Definisi Operasional Struktur Biaya Dan Pendapatan Usaha Tempe Anggota Dan Non Anggota Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia Kota Bogor (Studi Kasus Kelurahan Kedung Badak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor)

Berdasarkan Tabel 5.2, terlihat bahwa rata-rata usia pengrajin anggota lebih besar dibandingkan rata-rata usia pengrajin non anggota. Pengrajin non anggota memiliki tingkat usia yang lebih beragam dibanding pengrajin anggota karena usia maksimum dan minimum terdapat pada pengrajin non anggota. Semakin besar skala usaha tempe, maka pengrajin yang berada pada skala tersebut rata-rata memiliki tingkat usia yang lebih rendah pada pengrajin anggota. Hal tersebut menunjukkan tingkat usia yang ideal bahwa semakin besar skala usaha membutuhkan tenaga yang lebih besar yang dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas. Tingkatan usia ini berpengaruh dalam kemampuan pengrajin dalam menjalankan usaha tempe baik kemampuan dalam menggunakan faktor produksi, kemampuan berpikir secara matang, maupun kemampuan tenaga yang dapat digunakan untuk meningkatkan pendapatan dari usaha tempe yang dijalankan. Berdasarkan Tabel 5.2, terlihat bahwa mayoritas pengrajin tempe di Kelurahan Kedung Badak memiliki pendidikan formal terakhir hanya sampai SD, sementara pengrajin dengan pendidikan terakhir diploma hanya terdapat 1 orang. Rendahnya tingkat pendidikan para pengrajin tempe tersebut disebabkan karena mereka merupakan penduduk pendatang yang di tempat asal mereka belum terdapat fasilitas pendidikan yang mendukung dan terdapat kendala tempat tinggal yang jauh dari gedung sekolah. Pengrajin dengan pendidikan formal terakhir SMA terbanyak terdapat pada pengrajin anggota skala III dan pendidikan formal terakhir diploma terdapat pada pengrajin anggota skala I. Berdasarkan Tabel 5.2, terlihat bahwa rata-rata lama pengalaman berusaha tempe pengrajin anggota lebih lama dibandingkan dengan pengrajin non anggota. Rata-rata lama pengalaman berusaha tempe ini berkaitan dengan rata-rata usia pengrajin tempe, baik anggota maupun non anggota. Pengrajin anggota memiliki rata-rata usia yang semakin rendah setiap skala usaha, sehingga berkaitan dengan rata-rata lama pengalaman berusaha tempe yang juga semakin rendah setiap skala usaha. Pengrajin anggota memiliki rata-rata usia yang semakin tinggi setiap skala usaha, sehingga berkaitan dengan rata-rata lama pengalaman berusaha tempe yang juga semakin tinggi setiap skala usaha. Berdasarkan Tabel 5.2, terlihat bahwa mayoritas pengrajin tempe di Kelurahan Kedung Badak dalam menjalankan usaha tempe pengetahuan awal membuat tempe didapatkan secara turun temurun, yaitu dengan cara membantu orang tua atau keluarga yang sebelumnya juga sebagai pengrajin tempe. Hal tersebut mengindikasikan bahwa usaha tempe merupakan usaha rumah tangga sehingga banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Selain itu juga terdapat usaha tempe yang menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga tersebut pada akhirnya memiliki pengetahuan awal membuat tempe sehingga dapat menghasilkan tempe yang berkualitas baik. Pengetahuan awal membuat tempe yang dimiliki pengrajin anggota dan non anggota pada tiap skala pada umumnya lebih banyak didapatkan secara turun temurun. Seluruh responden pengrajin tempe anggota skala III mendapatkan pengetahuan awal membuat tempe dari bekerja dengan pengrajin lain. Pengrajin anggota membeli bahan baku utama seperti kacang kedelai dan ragi di Primkopti serta melakukan simpanan di Primkopti. Berdasarkan Tabel 5.2, terlihat bahwa rata-rata pengrajin sudah menjadi anggota Primkopti Kota Bogor selama 16 tahun. Rata-rata terbesar, nilai maksimum, dan nilai minimum dari lama keanggotaan pengrajin tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 terdapat pada skala II. Berdasarkan Tabel 5.2, terlihat bahwa rata-rata jumlah tanggungan keluarga pengrajin sebanyak 3 orang, yang terdiri dari satu orang istri dan dua orang anak. Pengrajin tempe di Kelurahan Kedung Badak pada umumnya telah menyadari pentingnya program Keluarga Berencana mengingat biaya hidup yang tinggi saat ini. Mereka menyadari bahwa pendapatan dari usaha tempe tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari jika memiliki banyak tanggungan keluarga. Pengrajin anggota dari skala I hingga skala III rata-rata jumlah tanggungan keluarga semakin sedikit. Berbeda dengan pengrajin anggota, pada usaha tempe pengrajin non anggota semakin sebesar skala usaha, jumlah tanggungan keluarga semakin banyak. Jumlah tanggungan keluarga terbanyak terdapat pada pengrajin non anggota skala III. Secara keseluruhan, usaha tempe yang dijalankan oleh pengrajin tempe di Kelurahan Kedung Badak merupakan pekerjaan utama. Mereka tidak memiliki pekerjaan lain selain usaha tempe. Hal tersebut dikarenakan memproduksi tempe setiap harinya sudah cukup menyita waktu dan tenaga, sehingga tidak dapat