai luasan lahan dan panen komoditas pertanian dapat dilihat pada table 4.7.
Tabel 4.7. Luas dan Panen komoditas pertanian di desa Wonotirto, Campursari, dan Kecamatan Bulu Tahun 2007
Komoditas Wonotirto Campursari
Kec. Bulu
Luas ha
Panen kw
Luas ha Panen
kw Luas
ha Panen
ha Padi 0
3.999,14 13,91
4.053 26.032
Jagung 112,18 129,64
1.777 5.082
Kacang Tanah 15,6
12,27 39
81 Kedelai 0,8
0,3 2
2 Cabe 59,64
133,31 1,19
6,96 630
17.216 Kacang Merah
3,69 9,02
0,07 0,47
39 1165
Kobis 67,62 15.723,03
128 27.403
Tembakau 367,58 51,42
72,31 1.627
976,20 Sumber: Kecamatan Bulu dalam Angka Tahun 2008
45
Beternak adalah salah satu aktivitas penting bagi rumahtangga petani. Binatang ternak dapat dijadikan sebagai tabungan sekaligus investasi. Sebagai
tabungan ketika mengalami kebutuhan yang mendadak, sewaktu-waktu bisa dijual. Sedangkan sebagai investasi, karena diupayakan agar bernak-pinang atau
paling tidak bisa menghasilkan keuntungan selama dipelihara. Pakan ternak biasanya sebagian diambil dari jerami untuk rumahtangga petani berbasis padi
sawah selain mencari rumput di sekitar desa yang kepemilikannya bersifat umum. Sementara pada masyarakat pegunungan seperti Wonotirto, para petani mencari
rumput hingga di luar desa. Pada umumnya. sambil mengelola lahan mereka mencari rumput di
pinggir jalan bahkan terkadang berombongan dengan para tetangga mencari ke luar desa. Rumput yang sudah diambil dimasukkan dalam karung. Apabila yang
mencari rumput perempuan, karung tersebut digendong dengan menggunakan kain panjang seperti selendang. Sedangkan kalau laki-laki, karung tersebut di
panggul atau di letakkan di atas kepala jawa: disunggi. Apabila persediaan rumput di dalam desa sudah menipis atau habis mereka berjalan hingga 1-2 km
untuk mencari rumput yang masih tersedia. Jenis hewan piaraan di Wonotirto paling banyak adalah kambing dan sapi, sedangkan di Campursari lebih banyak
jenis kerbau lihat table 4.8.. Bangunan kandang ternak ada yang dibuat secara sederhana dengan memakai kayu yang dirangkai berbentuk limas dengan lantai
tanah dan ada yang dengan lantai yang sudah dikeraskan. Letak kandang biasanya berdekatan dengan dapur rumah, dan sebagian besar di Desa Wonotirto kandang
kambing menyatu dengan dapur. Tabel 4.8. Ternak besar, kecil, unggas Desa Campursari, Wonotirto, dan
Kecamatan Bulu Tahun 2007.
Desa Sapi Kerbau Kuda Kambing
Wonotirto 18 - -
910 Campursari 5
59 9
2 Bulu 647
151 23 6808 Sumber: Kecamatan Bulu dalam Angka Tahun 2008
Meskipun jauh dari kota kecamatan ± 14 km, namun dari sisi pendidikan dan kesehatan, desa Wonotirto tidak terlalu ketinggalan. Paling tidak sudah ada 4
46
bangunan sekolah TK, 3 SD, dan 1 SMP. Sementra Campursari yang dekat dengan kota kecamatan hanya ada 1 bangunan TK dan 2 SD. Namun demikian
karena aksesnya yang mudah, maka tidak ada kesulitan untuk mengenyam pendidikan hingga tingkat SMP.
Dari sisi tingkat pendidikan yang ditamatkan, desa Campursari lebih tinggi dibandingkan Wonotirto. Hal ini dapat dilihat dari jumlah yang tamat Perguruan
Tinggi dan Akademi, SLTA, dan SLTP. Sedangkan yang menamatkan SD, Wonotirto jauh lebih banyak jika dibandingkan Campursari lihat table 4.8..
