Usaha Pembuatan Tempe Struktur Biaya Dan Pendapatan Usaha Tempe Anggota Dan Non Anggota Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia Kota Bogor (Studi Kasus Kelurahan Kedung Badak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor)

dan UMKM Kota Bogor bagian Koperasi juga menuturkan bahwa penilaian koperasi tersebut salah satunya dilihat berdasarkan Rapat Akhir Tahun RAT yang dilaksanakan rutin setiap tahun dan tepat waktu pada bulan januari hingga maret. Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia Primkopti Kota Bogor adalah salah satu koperasi berprestasi tingkat Kota Bogor tahun 2014. Primkopti adalah koperasi produsen dan koperasi primer yang bergerak pada bidang produksi tempe tahu dengan kedelai sebagai bahan baku utamanya. Menurut Danoe 2 1995, Primkopti didirikan pada tanggal 1979. Latar belakang berdirinya Primkopti adalah karena tingginya konsumsi tempe sehingga menjadi menu makanan sehari-hari dalam masyarakat tetapi kurang memberikan dampak positif untuk kemajuan usaha dan kesejahteraan pengrajin beserta anggota keluarganya. Mereka harus membeli bakan baku utamanya yaitu kedelai dari toko di pasar bebas dengan harga yang tidak terkendali. Terdapat tokoh masyarakat yang menaruh kepedulian kepada para pengrajin tersebut karena melihat usaha dan kehidupan sehari-hari para pengrajin tempe tahu yang jumlahnya cukup banyak dan tersebar di pelosok perkotaan dan pedesaan. Tokoh masyarakat tersebut yaitu Abdul Hanan, Djajang Murdjana, Suryana Hanafie, Ezrim Jamil, BA., dan Agung Soetrisno. Kelima orang tersebut mencetuskan gagasan membentuk suatu wadah untuk menghimpun dan membina para pengrajin tempe dan tahu yang kemudian diberi nama KOPTI singkatan dari Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia. Primkopti tersebar pada tingkat provinsi serta kota dan kabupaten. Kota Bogor merupakan salah satu kota yang memiliki Primkopti untuk mewadahi para pengrajin tempe tahu yang terdapat di Kota Bogor.

