Definisi Konseptual Orientasi Gizi Masyarakat Studi Sosio Budaya di Provinsi NTB (Kasus di Pulau Lombok Provinsi NTB

32 4. Rasionalitas praktikal practical rationality yakni rasionalitas atas tindakan yang dilakukan berdasarkan kalkulasi atas pencapaian tujuan means-ends calculation, bersifat pragmatis, menjadi referensi dalam proses mental melalui kepentinganinterest dan secara langsung mengarahkan pada tindakan individu. 5. Rasionalitas teoritikal theoritical rationality yakni rasionalitas yang memperturutkan proses kognitif yang abstrak, menjadi referensi dalam proses mental melalui nilai-nilai, namun tidak langsung mengarahkan pada tindakan nyata individual. 6. Rasionalitas formal formal rationality yakni rasionalitas, yang melibatkan pada tujuan-tujuan yang telah diperhitungkan, langsung mengarahkan pada tindakan nyata individu, dan menjadi referensi dalam proses mental melalui aturan-aturan dan hukum. 7. Rasionalitas substantif substantif rationality yakni rasionalitas yang mengesampingkan realitas dan mengutamakan nilai-nilai, langsung mengarahkan pada tindakan nyata individu, dan yang menjadi referensi dalam proses mental melalui nilai-nilai. 8. Stratifikasi sosial adalah bentuk-bentuk pelapisan sosial yang ada pada lokasi penelitian, baik yang ada di wilayah persawahan maupun di wilayah pesisir. 9. Jaringan kekerabatan adalah bentuk-bentuk hubungan kekeluargaan. Pada penelitian ini jaringan kekerabatan dibagi atas dua bagian yakni yang terkait dengan jaringan kekeluargaan inti nuclear family dan keluarga luas non nuclear family. 10. Keluarga inti nuclear family adalah yaitu rumahtangga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan nenek atau papu‟. 11. Keluarga luas non nuclear family terdiri dari bentuk joint family rumahtangga yang terdiri dari lebih dari satu keluarga, extended family rumahtangga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, nenek, dan kakek, matrifocal family rumahtangga yang terdiri dari ibu dan anak tanpa ayah. 12. Inti budaya adalah unsur sistem sosial yang sangat responsif terhadap perubahan dan adaptasi. Inti budaya terbagi atas tiga unsur yakni teknologi, kelembagaan ekonomi, dan demografi 13. Non inti budaya adalah unsur sistem sosial yang relatif kurang responsif terhadap perubahan dan adaptasi. Non inti budaya terbagi atas religi, nilai- nilai kolektif, ritual, dan adat istiadat.

