26
meningkatkan pendapatan rumahtangga petani diperlukan upaya ekstensifikasi dan diversifikasi pertanian disamping adanya nafkah di luar sector pertanian.
Dalam kajian anthropologi, Marzali 2003 juga melakukan penelitian tentang strategi peisan di Cikalong dalam menghadapi kemiskinan. Marzali
berusaha mengkaitkan antara tekanan penduduk, kemiskinan dan strategi petani. Beberapa pemikir yang diulas berkaitan dengan strategi petani antara lain: 1
Boeke: “statistic expansion”, dan nilai cultural “limited needs”; 2 Geertz: “agricultural involution” dan “shared poverty”; 3 Hayami dan Kikuchi: “peisan
rasional dalam masyarakat traditional”; 4 Palte: model geografi social. Namun demikian, Marzali tidak menggunakan keempat pendekatan itu. Dia lebih memilih
menggunakan pendekatan “adaptive strategi”-nya Barlett, perilaku peisan dalam mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki dalam menghadapi masalah
tekanan penduduk dan kemiskinan dilihat sebagai pilihan-pilihan tindakan yang tepat guna sesuai dengan lingkungan social, cultural, political, ekonomik, dan
ekologikal tempat hidupnya. Beberapa tesis dan disertasi lain mencoba mencoba menelusuri beragam
strategi nafkah masyarakat pedesaan dengan setting ekologi yang berbeda. Setting ekologi: 1 pegunungan: Dharmawan 1994 dan 2001, Efendi 2004; 2
Nelayan: Iqbal 2004, Lestari 2005; 3 masyarakat sekitar hutan: Purnomo 2005; 4 rumahtangga miskin perkotaan: Musyarofah 2006; 5 perkebunan
rakyat teh dan tebu: Masithoh 2005. Beberapa penelitian tersebut juga melihat basis nafkah dipilahkan berdasarkan pada pentagon asset modal alam, modal
fisik, modal SDM, modal financial, dan modal social. Lihat pada lampiran 1.
2.2. Kerangka Pemikiran
Menurut Ellis 2000 sebagian besar rumahtangga pedesaan pada umumnya tidak dapat menghindar dari resiko, apakah yang disebabkan oleh
manusia atau karena faktor lingkungan. Pada petani tembakau berhadapan dengan beberapa risiko, yaitu: pertama, karena tembakau merupakan tanaman bebas yang
diusahakan dan diperdagangkan tanpa campur tangan aparat desa, sehingga petani
berhubungan langsung dengan pasar, akibatnya sangat rentan terhadap fluktuasi
27
harga yang juga dipengaruhi oleh beberapa actor mulai dari tengkulakjuragan,
grader hingga pabrik. Kedua, pertanian tembakau juga sangat rentan terhadap
perubahan cuaca dan musim. Pada sisi yang lain, luas lahan pertanian sebagai basis kehidupan utama semakin terfragmentasi karena diwariskan kepada
generasi berikutnya. Berbagai kondisi tersebut akan mempengaruhi kepemilikan sumberdaya yang dimiliki petani baik asset alami, fisik, SDM, social, dan
financial. Berbagai sumberdaya tersebut akan dikombinasikan sehingga akan
membentuk strategi nafkah tertentu. Strategi tersebut di landasi oleh berbagai etika moral ekonomi nafkah, misalnya: apabila etika sosial-kolektif merupakan
landasan moralnya maka lebih banyak rumahtangga petani akan memanfaatkan modal sosial sebagai factor penting dalam membangun sistem nafkahnya. Strategi
nafkah tersebut diimplementasikan dalam bentuk aktifitas dan kelembagaan nafkah.
Aktifitas nafkah tersebut dapat berupa pekerjaan pertanian dan non pertanian. Dalam melakukan aktifitas pertanian dan non pertanian tersebut tentu
ada sebuah norma baik tertulis maupun tidak tertulis. Norma yang tidak tertulis sering disebut sebagai kelembagaan. Melalui kelembagaan nafkah inilah berbagai
sumberdaya mampu diakses petani yang pada gilirannya akan digunakan sebagai sumber penghidupan. Berbagai sistem nafkah yang dibangun diharapkan mampu
memberikan keberlanjutan penghidupan petani sustainable livelihood. Chambers dan Conway 1991 mengemukakan bahwa sustainable livelihood harus mampu:
1 mampu beradaptasi dengan shock dan tekanan; 2 memelihara kapabilitas dan asset-aset yang dimiliki; dan 3 menjamin penghidupan untuk generasi
berikutnya. Agar lebih mudah memahami bagaimana kerangka pemikiran dalam penelitian ini, akan disajikan pada gambar 2.5.
28
Gambar 2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian
Strategi Nafkah yang dilandasi oleh etika
moral
Aktivitas dan kelembagaan nafkah
Modal Alami
Modal Fisik
Modal SDM
Modal Sosial
Modal Finansial
Asset Nafkah
• Keterbatasan lahan
• Komoditas rentan terhadap
cuaca, musim, fluktuasi harga
Ragam Pola Nafkah
29
III. METODE PENELITIAN
3.1. Batasan Analisis
Batasan analisis dalam penelitian ini adalah: Pertama, Pokok persoalan yang diangkat adalah persoalan keterbatasan lahan, tingkat kerentanan produk
tembakau terhadap cuaca, musim, dan fluktuasi harga keterkaitan dengan pasar dan strategi nafkah yang dipergunakan. Kedua, masalah dan fokus penelitian ini
adalah: 1 etika moral ekonomi apa yang melandasi petani dalam membangun sistem nafkahnya?; 2 bagaimana bentuk strategi nafkah rumahtangga petani?;
3 kelembagaan apa saja yang dibangun sebagai implementasi dari sistem nafkah rumahtangga petani?; dan 4 sejauh mana strategi nafkah yang diterapkan dapat
membangun sistem nafkah yang berkelanjutan sustainable livelihood?. Ketiga, dalam penelitian ini mencoba melihat strategi nafkah pada rumahtangga petani
tembakau yang bermukim pada lereng gunung yang berbasis pada lahan tegal pegunungan dan pada kaki gunung yang berbasis pada sawah.
Sustainable livelihood yang dimaksud merujuk pada pengertian Chambers
dan Conway 1992, sistem nafkah yang berlajut harus mampu: 1 beradaptasi dengan shock dan tekanan; 2 memelihara kapabilitas dan asset-aset yang
dimiliki; dan 3 menjamin penghidupan untuk generasi berikutnya. Hal ini dapat dilihat seberapa besar peran aset-aset yang dimiliki dalam upaya mendukung
penghidupan rumahtangga petani. Sedangkan asumsi dasar yang dibangun dalam penelitian ini adalah adanya penetrasi kapitalisme yang berlanjut pada komunitas
petani tembakau sehingga melemahkan nilai-nilai etikamoral ekonomi lokal.
3.2. Pilihan Paradigma Penelitian
Guba dan Lincoln dalam Salim 2006, mengemukakan empat paradigma utama yang bersaing dalam ilmu pengetahuan dengan berbagai asumsi-asumsi
yang mendasarinya, yaitu positivisme, post-positivisme, teori kritis critical theory
, dan paradigma konstruktivisme constructivism. Dalam penelitian ini,