2.5. Penelitian Terdahulu

Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan analisis struktur biaya dan pendapatan, komoditas tempe, serta yang berkaitan dengan membedakan berdasarkan status keanggotaan pelaku usaha terhadap suatu 2 Ketua Dewan Pengurus Primkopti Kota Bogor Periode 1987 1995 kelembagaan, baik anggota dan non anggota koperasi, anggota dan non anggota kelompok tani, maupun pola kemitraan dan pola mandiri. Penelitian terdahulu yang dijadikan referensi dalam penelitian ini adalah penelitian Bantani 2004, Setiawan 2011, Ruswan 2012, Rachmatia 2013, Arroyan 2011, Utomo 2014, Aulani 2014, dan Lestari 2010. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu antara lain memiliki kesamaan metode dalam menganalisis struktur biaya dan pendapatan dengan rasio RC dengan penelitian Bantani 2004, Rachmatia 2013, dan Arroyan 2011. Penelitian ini juga memiliki kesamaan dalam membedakan pelaku usaha terhadap status keanggotaan suatu kelembagaan dengan penelitian Lestari 2010, Ruswan 2012, dan Utomo 2014 yang membedakan berdasarkan anggota dan non anggota kelompok tani, serta Rachmatia 2013 dan Aulani 2014 berdasarkan pola mandiri dan pola kemitraan. Penelitian ini juga memiliki kesamaan berdasarkan komoditas yang diteliti, yaitu tempe dengan penelitian Ruswan 2012, Aulani 2014, dan Setiawan 2011. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini antara lain perbedaan komoditas yang diteliti, perbedaan dalam membedakan status keanggotaan pelaku usaha terhadap suatu kelembagaan dalam menganalisis struktur biaya dan pendapatan, serta perbedaan kriteria analisis struktur biaya dan pendapatan, serta terdapat analisis titik impas BEP. Penelitian ini menggunakan usaha tempe dan tempe sebagai komoditas penelitian, sedangkan pada penelitian terdahulu, komoditas yang dianalisis adalah usaha tani kangkung oleh Lestari 2010, usaha tani sayuran organik dan non organik oleh Arroyan 2011, usaha pemotongan ayam oleh Bantani 2004, usaha ternak ayam ras pedaging oleh Rachmatia 2013, serta usaha tani padi oleh Utomo 2014. Penelitian yang dilakukan oleh Arroyan 2011 dan Bantani 2004 tidak membedakan status keanggotaan pelaku usaha terhadap suatu kelembagaan. Analisis struktur biaya dan pendapatan pada penelitian ini membagi analisis menjadi dua kategori berdasarkan status keanggotaan Primkopti Kota Bogor. Status keanggotaan tersebut dibagi lagi berdasarkan skala usaha tempe yang dijalankan. Penjelasan terhadap penelitian-penelitian terdahulu tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.2. 19 Tabel 2.2 Penelitian terdahulu No. Peneliti Judul Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian 1. Agus Taofik Bantani 2004 Analisis Struktur Biaya dan Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam Tradisional di Kelurahan Kebon Pedes, Bogor, Jawa Barat. 1. Menganalisis struktur biaya berdasarkan keragaman skala usaha pemotongan ayam tradisional. 2. Menganalisis pendapatan usaha pemotongan ayam tradisional berdasarkan keragaman skala usaha pemotongan ayam tradisional. 3. Menganalisis keragaman skala usaha pemotongan ayam tradisional, sehingga dapat berdampingan antar skala usaha. 1. Analisis struktur biaya dilakukan dengan mengelompokkan biaya- biaya yang terjadi, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. 2. Analisis pendapatan dilakukan dengan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total serta dilanjutkan dengan analisis rasio RC. 3. Analisis keragaman skala usaha pemotongan ayam tradisional menggunakan statistik deskriptif dengan menggunakan tabel-tabel analisis. 1. Komponen biaya terbesar adalah biaya pembelian ayam hidup. Biaya total per kg Pemotong I semakin kecil pada setiap peningkatan skala usaha, sedangkan Pemotong II, peningkatan skala usaha tidak berpengaruh nyata pada perubahan biaya total per kg. Hal tersebut terjadi karena harga beli ayam hidup pada Pemotong II lebih mahal dari pada Pemotong I, sedangkan harga jual hasil produksi sama. 2. Pendapatan cenderung lebih besar seiring dengan peningkatan jumlah ayam yang dipotong. Pada Pemotong I, pendapatan yang diperoleh lebih besar karena jumlah ayam yang dipotong lebih banyak dan harga pembelian ayam hidup lebih murah dari pada Pemotong II. 3. Harga jual hasil produk dijual dengan tingkat harga yang sama. Oleh karena itu, tidak terjadi persaingan harga antara pengusaha pemotongan ayam di Kebon Pedes, sehingga usaha tersebut dapat berdampingan dan bertahan pada tingkat skala usaha yang beragam dari skala kecil sampai besar. 2. Indra Setiawan 2011 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Tempe di Kota Bogor. 1. Menganalisis karakteristik konsumen tempe di Kota Bogor. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi tempe di Kota Bogor. 1. Analisis karakteristik konsumen tempe di Kota Bogor dilakukan dengan analisis deskriptif dengan tabulasi sederhana. 2. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi tempe dengan regresi linier berganda beserta ujinya. 1. Mayoritas responden adalah ibu rumah tangga. Pengeluaran konsumsi tempe untuk semua kelas terbesar adalah di atas Rp 60 000. Lokasi pembelian tempe kelas ekonomi atas 56 persen di pasar, kelas ekonomi menengah 38 persen di pedagang keliling, dan kelas ekonomi bawah 50 persen di pedagang sayur keliling. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi tempe adalah harga tempe X 1 , harga tahu X 2 , harga telur X 3 , jumlah anggota keluarga X 4 , pendidikan terakhir X 5 , kelas ekonomi bawah D 1 , dan kelas ekonomi menengah D 2 berpengaruh nyata dengan taraf nyata 5 persen.