Tingkat migrasi yang rendah dari para generasi muda ke luar desa atau kecamatan menyebabkan mereka hanya mengenyam pendidikan SD atau SMP. Sementara
untuk melanjutkan tingkat SLTA atau Perguruan Tinggi, mereka harus ke luar desa bahkan kecamatan atau kabupaten. Sebagian dari mereka lulus SD atau SMP
segera mengikuti jejak orang tuanya menjadi petani tembakau. Untuk menuju ke sekolah, sebagian besar berjalan kaki bersama-sama dengan kondisi jalan
bebatuan dan naik turun karena tidak ada sarana angkutan. Kalau melihat table 4.9. mayoritas penduduk di Wonotirto adalah tamat SD.
Tabel 4.9. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Wonotirto, Campursari, dan Kecamatan Bulu Tahun 2007
Desa PT Aka-
demi SLTA SLTP SD
Belum Tamat
SD Belum
Tidak Sekolah
Jumlah
Wonotirto 5 5 76
127 2.132
1.062 5
3.413 Campursari 169 143
496 453
372 265
3 1.900 Bulu 663
291 2.915
4.298 17.797
12.863 115
38.942 Sumber: Kecamatan Bulu dalam Angka Tahun 2008
Untuk menunjang kesehatan, penduduk Wonotirto dan Campursari biasanya pergi ke Posyandu atau Polindes. Sedangkan untuk membantu
persalinan, di Wonotirto memiliki 4 dukun bayi dan 1 bidan desa. Secara tradisional, ada 7 dukun pijat yang membantu masyarakat untuk memulihkan
kesegaran tubuh. Apabila mengalami derita sakit yang tidak bisa ditangani, mereka harus turun ke kota kecamatan untuk memeriksakan diri ke dokter umum.
Sedangkan di Campursari ada 1 satu dokter umum yang membuka praktek.
47
Untuk kebutuhan penerangan, kedua desa telah menggunakan listrik dari PLN. Listrik masuk desa Wonotirto sekitar tahun 1980-an dengan swadaya dari
masyarakat. Sedangkan untuk kebutuhan air, karena letaknya di pegunungan maka hampir 100 menggunakan mata air. Ada beberapa tipe mata air yang
dimanfaatkan oleh penduduk, yaitu: 1 dari sumber mata air Kledung; 2 dari masing-masing dusun; dan 3 dari lahan masing-masing.
Tabel 4.10. Sarana Air Bersih Desa Wonotirto, Campursari, dan Kecamatan Bulu Tahun 2007
Desa LedengPAM Sumur
Mata Air Air Sungai
Jumlah Wonotirto -
7 833
- 840
Campursari 195 225
177 -
597 Bulu 545
2.052 7.857
232 10.786
Sumber: Kecamatan Bulu dalam Angka Tahun 2008 Sumber mata air dari Kledung adalah hasil dari swadaya masyarakat..
Warga masyarakat yang ingin memanfaatkan sampai di rumah ditarik iuran sebesar ± 3,5 juta. Uang tersebut dipergunakan untuk membeli paralon sehingga
bisa masuk ke penampungan rumah masing-masing. Untuk biaya perawatan dipungut biaya bulanan dengan nominal yang relative kecil. Mereka bisa
mengakses air tanpa dibatasi. Sedangkan bagi warga masyarakat yang tidak memiliki uang untuk
membayar iuran awal, biasanya mereka hanya membeli paralon sendiri untuk kemudian mengambil dari tetangga dekat. Sedangkan sumber mata air yang lain
adalah yang diprakarsai oleh desa. Desa memfasilitisai air hingga level Rukun Tetangga. Pada masing-masing RT dibangun bak penampungan yang bisa diakses
oleh warga desa tanpa dipungut biaya. Sedangkan sebagian lainnya biasanya mengambil air dari mata air yang dibuat di lahan masing-masing. Setiap setahun
sekali mereka melakukan ritual dengan melakukan kenduri di bak-bak penampungan utama dan juga di sumber air masing-masing. Untuk keperluan
buang air besar, mereka melakukannya di WC pribadi dan sebagian kecil di sungai.
Sementara di Campursari, air bersih diambil dari ledengPAM, sumur, dan mata air. Sedangkan untuk keperluan MCK dilakukan di WC umum yang
48
dibangun pada masing-masing dusun. Kelompok petani kelas atas, menggunakan air PAM dan WC permanen yang dibangun di rumah masing-masing.
