Analisis Titik Impas Break Even Point Usaha

Pengkajian terhadap struktur biaya, pendapatan, dan titik impas BEP tersebut dibedakan berdasarkan skala usaha yang dilihat dari penggunaan kedelai per hari. Hal tersebut dikarenakan skala usaha yang berbeda juga akan mengakibatkan struktur biaya, pendapatan, dan titik impas BEP yang berbeda- beda. Pada akhirnya dapat ditentukan mana skala usaha tempe anggota dan non- anggota Primkopti Kota Bogor yang efisien dari segi biaya dan pendapatan sehingga dapat dijadikan masukkan saran untuk dapat meningkatkan pendapatan. Kerangka pemikiran yang melandasi penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.2. Gambar 3.2 Skema Kerangka Pemikiran Operasional Tempe yang bernilai gizi tinggi menyebabkan semakin merambahnya konsumsi dan usaha tempe. Ketersediaan bahan baku kedelai dan kesejahteraan para pengrajin tempe menjadi sangat penting. Primkopti Kota Bogor Anggota Non Anggota Skala usaha Skala usaha Analisis struktur biaya, pendapatan, rasio RC, dan titik impas BEP Peningkatan pendapatan usaha tempe Kelurahan Kedung Badak merupakan kelurahan di Kota Bogor yang terdapat pengrajin tempe dalam jumlah yang cukup banyak di Kota Bogor.

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja purposive karena usaha tempe di Kota Bogor paling banyak, yaitu 31.05 persen usaha tempe di Kota Bogor terdapat di Kelurahan Kedung Badak menurut data dari Paguyuban Pengrajin Tempe Kota Bogor. Pengumpulan data untuk keperluan penelitian dilakukan bulan Maret April 2015. Waktu tersebut digunakan untuk memperoleh data dan keterangan dari para pengrajin tempe sebagai responden dan semua pihak yang terkait.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan secara langsung di tempat lapangan yang bertujuan untuk melihat aktivitas dan keragaan usaha tempe. Selain itu, pengumpulan informasi juga dilakukan melalui wawancara dengan pengrajin tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor dengan menggunakan daftar pertanyaan kuesioner yang telah disediakan sebelumnya, mencakup keadaan usaha tempe, seperti jumlah produksi, harga jual tempe, biaya operasional usaha tempe. Data sekunder diperoleh dari catatan-catatan serta dokumentasi dari pihak atau instansi yang terkait seperti Kementarian Pertanian, Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor, Primkopti Kota Bogor, Paguyuban Pengrajin Tempe Kota Bogor, serta Kelurahan Kedung Badak. Data sekunder mencakup data penyediaan dan penggunaan kedelai, konsumsi kedelai dan produk olahannya, jumlah pengrajin tempe di Kota Bogor, serta keadaan wilayah Kelurahan Kedung Badak. Selain itu juga dilakukan penelusuran melalui internet, buku-buku yang menunjang teori, serta penelitian-penelitian terdahulu sebagai bahan rujukan yang berkaitan dengan penelitian ini.

4.3. Metode Pengambilan Sampel

Sampel dalam penelitian ini terbagi ke dalam tiga skala usaha yang terdiri dari pengrajin anggota dan pengrajin non anggota. Pembagian ke dalam tiga skala tersebut menggunakan statistik deskriptif dari data penggunaan kedelai per hari per proses produksi untuk populasi usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor menurut data dari Paguyuban Pengrajin Tempe Kota Bogor tahun 2015. Pembagian skala usaha tersebut dilakukan dengan menggunakan metode stratified random sampling. Menurut Umar 1996 stratified random sampling digunakan ketika populasi dianggap heterogen menurut suatu karakteristik tertentu. Terlebih dahulu dikelompokkan dalam beberapa subpopulasi, lalu dari tiap subpopulasi ini secara acak diambil anggota sampelnya. Penentuan jumlah sampel pengrajin anggota adalah dengan cara menggunakan sensus karena total jumlah pengrajin hanya 29 pengrajin. Penentuan jumlah sampel pengrajin non anggota dilakukan secara acak. Penentuan sampel pengrajin anggota dan non anggota tersebut berdasarkan populasi pengrajin di Kelurahan Kedung Badak menurut data dari Paguyuban Pengrajin Tempe Kota Bogor tahun 2015. Statistik deskriptif yang digunakan untuk membagi tiga skala usaha yaitu nilai rata-rata mean sebesar 66.54, nilai maksimum sebesar 230, nilai minimum sebesar 25, rentangan range sebesar 205, dan standar deviasi sebesar 35.94. Hasil pembagian ke dalam tiga skala dan jumlah sampel yang diambil untuk masing-masing skala usaha anggota dan non anggota dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Distribusi populasi dan sampel usaha tempe berdasarkan keanggotaan Primkopti dan skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Skala Rumus Pembagian Skala Usaha Penggunaan Kedelai per Hari Kg Anggota Non Anggota Total N i n i N i n i N i n i Skala I ̅  67 15 15 67 15 84 30 Skala II ̅ ̅ 67 103 12 12 20 8 32 20 Skala III ̅ 103 2 2 9 8 11 10 Total 29 29 98 31 127 60 Keterangan: = Jumlah kebutuhan kedelai per proses produksi kg ̅ = Nilai rata-rata mean penggunaan kedelai per hari kg = Standar deviasi penggunaan kedelai per hari kg N i = Populasi pengrajin tempe tiap strata n i = Sampel pengrajin tempe tiap strata Sumber: Data Primer, 2015