Tujuan Penelitian Struktur Biaya Dan Pendapatan Usaha Tempe Anggota Dan Non Anggota Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia Kota Bogor (Studi Kasus Kelurahan Kedung Badak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor)

mengolah kedelai melalui pemanasan atau fermentasi. Pengolahan kedelai dengan proses fermentasi di antaranya tempe, kecap, dan tauco. Tempe merupakan salah satu olahan kedelai yang paling banyak diminati oleh masyarakat. Selain rasanya enak dan harganya lebih murah dari sumber protein asal hewani daging, susu, dan telur, kandungan gizinya juga tinggi. Kandungan gizi tempe lebih baik dibandingkan dengan kedelai. Hal tersebut dikarenakan proses fermentasi dengan ragi atau kapang golongan Rhizopus yang menyebabkan gizi dalam kedelai yang awalnya tidak dapat diurai dan diserap menjadi dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Berikut ini adalah perbandingan komposisi zat gizi kedelai dan tempe yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Komposisi zat gizi kedelai dan tempe dalam 100 gram bahan kering Zat Gizi Satuan Kedelai Tempe Abu g 6.1 3.6 Protein g 46.2 46.5 Lemak g 19.1 19.7 Karbohidrat g 28.2 30.2 Serat g 3.7 7.2 Kalsium mg 254 347 Fosfor mg 781 724 Besi mg 11 9 Vitamin B1 mg 0.48 0.28 Riboflavin mg 0.15 0.65 Niasin mg 0.67 2.52 Asam Pantotenat mkg 430 520 Piridoksin mkg 180 100 Vitamin B12 mkg 0.2 3.9 Biotin mkg 35 53 Asam Amino Esensial g 17.7 18.9 Sumber: Astawan, 2009 Berdasarkan Tabel 2.1, sebagian besar kandungan gizi yang terkandung dalam kedelai meningkat setelah diolah menjadi tempe dengan proses fermentasi. Hanya beberapa kandungan gizi yang menurun dan penurunannya tidak terlalu besar, di antaranya abu menurun sebesar 2.5 g 41 persen, fosfor 57 mg 7 persen, besi 2 mg 18 persen, vitamin B1 0.2 mg 42 persen, piridoksin 80 mkg 44 persen, dan sisanya mengalami peningkatan. Peningkatan terbesar terjadi pada vitamin B12 yaitu hingga 19 kali lipat dari sebelumnya. Astawan 2009 juga menyebutkan bahwa tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin B12 yang potensial dari bahan pangan nabati. Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani, tetapi tidak dijumpai pada makanan nabati seperti sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian. Oleh karena itu, tempe sebagai sumber protein nabati setara dengan sumber protein hewani dan dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti protein hewani. Tempe sebagai sumber protein dan mengandung zat besi yang diperlukan dalam pembentukan kadar hemoglobin Astuti, Aminah, dan Syamsianah, 2014. Oleh karena itu, jika tempe dikonsumsi secara teratur, maka seseorang dapat terhindar dari anemia akibat kekurangan zat besi, mencegah terbentuknya radikal bebas dan proses penuaan secara dini karena terdapat kandungan antioksidan, serta serat pada tempe dapat mencegah penyakit-penyakit saluran pencernaan.

2.2. Usaha Pembuatan Tempe

Berbagai macam olahan kedelai, terutama tempe, kini sudah banyak tersedia, baik di pasar tradisional maupun pasar modern. Hotelrestoran juga telah menyajikan tempe sebagai salah satu menu utama. Tempe sudah banyak diolah menjadi makanan cepat saji seperti burger tempe dan camilan seperti keripik tempe. Banyaknya olahan tempe tersebut menunjukkan banyaknya masyarakat Indonesia yang bergelut di bidang usaha pembuatan tempe. Pembuatan tempe tidak sulit dan dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang biasa terdapat di rumah tangga, sehingga usaha pembuatan tempe banyak dilakukan dengan skala kecil atau rumah tangga. Usaha kecil di Indonesia berkembang karena adanya latar belakang ekonomi yang menjadi alasan utama dalam melakukan usaha, yaitu untuk memperoleh perbaikan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari. Selain itu juga karena melihat prospek usaha ke depan dengan adanya peluang usaha dan pangsa pasar yang aman dengan kendala modal yang terbatas. Beberapa pengusaha kecil berusaha dengan alasan utamanya karena faktor keturunanwarisan, dibekali keahlian, dan membuka lapangan kerja baru bagi warga setempat Tambunan, 2009. Tempe yang berkualitas baik memiliki ciri-ciri berwarna putih bersih dan merata pada permukaannya, struktur yang homogen dan kompak, serta memiliki rasa, bau, dan aroma khas tempe. Sementara tempe yang berkualitas buruk memiliki ciri-ciri permukaan basah, struktur tidak kompak, terdapat bercak hitam, adanya bau amoniak dan alcohol, serta beracun. Menurut Warisno dan Dahana