3.4 Definisi Operasional

1. Kasus gizi buruk dan gizi kurang diamati dari umur anak sejak 0 sampai 59 bulan baik pada anak perempuan, maupun anak laki-laki. Kondisi ini dilihat melalui KMS balita. 2. Klasifikasi dan penentuan status gizi balita berdasarkan KMS menurut WHO-NCHS adalah interpretasi dari keadaan gizi anak dengan indikator BBU, TBU dan BBTB yang digunakan pada survei khusus, akan menjadikan kesimpulan bisa lebih tajam. Adapun kesimpulan dari penilaian indikator status gizi adalah sebagai berikut: a Jika BBU dan 33 TBU rendah sedangkan BBTB normal, kesimpulannya keadaan gizi anak saat ini baik, tetapi anak tersebut mengalami masalah kronis, karena berat badan anak proporsional dengan tinggi badan , b BBU normal, TBU rendah, BBTB lebih, kesimpulannya anak mengalami masalah gizi kronis dan pada saat ini menderita kegemukan Overweight karena berat badan lebih dari proporsional terhadap tinggi badan, c BBU, TBU dan BBTB rendah, anak mengalami kurang gizi berat dan kronis. Artinya pada saat ini keadaan gizi anak tidak baik dan riwayat masa lalunya juga tidak baik, d BBU, TBU dan BBTB normal, kesimpulannya keadaan gizi anak baik pada saat ini dan masa lalu, e BBU rendah, TBU normal, BBTB rendah, kesimpulannya anak mengalami kurang gizi yang berat kurus, keadaan gizi anak secara umum baik tetapi berat badannya kurang proporsional terhadap Tinggi badannya karena tubuh anak jangkung 3. Karakteristik keluarga diukur dengan melihat umur ayah saat ini, umur ayah saat menikah, umur ibu saat ini, umur ibu saat menikah, tingkat pendidikan ibu dan ayah, jumlah anggota keluarga, status pekerjaan ayah dan status pekerjaan ibu, serta status ekonomi keluarga balita. 4. Jumlah anggota keluarga adalah jumlah semua anggota keluarga yang menjadi tanggungan kepala keluarga, tinggal di satu atap, dan makan dari satu dapur. 5. Status ekonomi keluarga balita adalah keadaan keluarga balita yang diukur dari tingkat pendapatan anggota keluarga yang disumbangkan untuk pembiayaan rumahtangga selama sebulan, pengeluaran rumah tangga untuk barang-barang pangan dan non pangan. 6. Perilaku perawatan kehamilan antenatal care ibu, yang diamati berdasarkan frekuensi pemeriksaan kehamilan, jenis pemeriksaan, dengan siapa ibu mempercayakan pemeriksaan kehamilannya, jenis pengobatan yang diperoleh dan gangguan selama kehamilan. Kemudian, dengan siapa mereka percayakan untuk melakukan perawatan kehamilan misalnya kepada dokter, bidan atau dukun. 7. Cara pemberian makan balita adalah bagaimana cara ibu memberikan makanan tambahan kepada balitanya. Terbagi dalam tiga cara yakni disuapi dengan sendok bersih, disuapi dengan tangan dan dipakpak. 8. Anggota rumahtangga yang dipercaya untuk memberikan makanan tambahan atau MPASI adalah siapa anggota rumahtangga yang paling dipercaya untuk memberikan makanan tambahan atau MPASI selain ibu kandung balita. Dikategorikan menjadi empat yakni nenek dari ibu, nenek dari ayah, ayah, dan kakak balita. 9. Status pekerjaan ayah dan ibu adalah pekerjaan utama ayah dan ibu saat penelitian berlangsung. 10. Umur ayah dan ibu balita adalah umur biologis yang dicapai ibu dan ayah pada saat wawancara dilakukan. Umur yang diambil adalah umur penuh atau berdasarkan ulang tahun terakhir. 34 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Paradigma Penelitian dan Pilihan Paradigma Post-positivisme merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan- kelemahan positivisme yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Bertolak dari pemahaman tentang paradigma penelitian tersebut, maka penelitian ini menggunakan paradigma post- positivisme yang memandang realitas secara kritis dan memandang realitas sebagai sesuatu yang memiliki kemungkinan untuk diamati meskipun tidak secara sempurna. Dengan demikian, maka penelitian ini menggunakan kombinasi analisa yaitu analisa kualitatif dan analisa kuantitatif. Analisa kualitatif dilakukan sebagai penelitian pendahuluan untuk menemukan dan memastikan variabel- variabel penelitian juga digunakan untuk mempelajari bagaimana nilai budaya berperan di dalam pemaknaan terhadap kesehatan ibu dan anak, serta pola konsumsi pangan keluarga. Juga bagaimana struktur sosial, baik sistem pelapisan sosial, maupun jejaring kekerabatan mampu berperan di dalam kasus gizi buruk dan gizi kurang di dua komunitas berbeda. Sedangkan analisa kuantitatif dilakukan untuk mendapatkan gambaran atau deskripsi representasi populasi dan digunakan untuk mempelajari sejauh mana realitas sosial nilai budaya gizi masyarakat di dua komunitas berbeda itu terjadi. Analisa kuantitatif bertujuan untuk menggambarkan gizi buruk dan gizi kurang di tiap komunitas dengan menganalisa gambaran status gizi anak di dua komunitas. Analisa kuantitatif dijabarkan pada tabel tabulasi silang untuk mempermudah frekuensi di tiap kategori. Analisa kualitatif menjelaskan benang merah dari data-data kuantitatif yang diperoleh. Analisa kualitatif yang bersifat fenomenologis ini akan mendalami konstruksi nilai etika dan moralitas mengapa rumahtangga dari komunitas tertentu memilih preferensi metode tertentu dalam perawatan kehamilan, dan pola pemberian nutrisi kepada anak yang bergizi buruk di dua komunitas. Kemudian, menelaah jenis pantanganpamali memakan makanan tertentu, dan memahami taboo yang dipelihara nilai-nilainya dan kaitannya terhadap kasus gizi buruk dan gizi kurang di komunitas Sasak pesisir dan Sasak persawahan. Data kualitatif juga melihat relasi sosial yang terjadi pada jaringan kekerabatan dan perannya pada pemeliharaan gizi buruk atau bisa jadi sebagai kelembagaan yang mendukung pemenuhan gizi balita.

