Cangkul, adalah alat yang dipergunakan untuk membalik tanah sehingga Ponjo, adalah alat yang dipergunakan petani untuk melobagi tanah pada saat Cacak dan gobang, adalah alat yang digunakan untuk meletakkan tembakau Rigen, merupakan tempat untuk menjemur t

65 yang mutlak diperlukan dalam membudidayakan tembakau, sehingga petani merasa merugi, apalagi kalau musim tidak mendukung. Sedangkan sebagian petani dengan lahan yang tidak terlalu luas, akan merasakan masa kejayaan tersebut tetapi tidak seperti petani dengan lahan luas. Mereka tetap menempati bangunan rumah seadanya, bahkan tidak berubah dari tahun ke tahun secara total. Hasil panen yang berlebih hanya dapat dipergunakan untuk melakukan renovasi saja tanpa bisa mengganti dengan yang baru. Rumah tidak hanya sebagai tempat tinggal bagi petani, tetapi disinilah berbagai aktifitas nafkah dilakukan. Rumah sebagai tempat menyimpan berbagai hasil panen. Pada saat musim tembakau, disinilah petani melakukan kegiatan merajang tembakau. 5.6.Teknologi :dari cacak dan gobang ke mesin Beberapa teknologi yang dipakai petani tembakau dalam kegiatan usaha taninya antara lain: cangkul, ponjo, cacak dan gobang, rigen, dan keranjang. Untuk mengetahui secara detail masing-masing alat tersebut akan uraikan sebagai berikut:

a. Cangkul, adalah alat yang dipergunakan untuk membalik tanah sehingga

tanah tidak padat sehingga pori-pori tanah mampu menyerap hara tanaman. Alat ini terbuat dari logam pada ujungnya yang berbentuk persegi panjang dan bersifat tajam pada salah satu ujungnya. Sedangkan gagang atau alat untuk memegang terbuat dari kayu berbentuk bulan panjang dengan panjang kurang lebih 1 meter.

b. Ponjo, adalah alat yang dipergunakan petani untuk melobagi tanah pada saat

menanam bibit tembakau. Lobang tersebut akan diisi dengan pupuk kandang untuk kemudian sebagai tempat meletakkan bibit tembakau. Ponjo terbuat dari kayu bulat panjang dengan ujungnya yang lancip dan panjangnya kurang lebih 1,5 meter.

c. Cacak dan gobang, adalah alat yang digunakan untuk meletakkan tembakau

sebelum dirajang. Alat ini terbuat dari kayu berbentuk balok setinggi kurang lebih 1 meter. Pada bagian atas terdapat lobang dengan diameter ± 10 cm 66 berguna untuk meletakkan tembakau yang akan dirajang. Alat perajangnya disebut dengan gobang yang terbut dari logam agak lebar dan tajam pada salah satu sisinya.

d. Rigen, merupakan tempat untuk menjemur tembakau yang sudah dirajang.

Pada saat bukan musim tembakau terkadang juga difungsikan untuk menjemur hasil panen seperti: kedelai, bawang, kacang tanah, kacang merah kacang tunggak, dan lainnya. Rigen dibuat dari bamboo yang dianyam berbentuk persegi panjang dengan harga sekitar Rp. 12.000buah. Salah satu daerah yang memproduksi rigen adalah di Kecamatan Kedu, dan juga bisa di beli di pasar Parakan.

