Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia Primkopti
19 Tabel 2.2 Penelitian terdahulu
No. Peneliti Judul
Tujuan Penelitian Metode Penelitian
Hasil Penelitian 1.
Agus Taofik
Bantani 2004 Analisis
Struktur Biaya
dan Pendapatan
Usaha Pemotongan Ayam
Tradisional di
Kelurahan Kebon
Pedes, Bogor, Jawa Barat.
1. Menganalisis struktur biaya
berdasarkan keragaman skala usaha
pemotongan ayam
tradisional. 2.
Menganalisis pendapatan usaha pemotongan ayam tradisional
berdasarkan keragaman skala usaha
pemotongan ayam
tradisional. 3.
Menganalisis keragaman skala usaha
pemotongan ayam
tradisional, sehingga
dapat berdampingan antar skala usaha.
1. Analisis struktur biaya dilakukan
dengan mengelompokkan biaya- biaya yang terjadi, yaitu biaya tetap
dan biaya variabel. 2.
Analisis pendapatan dilakukan dengan pendapatan atas biaya tunai
dan pendapatan atas biaya total serta dilanjutkan dengan analisis
rasio RC.
3. Analisis keragaman skala usaha
pemotongan ayam
tradisional menggunakan statistik deskriptif
dengan menggunakan tabel-tabel analisis.
1. Komponen biaya terbesar adalah biaya pembelian ayam
hidup. Biaya total per kg Pemotong I semakin kecil pada setiap peningkatan skala usaha, sedangkan Pemotong II,
peningkatan skala usaha tidak berpengaruh nyata pada perubahan biaya total per kg. Hal tersebut terjadi karena
harga beli ayam hidup pada Pemotong II lebih mahal dari pada Pemotong I, sedangkan harga jual hasil produksi
sama.
2. Pendapatan cenderung lebih besar seiring dengan
peningkatan jumlah ayam yang dipotong. Pada Pemotong I, pendapatan yang diperoleh lebih besar karena jumlah
ayam yang dipotong lebih banyak dan harga pembelian ayam hidup lebih murah dari pada Pemotong II.
3. Harga jual hasil produk dijual dengan tingkat harga yang
sama. Oleh karena itu, tidak terjadi persaingan harga antara pengusaha pemotongan ayam di Kebon Pedes,
sehingga usaha tersebut dapat berdampingan dan bertahan pada tingkat skala usaha yang beragam dari skala kecil
sampai besar.
2. Indra
Setiawan 2011
Faktor- Faktor
yang Mempengaruhi
Konsumsi Tempe di Kota Bogor.
1. Menganalisis
karakteristik konsumen tempe di Kota Bogor.
2. Menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi konsumsi tempe di Kota Bogor.
1. Analisis karakteristik konsumen
tempe di Kota Bogor dilakukan dengan analisis deskriptif dengan
tabulasi sederhana. 2.
Analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi konsumsi tempe
dengan regresi linier berganda beserta ujinya.
1. Mayoritas responden adalah ibu rumah tangga.
Pengeluaran konsumsi tempe untuk semua kelas terbesar adalah di atas Rp 60 000. Lokasi pembelian tempe kelas
ekonomi atas 56 persen di pasar, kelas ekonomi menengah 38 persen di pedagang keliling, dan kelas
ekonomi bawah 50 persen di pedagang sayur keliling.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi tempe
adalah harga tempe X
1
, harga tahu X
2
, harga telur X
3
, jumlah anggota keluarga X
4
, pendidikan terakhir X
5
, kelas ekonomi bawah D
1
, dan kelas ekonomi menengah D
2
berpengaruh nyata dengan taraf nyata 5 persen.
20 20
Tabel 2.2 Penelitian terdahulu lanjutan
No. Peneliti Judul
Tujuan Penelitian Metode Penelitian
Hasil Penelitian 3.
Ade Ruswan 2012 Analisis
Pendapatan dan
Produksi Usaha
tempe Anggota dan Non Anggota
Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia Tebet
Barat Jakarta Selatan. 1.
Menganalisis tingkat pendapatan usaha tempe anggota Primkopti
dan non anggota Primkopti di Tebet Barat Jakarta Selatan.
2. Menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi
usaha tempe anggota dan non anggota
Primkopti di tebet Barat Jakarta Selatan.
3. Menganalisis tingkat efisiensi
penggunaan faktor-faktor produksi dalam usaha tempe anggota dan
non anggota primkopti di tebet Barat Jakarta Selatan.
1. Analisis tingkat pendapatan
dilakukan dengan
analisis pendapatan.
2. Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi dilakukan
dengan model
regresi berganda
fungsi Cobb-
Douglas. 3.
Analisis tingkat
efisiensi faktor-faktor
produksi dilakukan dengan analisis nilai
produk marjinal NPM. 1.
Usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti memiliki pendapatan lebih besar adalah usaha
tempe yang mengguanakan kedelai kualitas A. penggunaan kedelai kualitas A memiliki pendapatan
lebih besar pada usaha tempe non anggota, sedangkan penggunaan kedelai kualitas B memiliki
pendapatan lebih besar pada usaha tempe anggota Primkopti.
2. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata
terhadap peningkatan produksi tempe untuk usaha tempe anggota Primkopti adalah kedelai dan tenaga
kerja, sedangkan usaha tempe non anggota adalah kedelai dan ragi.