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada dua komunitas Sasak yaitu yang berada di wilayah pesisir coastal dan wilayah persawahan lowland di Kabupaten Lombok Timur Provinsi NTB. Dipilih dua desa di wilayah pesisir dalam satu kecamatan dan dua desa di wilayah persawahan dalam satu kecamatan. Kedua desa dalam setiap kecamatan pada masing-masing wilayah dipilih secara sengaja purposive, dengan pertimbangan kedua desa tersebut memiliki angka tertinggi dalam jumlah balita kasus gizi buruk dan gizi kurang. Kedua desa di wilayah pesisir tesebut adalah Paremas, dan Batu Nampar, Kecamatan Jerowaru, 35 Kabupaten Lombok Timur, sedangkan untuk desa di wilayah persawahan adalah Desa Kotaraja, dan Loyok, Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Mei 2012, sebelumnya dilakukan pra penelitian pada bulan Desember 2011. Unit analisa penelitian ini yakni komunitas suku Sasak di wilayah pesisir dan wilayah persawahan. Namun, mengingat keterbatasan waktu dan biaya maka penelitian ini menggunakan data rumahtangga yang memiliki anak bergizi buruk dan gizi kurang untuk mendalami konteks sosial masyarakat Sasak.

4.3 Sumber, Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer yakni terdiri dari data kuantitatif diperoleh secara langsung dari responden rumahtangga terpilih dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner, dan data kualitatif diperoleh dari informan kunci yang dipilih secara sengaja dengan memperhatikan perannya di masyarakat dan pemahamannya yang mendalam mengenai topik yang dikaji. Data kuantitatif mengenai kondisi status gizi buruk dan gizi kurang diperoleh melalui wawancara terstruktur dengan bantuan kuesioner kepada responden terpilih. Sebagai pembanding data juga diperoleh dari yang berstatus gizi normal. Data kualitatif diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam dengan panduan pertanyaan dan FGD dilakukan untuk memperoleh gambaran pandangan dari pihak-pihak terkait, dan masyarakat lokal mengenai kasus gizi buruk. Sedangkan data sekunder diperoleh dari sejumlah instansi terkait yaitu instansi pemerintah Dinas Kesehatan baik tingkat provinsi dan kabupaten, dan swasta LSM, mengenai bentuk kebijakan yang telah dibangun untuk mengurangi kasus gizi buruk, dan dampaknya terhadap kasus gizi buruk itu sendiri.

4.4 Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel data kuantitatif dilakukan dengan cara Simple cluster sampling atau pengambilan sampel gugus sederhana Singarimbun, 1987 , dengan langkah-langkah sebagai berikut 1. Menentukan sampling frame berdasarkan daftar nama balita dengan status gizi buruk dan gizi kurang. Sumber data untuk sampling frame diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur Provinsi NTB. 2. Dari data yang ada kemudian di cluster atau dikategorikan menjadi dua jenis kumpulan responden, yakni kategori responden dari Sasak persawahan dan kategori Sasak pesisir. Jumlah sampel di masing-masing komunitas sebesar 30 balita gizi buruk dan kurang untuk komunitas Sasak pesisir dan 30 balita gizi buruk dan gizi kurang untuk komunitas Sasak persawahan. Sebagai pembanding diambil juga sampel dengan status gizi normal sebanyak 15 balita untuk masing-masing komunitas.