4.3.Perkembangan Tembakau Temanggung
Secara historis, Temanggung yang juga dikenal dengan nama Kedu merupakan salah satu wilayah di Jawa yang telah dikenal sebagai penghasil
tembakau sejak tahun 1746, disamping wilayah lain seperti: Jawa Timur dan Cirebon. Tembakau merupakan komoditas penting -dan wajib ditanam- di bawah
system tanam paksa, selain tanaman “tiga besar” lainnya: tebu, kopi, dan indigo. Pada tahun 1900 dan tahun 1940, penanaman tembakau oleh petani kecil
terpusat di beberapa tempat, yaitu: Dataran Tinggi Dieng dan daerah sekelilingnya Kabupaten Banjarnegara, Wonosobo, Batang, Kendal, Salatiga, dan Karesidenan
Kedu, Karesidenan Rembang, dan Karesidenan Probolinggo dan Besuki Kabupaten Lumajang, Jember, Bondowoso. Tembakau dari Kedu di ekspor ke
Semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Ambon Boomgard, 2002: 87-101; Jonge, 1989, Suroyo, 2000:188-189.
Pada mulanya petani membudidayakan tanaman tembakau sesuai dengan pengalaman turun temurun yaitu dengan system garang. Sistem garang ini
biasanya dikirim ke Weleri dan Cirebon. Tembakau garangan biasanya dipergunakan untuk rokok jenis lintingan. Pada tahun 1950-an, berkembang
tembakau tipungan dengan rajangan yang lebih lembut dibandingkan garangan. Tembakau jenis ini dipak berbentuk kotak, biasanya dipasarkan di sekitar pasar
Parakan. Pada tahun 1975, anjuran ITR intensifikasi tembakau rakyat merubah menanam dari system garang dan tipungan menjadi tembakau “tumbon” atau
kenthungan . Keuntungan dari tembakau “tumbon” adalah: 1 luas lahan yang
ditanami lebih luas sehingga hasilnya meningkat; dan 2 harga tembakau tumbon lebih baik bagi para petani dibandingkan tembakau garang.
Tembakau merupakan salah satu komoditas yang sangat rentan terhadap perubahan cuaca. Bahkan karena usaha penanaman tembakau pada tahun 1841
dianggap gagal akibat risiko tinggi terkait kerentanannya terhadap cuaca dan musim menyebabkan pemerintah melepaskan tanam paksa tembakau. Untuk
49
selanjutnya pemerintah membiarkan petani mengusahakan sendiri tanaman tembakau seperti sedia kala, atau mengadakan kontrak penanaman atau penjualan
dengan pihak swasta tanpa campur tangan pemerintah secara langsung. Tembakau merupakan tanaman bebas yang diusahakan dan diperdagangkan tanpa campur
tangan aparat desa, sehingga petani berhubungan langsung dengan pasar Suroyo, 2000: 188-191.
Hingga saat ini, tanaman tembakau dikembangkan oleh hampir semua petani di Lereng Gunung Sindoro Sumbing. Sebanyak 16 enam belas Kecamatan
di Kabupaten Temanggung membudidayakannya, dengan tiga area tanam terluas adalah Kecamatan Kledung 1.905,5 ha; Ngadirejo 1.683 ha; dan Bulu 1.627
ha. Hanya empat Kecamatan yang sama sekali tidak mengusahakan tembakau yaitu: Kranggan, Pringsurat, Gemawang, dan Bejen. Bagaimana luas lahan yang
ditanam tembakau dan produksi yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 4.2. dan 4.3.
Gambar 4.2. Luas Tanam Tembakau di Kabupaten Temanggung Tahun 2007
Kledung, 1,905.50
Ngadirejo, 1,683. 00
Bulu, 1,627.00 Tretep, 1,568.00
Bansari, 1,329.00 Temanggung, 1,2
42.00 Parakan, 874
Tembarak, 568 Wonoboyo, 496
Candiroto, 450 Selopampang, 433
Kedu, 325 Tlogomulyo, 284.
