Usaha SHU yang dapat dinikmati oleh para pengrajin yang dapat memengaruhi biaya dan pendapatan serta kesejahteraan para pengrajin. Besarnya jumlah
pengrajin tempe dan tahu anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3 Jumlah pengrajin tempe dan tahu anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor per Desember 2014
Pengrajin Tempe
Share Tahu
Share Total
Share Anggota
90 22
40 86.96
130 28.57
Non Anggota 319
78 6
13.04 325
71.43 Total
409 100
46 100
455 100
Sumber: Primkopti Kota Bogor, 2015
1
Berdasarkan Tabel 1.3, jumlah pengrajin non anggota Primkopti Kota Bogor, yaitu sebanyak 325 pengrajin 71.43 persen dibandingkan dengan
pengrajin anggota, yaitu sebanyak 130 pengrajin 28.57 persen. Jumlah pengrajin tempe anggota Primkopti Kota Bogor sebanyak 90 pengrajin 22 persen dan
mayoritas sebagai pengrajin non anggota sebanyak 319 pengrajin 78 persen. Sementara untuk tahu, jumlah pengrajin anggota Primkopti lebih banyak
dibanding pengrajin non anggota, yaitu sebanyak 40 pengrajin 86.96 persen dan 6 pengrajin 13.04 persen.
Jumlah pengrajin tempe di Kota Bogor tersebar di seluruh kecamatan dan kelurahan. Jumlah pengrajin tempe cukup banyak terdapat di Kecamatan Tanah
Sareal, maka terbentuk suatu kelompok pengrajin tempe yang dibentuk sebagai sarana untuk meningkatkan rasa kekeluargaan antar sesama pengrajin. Kelompok
tersebut bernama Paguyuban Pengrajin Tempe Kota Bogor yang terdiri dari para pengrajin yang terdapat di Kecamatan Tanah Sareal dan paling banyak adalah
pengrajin tempe di Kelurahan Kedung Badak. Menurut data dari Paguyuban Pengrajin Tempe Kota Bogor tahun 2015, jumlah pengrajin tempe hingga saat ini
paling banyak berada di Kelurahan Kedung Badak yaitu berjumlah 127 pengrajin tempe 31.05 persen dibanding Kelurahan Tegal Lega 46 pengrajin tempe 11.25
persen, Kelurahan Cilendek Barat 33 pengrajin tempe 8.07 persen, Kelurahan Mulya Harja 28 pengrajin tempe 6.85 persen, dan Kelurahan Kebon Pedes 26
pengrajin tempe 6.36 persen.
1
Hasil Wawancara dengan Sekretaris Primkopti Kota Bogor [4 Februari 2015].
Kelurahan Kedung Badak merupakan salah satu dari 68 kelurahan yang terdapat di Kota Bogor. Pengrajin tempe di Kelurahan Kedung Badak yang
berjumlah 127 pengrajin tersebut menunjukkan bahwa dalam satu dari kelurahan saja, yaitu Kelurahan Kedung Badak, sudah mencakup 31.05 persen dari total
pengrajin tempe di Kota Bogor tersebar di 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Potensi inilah yang mendorong peneliti untuk meneliti usaha tempe di Kelurahan Kedung
Badak karena dianggap mewakili keragaan usaha tempe yang ada di Kota Bogor. Adanya perbedaan karakteristik pengrajin usaha tempe berdasarkan status
keanggotaan Primkopti Kota Bogor dan bervariasinya penggunaan kedelai per hari antar pengrajin di Kelurahan Kedung Badak yang dapat menimbulkan
perbedaan struktur biaya dan pendapatan usaha tempe, maka perlu dilakukan penelitian mengenai struktur biaya dan pendapatan usaha tempe anggota dan non
anggota Primkopti Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak.
1.2. Perumusan Masalah
Tempe menjadi makanan sehari-hari untuk semua kalangan masyarakat Indonesia karena mengandung sumber utama protein nabati, sehingga keberadaan
usaha pembuatan tempe tersebar di seluruh kota dan pedesaan. Usaha pembuatan tempe umumnya dilakukan oleh perorangan rumah tangga, yang disebut sebagai
pengrajin tempe. Oleh karena banyaknya pengrajin tempe di Kota Bogor, Primkopti juga hadir di Kota Bogor dengan tujuan menjadi wadah untuk
menghimpun dan membina usaha dan kesejahteraan para pengrajin tempe tahu beserta keluarganya.
Kelembagaan seperti koperasi memiliki peran yang penting dalam pengembangan usaha rumah tangga yang dijalani. Peran tersebut yaitu
menjembatani akses pelaku usaha terhadap pembiayaan, bantuan teknis, dan pasar. Keberadaan Primkopti Kota Bogor ini belum dimanfaatkan oleh para
pengrajin tempe sepenuhnya. Masih banyak pengrajin tempe yang belum tergabung menjadi anggota Primkopti Kota Bogor. Penyebab masih banyaknya
pengrajin tempe yang belum tergabung sebagai anggota Primkopti Kota Bogor karena kesadaran para pengrajin tempe non anggota yang masih rendah.
