Analisis Pendapatan Berdasarkan Keanggotaan Primkopti dan Skala

dua sampel bebas. Pada Lampiran 15, tabel anova menunjukkan bahwa secara rata-rata pendapatan atas biaya total menurut skala usaha berbeda signifikan secara statistik karena nilai sig. sebesar 0.000 yang lebih kecil dari nilai alfa α 0.01 sehingga menunjukkan tolak H . Hasil uji beda pendapatan atas biaya total usaha tempe terhadap masing-masing skala usaha dapat dilihat pada Tabel 6.8. Tabel 6.8 Hasil uji beda pendapatan atas biaya total usaha tempe per kg output menurut skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Perbandingan Skala Usaha Mean Difference Std. Error Sig. Pendapatan Atas Biaya Total Anggota Skala II Skala I 144.667 63.033 0.090 Skala III 373.333 124.302 0.018 Skala III Skala I -228.667 122.514 0.200 Pendapatan Atas Biaya Total Non Anggota Skala II Skala I 109.475 55.940 0.148 Skala III 409.625 42.989 0.000 Skala III Skala I -300.150 54.916 0.000 Pendapatan Atas Biaya Secara Keseluruhan Skala II Skala I 139.668 45.670 0.010 Skala III 443.764 61.273 0.000 Skala III Skala I -304.096 57.769 0.000 Keterangan: signifikan pa da taraf nyata α 20 persen signifikan pada taraf nyata α 10 persen s ignifikan pada taraf nyata α 5 persen signifikan pada taraf nyata α 1 persen Sumber: Data Primer, 2015 Diolah Berdasarkan Tabel 6.8, perbandingan pendapatan atas biaya total per kilogram tempe antar skala baik anggota, non anggota, maupun secara keseluruhan berbeda signifikan secara statistik pada taraf nyata masing-masing. Nilai perbedaan rata-rata mean difference, baik pada perbandingan antar skala usaha pada usaha tempe anggota, non anggota, maupun secara keseluruhan menunjukkan bahwa usaha tempe skala II memiliki rata-rata pendapatan atas biaya total terbesar dibandingkan skala I dan III karena perbedaan rata-rata mean difference bertanda positif saat dibandingkan dengan skala I dan skala III. Semakin besar skala usaha pendapatan atas biaya total per kilogram tempe tidak semakin tinggi. Hal tersebut dikarenakan besaran total biaya per kilogram tempe yang tidak semakin rendah akibat besarnya biaya peralatan untuk mengangkut tempe pada skala III dan penggunaan kapasitas kendaraan tersebut belum optimal. Uji beda rasio RC atas biaya total usaha tempe terhadap masing-masing skala usaha pada Lampiran 18, tabel anova menunjukkan bahwa secara rata-rata rasio RC atas biaya total menurut skala usaha berbeda signifikan secara statistik karena nilai sig. sebesar 0.000 yang lebih kecil dari nilai alfa α 0.01 yang sehingga menunjukkan tolak H . Hasil uji beda rasio RC atas biaya total usaha tempe terhadap masing-masing skala usaha dapat dilihat pada Tabel 6.9. Tabel 6.9 Hasil uji beda rasio RC atas biaya total usaha tempe per kg output menurut skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Perbandingan Skala Usaha Mean Difference Std. Error Sig. Rasio RC Atas Biaya Total Anggota Skala II Skala I 0.020 0.009 0.072 Skala III 0.057 0.017 0.007 Skala III Skala I -0.036 0.017 0.118 Rasio RC Atas Biaya Total Non Anggota Skala II Skala I 0.019 0.009 0.165 Skala III 0.061 0.011 0.000 Skala III Skala I -0.043 0.009 0.000 Rasio RC Atas Biaya Total Secara Keseluruhan Skala II Skala I 0.021 0.007 0.006 Skala III 0.066 0.009 0.000 Skala III Skala I -0.045 0.008 0.000 Keterangan: signifikan pada taraf nyata α 20 persen signifikan pada taraf nyata α 10 persen signifikan pada taraf nyata α 1 persen Sumber: Data Primer, 2015 Diolah Berdasarkan Tabel 6.9, perbandingan rasio RC atas biaya total per kilogram tempe antar skala baik anggota, non anggota, maupun secara keseluruhan berbeda signifikan secara statistik pada taraf nyata masing-masing. Nilai perbedaan rata-rata mean difference, baik pada perbandingan antar skala usaha pada usaha tempe anggota, non anggota, maupun secara keseluruhan menunjukkan bahwa usaha tempe skala II memiliki rata-rata rasio RC atas biaya total terbesar dibandingkan skala I dan III karena perbedaan rata-rata mean difference bertanda positif saat dibandingkan dengan skala I dan skala III. Sama halnya dengan pendapatan atas biaya total, semakin besar skala usaha rasio RC atas biaya total tidak semakin tinggi. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh besaran total biaya per kilogram tempe yang tidak semakin rendah akibat besarnya biaya peralatan untuk mengangkut tempe pada skala III dan penggunaan kapasitas kendaraan tersebut belum optimal. Artinya bahwa mobil pick up yang digunakan guna mengangkut tempe untuk dijual masih dapat digunakan untuk hasil tempe yang lebih banyak lagi, sehingga biaya atas penggunaan kendaraan per kilogram tempe menjadi lebih rendah. Secara keseluruhan, usaha tempe pengrajin anggota dengan skala II yang paling efisien dari segi biaya dan pendapatan karena memiliki nilai rasio RC atas biaya total yang paling besar di antara yang lain dan terbukti secara statistik. Hal tersebut dikarenakan dengan meningkatkan skala usaha dari skala I ke skala II dapat menurunkan total biaya dan meningkatkan pendapatan atas biaya total per kilogram tempe, namun jika meningkatkan hingga skala III dapat meningkatkan total biaya dan menurunkan pendapatan atas biaya total per kilogram tempe. Oleh karena itu, usaha tempe anggota pada skala II yang paling ideal dan efisien untuk dijalankan.