3. Penggunaan faktor-faktor produksi usaha tempe
anggota dan non anggota belum efisien, ditunjukkan dengan rasio nilai NPM-BKM tidak sama dengan
satu.
4. Nur Rizky Rachmatia 2013
Struktur Biaya
dan Pendapatan
Usahaternak Ayam Ras Pedaging Pola
Mandiri dan
Kemitraan Perusahaan Inti Rakyat di
Kecamatan Pamijahan
Kabupaten Bogor. 1.
Menganalisis struktur biaya dan unit cost usahaternak ayam ras
pedaging menurut tipe usahaternak dan skala ushaternak di Kecamatan
Pamijahan.
2. Menganalisis
pendapatan usahaternak ayam ras pedaging
menurut tipe usahaternak dan skala usahaternak
di Kecamatan
Pamijahan. 1.
Analisis struktur
biaya dilakukan
dengan mengelompokkan biaya-biaya
yang terjadi, yaitu biaya tetap, biaya tunai, dan tidak tunai.
2. Analisis pendapatan dilakukan
dengan analisis pendapatan, rasio RC, dan uji beda
pendapatan. 1.
Struktur biaya terbesar dalam usahaternak ayam yaitu biaya pakan dan DOC. Unit cost peternak
mandiri lebih kecil dibandingkan peternak plasma. Unit cost peternak skala II populasi
5000 ekor lebih kecil dibandingkan skala I populasi
5000 ekor.
2. Pendapatan dan rasio RC atas biaya tunai dan biaya
total lebih besar peternak mandiri dibandingkan peternak plasma, dan lebih besar peternak mandiri
skala II dibandingkan peternak plasma skala I. Peternak mandiri skala II paling baik karena
pendapatan terbesar dan unit cost terkecil.
21 Tabel 2.2 Penelitian terdahulu lanjutan
No. Peneliti Judul
Tujuan Penelitian Metode Penelitian
Hasil Penelitian 5.
Raihani Arroyan 2011 Analisis
Struktur Biaya dan Pendapatan
Usahatani Sayuran Organik dan Non
Organik. 1.
Mengkaji struktur
biaya usahatani
sayuran organik
dibandingkan dengan usahatani sayuran non organik.
2. Menganalisis
pendapatan usahatani
sayuran organik
dibandingkan dengan usahatani sayuran non organik.
1. Analisis
struktur biaya
dilakukan dengan
mengelompokkan biaya-biaya yang terjadi pada sayuran,
yaitu biaya tetap dan biaya variabel.
2. Analisis pendapatan dilakukan
dengan analisis pendapatan. 1.
Total biaya usahatani sayuran organik lebih tinggi dibandingkan non organik. Komponen biaya usahatani
sayuran organik dan non organik tertinggi adalah tenaga kerja dan pupuk.
2. Pendapatan usahatani sayuran organik lebih tinggi
dibandingkan non organik. Komoditas yang memiliki pendapatan tertinggi per kg output pada usahatani sayuran
organik dan non organik adalah cabai. Pendapatan usahatani sayuran organik dan non organik terdapat perbedaan nyata
pada satuan per hektar dan perbedaan tidak nyata pada satuan per petani.
6. Kusaeri
Aulani 2014 Analisis
Pendapatan dan
Fungsi Produksi
Tempe Pada
Industri Pola
Kemitraan dan
Pola Mandiri. 1.
Mengidentifikasi karakteristik pengusaha
tempe pola
kemitraan dan pola mandiri di Desa Cimanggu I.
2. Menganalisis
faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap
produksi tempe pola mandiri di Desa Cimanggu I.
3. Menganalisis
perbandingan struktur biaya dan pendapatan
industri tempe pola kemitraan dan pola mandiri di Desa
Cimanggu I. 1.
Identifikasi pengusaha tempe dilakukan
dengan analisis
deskriptif. 2.
Analisis faktor-faktor yang berpengaruh dengan regresi
linier berganda dari fungsi produksi
Cobb-Douglas beserta ujinya.
3. Analisis
struktur biaya
dilakukan dengan
mengelompokkan biaya yang terjadi dan analisis pendapatan
dilakukan dengan
analisis pendapatan.
1. Karakteristik sosial dilihat dari tingkat usia, tingkat
pendidikan, dan pengalaman usaha pengusaha tempe. Pengusaha pola kemitraan mendapatkan kedelai dari
koperasi sedangkan pengusaha pola mandiri dari luar koperasi. Cara pengolahannya pengusaha pola kemitraan
menggunakan cara tradisional sedangkan pengusaha pola mandiri menggunakan cara yang disosialisasikan oleh
KOPTI Kabupaten Bogor.
2. Output produksi tempe pengusaha pola kemitraan
dipengaruhi oleh kedelai, ragi, dan air. Sedangkan output produksi tempe pengusaha pola mandiri dipengaruhi kedelai
saja. Skala usaha tempe pengusaha pola kemitraan dan pola mandiri berada pada kondisi decreasing return to scale.
3. Pendapatan total pengusaha tempe pola kemitraan sebesar
Rp 105 982 805.97 per tahun, sedangkan pendapatan total pengusaha pola mandiri sebesar Rp 123 524 163.33 per
tahun. Selisihnya sebesar Rp 17 541 357.36 per tahun.