71 Sebagai ilustrasi berapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan oleh Swto
58 tahun dengan lahan 3 hektar:
Aktifitas Jumlah tenaga
kerja Waktu
yang dibutuhkan
Mencangkul 10 orang
1,5 bulan
Menanam 10 orang
2 hari
Menyiangi 50 orang
2 hari
Munggel 1 orang
5 hari
Mrithili 10 orang
5 hari
Memetik daun 10 orang
Sekali petik Merajang 5
orang Sekali
rajang Menjemur 6
orang Sekali
menjemur Melinting 6
orang Sekali
melinting
Aktifitas tersebut dilakukan selama enam bulan yaitu April s.d. September. Pada tahap mencangkul hingga mrithili biasanya dikerjakan oleh petani di sekitar
desa. Akibat kurangnya tenaga kerja dari wilayah desa sendiri, buruh tani diambil dari beberapa wilayah lain seperti Wonosobo dan Banjarnegara. Untuk kebutuhan
Memetik, merajang, menjemur, dan melinting tembakau, Swto 58 tahun memiliki buruh tani sebanyak 15-20 orang yang menginap dirumahnya selama
kurang lebih 2 bulan. Beberapa masyarakat desa juga ikut menikmati keuntungan dibalik hiruk-
pikuknya pertembakauan di Wonotirto dan Campursari walaupun secara tidak langsung. Untuk menjemur, petani memerlukan rigen; sementara pada saat
menjual, petani membutuhkan keranjang. Peluang ini dimanfaatkan oleh warga masyarakat untuk mensuplai barang-barang tersebut dan bagi mereka aktifitas ini
mampu memberikan pendapatan tersendiri walaupun sifatnya musiman.
5.10. Perilaku Konsumtif
Musim tembakau adalah suatu waktu yang ditunggu oleh setiap rumahtangga di lereng Sindoro-Sumbing. Berbagai harapan akan cuaca
mendukung dan harga tinggi menjadikan spirit untuk selalu bergelut dengan dunia pertembakauan. Mereka juga selalu berharap agar pulung pada musim tanam
tahun ini akan jatuh pada dirinya. Bayangan masa keemasan tembakau masih
72
menjadi keinginan bagi setiap petani untuk terus berharap bisa mengulang kembali.
Ketika musim tembakau tiba dan cuaca mendukung, maka pada bulan Agustus-September saat panen tembakau, banyak dealer yang datang ke desa
untuk menawarkan produknya. Mereka mengatakan “tuku sepeda motor koyo tuku krupuk, endog dirego sawo, tongkol dirego gesek”
membeli sepeda motor seperti membeli kerupuk, telor dihargai seperti buah sawo, ikan tongkol dihargai
seperti ikan teri. Ungkapan ini menekankan bahwa pada saat panen tembakau, para petani tidak terlalu menghiraukan harga barang-barang yang akan dibeli.
Bahkan pada saat membeli hampir tidak ada proses tawar menawar. Harga telor lebih mahal dibandingkan sawo, sehingga saat membeli harus berpikir dahulu
berapa banyak akan dibeli dan berapa harga normal dipasar. Pada saat musim panen tembakau, membeli telor disamakan dengan membeli buah sawo, tanpa
adanya pertimbangan mengenai jumlah yang akan dibeli dan harga yang ditawarkan. Sehingga membeli telor disamakan seolah-olah membeli buah sawo.
Bahkan harga barang-barang dipasar disekitar lereng Sindoro-sumbing secara otomatis akan naik ketika musim tembakau tiba. Harga-harga tersebut jauh
lebih mahal dibandingkan harga-harga di kota kabupaten sekalipun. Meskipun harga melonjak, tetapi hal itu tidak menjadikan persoalan bagi komunitas petani
tembakau. Perubahan harga yang drastis tersebut dianggap sudah menjadi tradisi sejak nenek moyang mereka.
Pada saat mengalami gagal panen, harga-harga tetap melambung tinggi. Petani meresponnya dengan mengurangi berbelanja di pasar dan swalayan. Selain
itu pada level rumahtangga, mereka juga mengurangi atau paling tidak sama dalam hal kualitas makanan dibandingkan sebelum musim tembakau. Biasanya,
pada musim tanam sebelum tembakau cabe atau jagung, rumah tangga petani lebih banyak memanfaatkan bahan pangan dari lahan miliknya. Pengeluaran untuk
membeli bahan makanan relative kecil, apalagi ditambah seringkali ada pertukaran hasil panen dengan tetangga.
Musim tembakau adalah saat yang ditunggu-tunggu untuk meningkatkan kualitas makanan yang dikonsumsi. Panen tembakau yang berhasil akan ditandai
73
dengan meningkatknya mutu bahan pangan, seperti: penggunaan telor, daging ayam, tongkol untuk lauk-pauk dan terkadang ada pertukaran bahan makanan
pokok dari jagung ke beras. Perubahan tersebut tidak hanya dinikmati oleh rumahtangga petani tembakau saja, tetapi juga pada buruh tani, dimana mereka
akan menikmati telor dadar, ayam goreng, atau ikan tongkol goreng. Ketika musim tembakau tidak memberikan keuntungan lebih karena harga tembakau
rendah, maka petani mengkonsumsi makanan seperti layaknya musim tanam cabe dan jagung, atau bahkan menurun.
5.11. Ikhtisar