6.3. Analisis Titik Impas Break Even Point, BEP Usaha Tempe

Titik impas atau break even point BEP adalah suatu keadaan dimana pendapatan sama dengan nol, atau dengan kata lain penerimaan sama dengan biaya. Perhitungan titik impas BEP pada usaha tempe ini diperlukan agar pengrajin mengetahui volume produksi atau hasil produksi dalam rupiah berapakah yang harus dihasilkan agar diperoleh pendapatan yang dapat menutupi biaya totalnya agar terhindar dari kerugian. Analisis dan perhitungan titik impas BEP ini dilakukan pada usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak baik yang anggota maupun non anggota pada setiap skala usaha dari skala I hingga skala III.

6.3.1. Analisis Titik Impas Break Even Point, BEP Berdasarkan

Keanggotaan Primkopti dan Skala Usaha Komponen perhitungan titik impas BEP terdiri dari total biaya tetap per hari per pengrajin, biaya variabel rata-rata per hari per pengrajin, dan harga jual tempe rata-rata per kilogram per hari per pengrajin. Untuk biaya variabel rata-rata didapatkan dari total biaya variabel per pengrajin dibagi jumlah output kilogram tempe yang dihasilkan oleh pengrajin itu sendiri. Tabel 6.10 menunjukkan perhitungan nilai titik impas BEP baik dalam unit maupun dalam rupiah yang harus dicapai oleh pengrajin agar terhindar dari kerugian. Berdasarkan Tabel 6.10, BEP unit atau kilogram tempe per hari yang minimal harus dihasilkan oleh pengrajin anggota adalah sebanyak 28.88 kg untuk skala I, 38.44 kg untuk skala II, dan 45.16 kg untuk skala III. BEP rupiah atau penerimaan per hari yang minimal harus didapat adalah sebesar Rp 249 832 untuk skala I, Rp 337 174 untuk skala II, dan Rp 393 263 untuk skala III. Untuk usaha tempe pengrajin non anggota, kilogram tempe per hari yang minimal harus dihasilkan adalah sebanyak 29.27 kg untuk skala I, 43.16 kg untuk skala II, dan 59.36 kg untuk skala III, sementara penerimaan per hari yang minimal harus didapat adalah sebesar Rp 257 203 untuk skala I, Rp 377 933 untuk skala II, dan Rp 517 888 untuk skala III. Tabel 6.10 Nilai titik impas rata-rata usaha tempe berdasarkan keanggotaan Primkopti dan skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 No. Uraian Anggota Non Anggota Skala I Skala II Skala III Skala I Skala II Skala III 1. Total Biaya Tetap 65 085 82 084 67 670 63 844 86 346 74 730 2. Biaya Variabel Rata-Rata RpKg TempeHari 6 396 6 652 7 209 6 581 6 775 7 452 3. Harga Jual Tempe Rata-Rata RpKg TempeHari 8 673 8 783 8 712 8 800 8 750 8 721 4. BEP Unit Kg TempeHari 28.88 38.44 45.16 29.27 43.16 59.36 5. BEP Rupiah RpHari 249 832 337 174 393 263 257 203 377 933 517 888 6. Volume Produksi Aktual Kg TempeHari 65.87 114.45 151.52 63.30 132.67 230.37 7. Penerimaan Aktual Rp Hari 575 744 1 012 531 1 328 974 561 179 1 167 943 2 018 248 Sumber: Data Primer, 2015 Diolah Tabel 6.10 menunjukkan bahwa BEP unit dan BEP rupiah pada skala I lebih rendah pada pengrajin non anggota dibanding pengrajin anggota. Pada skala II dan skala III BEP unit dan BEP rupiah lebih rendah pada pengrajin anggota dibanding pengrajin non anggota. Perbedaan anggota dan non anggota tersebut perlu diuji secara statistik apakah terdapat perbedaan BEP yang signifikan antar keanggotaan dan antar skala usaha dengan melakukan uji beda dua sampel bebas dan uji beberapa sampel bebas dengan taraf nyata α 5 persen.

6.3.2. Uji Beda Terhadap Titik Impas BEP Usaha Tempe Berdasarkan

Keanggotaan Primkopti dan Skala Usaha Analisis titik impas BEP usaha tempe juga dilakukan uji beda terhadap titik impas BEP antara pengrajin anggota dan non anggota yang terdiri dari BEP unit dan BEP rupiah menurut keanggotaan pengrajin dan skala usaha. Hasil uji beda total biaya usaha tempe menurut keanggotaan pengrajin dapat dilihat pada Tabel 6.11.