4 Jumo, 222.5
Kandangan, 27.5 Kaloran, 5
50
Gambar 4.3. Produksi Tembakau di Kabupaten Temanggung Tahun 2007 Tembakau adalah salah satu komoditas perkebunan yang sangat
tergantung pada kondisi cuaca. Petani memiliki perhitungan sendiri seberapa luas tanaman yang akan ditanami tembakau. Sebagian besar petani masih meyakini
bahwa pada tahun dengan digit belakang angka 8 dianggap tidak baik untuk menanam tembakau terutama apabila satu digit didepannya berangka ganjil,
seperti: 1978, 1998. Hal ini didasarkan pada pengalaman yang pernah dialami dimana pada tahun-tahun dengan digit terakhir angka delapan biasanya mereka
mengalami gagal panen yang disebabkan karena cuaca buruk hujan maupun kualitas yang tidak baik sehingga harganya kurang baik. Petani juga seringkali
memiliki seseorang yang dijadikan panutan dalam meramal baik buruknya musim tembakau. Biasanya mereka menanyakan kepada grader dan sesepuh desa yang
dianggap mengetahui kondisi cuaca pada tahun mereka akan menanam tembakau. Biasanya grader juga memiliki paranormal sendiri untuk meramalkan apakah
tahun depan cocok untuk menanam tembakau atau tidak. Hasil dari ramalan tersebut biasanya diinformasikan kepada petani yang akan menentukan luas area
yang akan ditanami tembakau. Berdasarkan data BPS 2008 terlihat bahwa luas tanam dan jumlah
produksi mengalami pasang surut lihat gambar 5.3.. Selain adanya keyakinan
Kledung, 1246.4
Ngadirejo, 1058
Bulu, 976.2 Tretep, 998.31
Bansari, 817.34 Temanggung, 745
.2 Parakan, 524.4
Tembarak, 340.8 Wonoboyo, 297.6
Candiroto, 287.55 Selopampang, 259
.8 Kedu, 152.75
Tlogomulyo, 159. 26
Jumo, 140.18 Kandangan, 12.65
Kaloran, 3
51
akan tahun baik, beberapa petani yang rasional menyatakan bahwa salah satu penyebab petani tidak menaman tembakau disebabkan karena pada lahan tegalan
hanya cocok untuk tanaman tembakau. Gagal panen pada tahun yang berturut- turut mengakibatkan modal usaha tani adalah menipis akibatnya mereka
mengurangi areal lahan yang ditanami tembakau.
Gambar 4.4. Perkembangan Luas Tanam ha dan produksi ton Tembakau Tahun 2003-2007
4.4.Ikhtisar
Secara Geografis, wilayah Kecamatan Bulu adalah termasuk wilayah pegunungan dengan ketinggian rata-rata 772 mdpl. Kondisi lahan, mayoritas
68,15 berupa lahan tegal. Potensi ini dimanfaatkan oleh petani untuk bercocok tanam sesuai komoditas yang disesuaikan dengan kondisi lahan, salah
satunya adalah dengan mengusahakan tanaman tembakau. Secara historis, Temanggung merupakan salah satu wilayah di Jawa yang
telah dikenal sebagai penghasil tembakau sejak tahun 1746, disamping wilayah lain seperti: Jawa Timur dan Cirebon. Tembakau merupakan komoditas penting -
dan wajib ditanam - di bawah system tanam paksa, selain tanaman “tiga besar”
lainnya: tebu, kopi, dan indigo. Komunitas petani pada lahan tegalan mayoritas mengusahakan tanaman tembakau.
15,024.85 19,312.50
14,548.00 9,326.00
13,039.90 7,109.44
9,495.84 3,916.05 4,260.00
8,019.44 -
5,000.00 10,000.00
15,000.00 20,000.00
25,000.00
2003 2004
2005 2006
2007 Luas Ha
Produksi Ton
52
Selain tembakau, petani juga menanam padi untuk lahan sawah. Sementara pada lahan tegalan, mereka menanam cabe, jagung, tanaman hortikultura lainnya.
Sebanyak 59,86 adalah petani tanaman pangan, sementara di Desa Wonotirto 76,16 adalah petani perkebunan tembakau. Pada Petani lahan sawah, selain
menanam padi mereka juga terkadang menanam tembakau. Sedangkan pada petani lahan tegal, pada bulan April-September mereka menanam tembakau selain
merupakan kebiasaan turun temurun tetapi juga karena pada musim tersebut tanaman yang bisa tumbuh adalah tembakau.