Para pengrajin anggota mendapatkan bahan baku utama pembuatan tempe yaitu kedelai dari Primkopti Kota Bogor. Selain itu, para pengrajin tempe anggota
juga dapat melakukan simpan pinjam di Primkopti Kota Bogor. Mereka dapat melakukan simpanan yang dapat diambil ketika membutuhkannya atau untuk
tambahan biaya produksi dan mendapat SHU setiap tahun yang juga dapat digunakan untuk menambah biaya produksi dan menambah pendapatan. Selain
simpanan mereka juga dapat melakukan pinjaman dengan bunga yang tidak terlalu tinggi dan masih bersahabat dengan para pengrajin tempe. Jika terdapat
subsidi kedelai dari pemerintah melalui Primkopti, maka pengrajin tempe anggota dapat memperoleh pendapatan yang lebih besar lagi. Sementara para pengrajin
non anggota masih belum memanfaatkan fasilitas Primkopti Kota Bogor masih mencari sendiri kedelai di pasar bebas, sehingga tidak se-mudah dan se-murah
para pengrajin anggota dalam mendapatkan kedelai. Tidak sedikit para pengrajin non anggota terjerat utang piutang dengan lembaga keuangan non formal seperti
rentenir dengan bunga pengembalian yang tinggi, sehingga dapat menghasilkan biaya produksi yang tinggi.
Perbedaan pengrajin anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor tersebut dapat menimbulkan perbedaan struktur biaya produksi, sehingga dapat
menimbulkan perbedaan juga pada pendapatan yang diterima dan titik impas BEP atau minimal yang harus diproduksi atau dijual dari usaha pembuatan
tempe yang dijalani. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang mengkaji struktur biaya, pendapatan, dan bagaimana titik impas BEP dari usaha tempe anggota
dan non anggota Primkopti Kota Bogor yang dibedakan berdasarkan skala usaha yang dilihat dari jumlah kebutuhan kedelai per hari. Hal tersebut dikarenakan
skala usaha yang berbeda juga akan mengakibatkan struktur biaya, pendapatan, dan titik impas BEP yang berbeda-beda. Nantinya dapat ditentukan mana skala
usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor yang efisien sehingga dapat dijadikan masukkan saran untuk dapat meningkatkan pendapatan.
Skala usaha tempe yang efisien dilihat dari nilai rasio RC yang terbesar. Tipe usaha pada setiap skala usaha dan pada setiap lokasi tertentu berbeda
satu sama lain. Terdapat perbedaan dalam karakteristik yang dimiliki oleh usaha yang bersangkutan. Usaha pada skala usaha yang besar umumnya memiliki modal
yang besar, teknologi tinggi, dan bersifat komersial, sementara usaha skala kecil umumnya memiliki modal kecil, teknologi tradisional, serta bersifat usaha
sederhana, subsisten, dan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri dalam kehidupan sehari-hari.
Pengkajian mengenai struktur biaya, pendapatan, dan titik impas BEP ini dapat dilakukan pada usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota
Bogor yang terdapat di Kelurahan Kedung Badak Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor. Pasalnya, Kelurahan Kedung Badak Kecamatan Tanah Sareal merupakan
kelurahan yang terdapat pengrajin tempe yang cukup banyak di Kota Bogor. Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka pertanyaan
penelitian dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.
Bagaimana struktur biaya usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak menurut masing-masing skala
usaha? 2.
Bagaimana pendapatan usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak menurut masing-masing skala
usaha? 3.
Bagaimana titik impas break even point usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak menurut
masing-masing skala usaha?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1. Menganalisis struktur biaya usaha tempe anggota dan non anggota
Primkopti Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak menurut masing- masing skala usaha.
2. Menganalisis pendapatan usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti
Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak menurut masing-masing skala usaha.
3. Menganalisis titik impas break even point usaha tempe anggota dan non
anggota Primkopti Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak menurut masing-masing skala usaha.
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada, penelitian ini diharapkan dapat menjawab, memberikan informasi, dan memberikan manfaat bagi pihak-pihak
yang terkait, antara lain: 1.
Bagi pengrajin tempe anggota maupun non anggota Primkopti Kota Bogor sebagai informasi apakah usaha ini mampu memberikan pendapatan besar
terkait skala usaha yang dijalankan serta sebagai masukan agar dapat menentukan pemilihan skala usaha mana yang lebih menguntungkan.
2. Bagi masyarakat yang ingin mendirikan usaha pembuatan tempe sebagai
informasi bagaimana usaha sebaiknya usaha tempe yang akan dijalankan agar efisien dan menguntungkan.
3. Bagi pemerintah setempat sebagai bahan masukan dalam penetapan
kebijakan untuk pengembangan usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor agar usaha rumah tangga ini dapat bertahan dan
meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan hidupnya. 4.
Bagi peneliti sebagai penerarapan ilmu dan teori yang telah didapat selama masa perkuliahan dan dapat diterapkan dalam permasalahan yang terjadi di
masyarakat serta dapat memberikan alternatif pemecahannya. 5.
Bagi peneliti selanjutnya sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi: 1.
Analisis struktur biaya dan pendapatan usaha tempe dilakukan pada periode produksi terakhir yang dilakukan pengrajin tempe anggota dan
non anggota Primkopti Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor.
2. Skala usaha tempe dibagi berdasarkan jumlah kebutuhan kedelai per
proses produksi yang dilakukan setiap hari oleh pengrajin karena mampu mencerminkan produksi, produktivitas, biaya produksi, pendapatan, dan
titik impas BEP dari usaha pembuatan tempe yang dijalankan. 3.
Struktur biaya yang dikaji meliputi biaya tetap dan biaya variabel serta biaya tunai dan tidak tunai. Pendapatan usaha tempe dalam penelitian ini
menggunakan biaya tunai dan tidak tunai, serta titik impas BEP menggunakan biaya tetap dan biaya variabel.