e. Keranjang, alat ini dibuat dari bambu yang didalamnya dilapisi debog kering

batang pohon pisang. Salah satu sentra pengrajin keranjang ini adalah di Kecamatan Kedu. Biasanya petani membeli minimal 1 kepok berisi dua buah kerangjang dengan harga yang bervariasi tergantung pada: 1 waktu pembelian, pada musim panen bulan September biasanya lebih mahas, ±keranjang Rp. 100.000,00; bagi petani dengan modal yang lebih mereka membeli sebelum masa panen dengan harga yang relative murah ±keranjang Rp. 75.000,00; 2 besar kecilnya ukuran keranjang, semakin besar keranjang semakin mahal, ukurang keranjang antara 30-45 kg tembakau rajangan kering. Berat keranjang berkisar antara 10-12 kg. Semenjak sekitar 5 tahunan, peran cacak dan gobang mulai digantikan dengan mesin. Mesin perajang ini biasanya dimiliki oleh petani lahan luas atau sedang. Sementara petani gurem sebagian besar masih memakai alat manual. Terkadang mereka menitipkan kepada pemilik mesih untuk dirajangkan dengan membayar ongkos perajangan satu kranjangnya sebesar Rp. 40.000,00. Perubahan alat perajang ke mesin ternyata membawa perubahan pada hubungan social masyarakat. Sebelum terjadinya perubahan ke mesin dan sebelum maraknya fenomena “impor”, pada saat melakukan kegiatan perajangan biasaya mereka saling membantu dengan cara membawa alat perajang masing- masing kepada tetangga yang membutuhkan. Kemudian mereka merajang tembakau dengan alat rajangnya masing-masing. Fenomena “impor” dan 67 perubahan ke mesin ini muncul hampir bersamaan dan diduga munculnya mesin karena untuk mempermudah dan mempercepat proses perajangan tembakau yang secara kuantitatif pada masing-masing rumahtangga lebih banyak karena ditambah yang tembakau impor. Hal inilah yang menyebabkan kesibukan yang luar biasa pada saat proses merajang. Pada akhirnya cacak dan gobang ditinggalkan seiring dengan hubungan social yang semakin merenggang. 5.7.Hewan ternak dan pupuk sebagai tabungan Pada saat panen tembakau berhasil, petani menyisihkan sebagian hasilnya untuk membeli ternak dan sepeda motor sebagai tabungan. Selain itu, mereka juga membeli pupuk lebih awal sebagai bagian dari tabungan karena apabila dibelanjakan menjelang musim tanam biasanya lebih mahal. Kemampuan menyimpan sangat tergantung luasan lahan dan harga tembakau, mengingat harga tembakau pada satu orang dan orang lainnya berbeda-beda. Pada petani berlahan luas, keberhasilan pada musim panen biasanya diinvestasikan untuk membeli lahan kembali. Selain itu, mereka juga membeli kendaraan baik roda dua maupun roda empat. Sebagian lainnya ditabung di bank, dan siap dipergunakan untuk kebutuhan mendadak. Pada saat gagal panen, biasanya memanfaatkan uang di bank atau bahkan menjual sepeda motor dan mobil yang dimiliki. Hasil panen terutama berupa kebutuhan pokok, seperti beras pada masyarakat padi-sawah dan jagung pada masyarakat pegunungan biasanya tidak dijual semuanya. Sebagian lainnya disimpan sebagai persediaan makanan sembari menunggu musim panen berikutnya. Petani padi sawah menyimpan bahan pokok dalam bentuk padi, sedangkan petani di pegunungan dalam bentuk jagung yang belum dikupas kulitnya. Pada awalnya, jagung adalah tanaman yang selalu diusahakan sebagai bahan makanan pokok. Setelah beralih ke komoditas cabe, petani tidak menanam jagung setiap tahun. Pada umumnya mereka akan menanam jagung pada tahun tertentu dan akan menanam lagi setelah persediaan di rumah telah habis. Ada 68 sebagian petani dengan lahan luas mengusahakan cabe dan jagung pada waktu yang bersamaan.

5.8. Kemampuan mengelola tembakau, warisan orang tua

Dokumen yang terkait

Perubahan Desa Menjadi Kota (Studi Deskriptif di Desa Tembung, Kecamatan Percut SeiTuan, Kabupaten Deli Serdang)

22 218 93

STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI MISKIN DI DESA SUKORAHAYU KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

0 16 9

Strategi Nafkah Rumahtangga Nelayan (Studi Kasus di Dua Desa Nelayan Tangkap Kabupaten Lamongan Jawa Timur)

0 6 208

Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Lahan Kering (Kasus Komunitas Petani Lahan Kering Di Desa Lolisang, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan)

0 10 188

Dampak Krisis Ekologi terhadap Strategi Nafkah Rumahtangga Petani di Desa Ciganjeng, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran

1 18 99

Strategi Dan Struktur Nafkah Rumahtangga Petani Sekitar Hutan Desa Seputih Kecamatan Mayang Kabupaten Jember

2 21 89

Strategi Dan Kelentingan Nafkah Rumahtangga Petani Di Daerah Rawan Bencana (Kasus Rumahtangga Petani Desa Tunggilis, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat)

4 10 138

Kelentingan Nafkah Rumahtangga Petani Di Wilayah Rentan Banjir: Studi Kasus Dua Desa Di Kabupaten Kudus

0 7 133

DINAMIKA NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI PEDESAAN DENGAN PENDEKATAN SUSTAINABLE LIVELIHOD APPROACH (SLA) (Kasus Petani Tembakau di Lereng Gunung Merapi-Merbabu, Propinsi Jawa Tengah).

0 0 9

POLA HUBUNGAN ANTARA TENGKULAK DAN PETANI TEMBAKAU DI LERENG GUNUNG SINDORO SUMBING (Studi Kasus Desa Pagergunung Kecamatan Bulu dan Desa Gentingsari Kecamatan Bansari Kabupaten Temanggung) - UNS Institutional Repository

1 1 14