Kepemilikan ternak dimanfaatkan petani sebagai tabungan untuk kebutuhan mendadak. Pada Petani lahan sawah, hewan ternak yang biasanya
dipelihara adalah kerbau dan sapi. Sedangkan pada petani lahan tegal, mayoritas hewan piaraanya adalah kambing. Kebutuhan pakan hewan tersebut diambil dari
rumput-rumputan yang ditanam dilahan pertanian atau rumput yang tumbuh di pinggir jalan.
Berbagai fasilitas baik pendidikan, kesehatan, air bersih, listrik telah masuk di Desa Campursari dan Wonotirto. Jarak Desa Campursari yang lebih
dekat dengan kota kecamatan dan kota kabupaten memberikan kemudahan dalam akses transportasi. Sementara Desa Wonotirto yang berjarak ± 14 km dari kota
kecamatan lebih sulit dalam hal transportasi umum disamping kondisi jalan yang belum diaspal, berkelok-kelok, dan curam. Kebanyakan sarana transportasi yang
dipergunakan adalah sepeda motor. Untuk angkutan umum, hanya tersedia mobil pick-up yang biasanya juga dipergunakan untuk mengangkut barang dagangan.
Untuk mengetahui bagaimana kondisi umum daerah penelitian dapat dilihat pada table 4.11.
53
Tabel 4.11. Kondisi Umum Daerah Penelitian
No Kondisi Desa
Campursari Desa Wonotirto
Kecamatan Bulu
1. Kondisi Geografis
a. Luas wilayah 150 ha
544,33 ha 4.303,96 ha
b. Kondisi lahan 86,8 lahan
sawah 100 lahan
bukan sawah tegalan
31,85 lahan sawah dan 68,15 lahan tegal
c. Tinggi wilayah 550 mdpl
1.200 mdpl Rata-rata 772 mdpl
d. Jarak dari kota kecamatan
± 1 km ± 14 km
0 km 2. Pembagian
wiayah administrasi
6 dusun, 6 RW, 18 RT, 567 KK
4 dusun, 4 RW, 20 RT, 901 KK
91 dusun, 84 RW, 297 RT, dan 10.786 KK
3. Kependudukan a. Jumlah
Penduduk 2.008 jiwa terdiri
dari 973 laki-laki dan 1.035
perempuan 3.594 jiwa terdiri
dari 1.846 laki- laki dan 1.746
perempuan 42.760 jiwa terdiri dari
21.312 laki-laki dan 21,448 perempuan
b. Kepadatan geografis
1.357 666 994 c. Kepadatan
agraris 15 9 11
d. Sex Ratio 95
110 99
e. Angka Beban Tanggungan
ABT 50,52 65 48,63
f. Tingkat pendidikan
• 26,11 tamat SLTA; 23,84
tamat SLTP; • 19,58 tamat
SD; • 16,41 tamat
akademi- • PT’13,95
belum tamat SD;
• 62,47 tamat SD
• 31,12 belum tamat
SD • 45,7 tamat SD
• 33,03 belum tamat SD,
• 11,04 tamat SLTP • 7,23 tamat SLTA
4. Mata Pencaharian
59,86 petani tanaman pangan
76,16 petani perkebunan
51,97 petani tanaman pangan
5. Komoditas pertanian yang
utama Tembakau dan
jagung Padi dan
tembakau Padi, jagung, cabe, dan
tembakau 6.
Kepemilikan ternak Kambing dan sapi
Kerbau, sapi, kuda, kambing
kambing, sapi, kerbau, kuda
7. Fasilitas a. Fasilitas
pendidikan Ada bangunan TK
dan SD Ada bangunan
TK, SD, dan SMP
Ada bangunan TK, SD, SMP, dan SMA
b. Fasilitas Kesehatan
Posyandu dan Polindes
Posyandu dan Polindes
Rumah sakit c. Sarana air bersih PAM, sumur, dan
mata air 99,2 mata air
72,84 mata air, 19,02 air sumur, dan lainnya
5,05 PAM
Sumber: Data Primer dan Data Sekunder
54
V. PROFIL AGRO-EKOLOGI DAN SOSIO-BUDAYA KOMUNITAS PETANI TEMBAKAU