Konsep Stratifikasi Masyarakat Orientasi Gizi Masyarakat Studi Sosio Budaya di Provinsi NTB (Kasus di Pulau Lombok Provinsi NTB

19 dan sarana maupun prasarana produksi. Sehubungan dengan itu para punggawe dipandang sebagai pemimpin dalam kelompok kerja masing-masing, namun disisi lain mereka seringkali membantu para bawahan atau sawi dengan memberikan pinjaman uang untuk untuk berbagai kebutuhan hidup keluarga termasuk biaya pengobatan, biaya pendidikan anak-anak, dan banyak lagi jenis keperluan lainnya. Bantuan tersebut biasanya ditanggapi para sawi sebagai suatu hutang budi, sehingga mereka merasa berkewajiban memberikan semacam pengabdian kepada pihak punggawe. Selanjutnya, Blau membagi bentuk struktur menjadi dua garis besar, yaitu: 1 intersected social structure, yaitu apabila keanggotaan bersifat menyilang di mana keanggotaan terdiri atas bermacam-macam suku ras ataupun agama yang berbeda-beda, 2 Consolidated social structure, dikatakan consolidate apabila terjadi tumpang tindih parameter, menjadikan penguatan identitas keanggotaan dalam sebuah kelompok sosial. Contoh intersected social structure adalah partai- partai politik di Indonesia, antara lain Golkar, PDI Perjuangan, Demokrat, dan sebagainya. Sementara Consolidated social structure adalah organisasi kesukuan, seperti perkumpulan masyarakat Batak di Jakarta. Masyarakat nelayan Fisher Society merupakan bagian dari masyarakat daerah, artinya adalah masyarakat yang mendiami daerah tertentu, berinteraksi memakai pola dari sistem budaya yang sama, dan diikuti oleh adat istiadat yang disepakati bersama. Sehingga masyarakat nelayan dapat di katakan masyarakat yang dalam kehidupannya bersifat homogen dalam artian tidak terlalu banyak variasi dalam bidang-bidang kehidupannya.

2.6 Orientasi Nilai Budaya

Konsep dalam bidang penyelidikan kebudayaan dan watak manusia dikembangkan Kluckhohn dalam Koentjaraningrat 1990 bersama dengan ahli psikologi O.H. Mowrer untuk mempertajam pengertian mengenai pengaruh kebudayaan terhadap watak manusia dan sebaliknya, konsep itu diumumkan kepada dunia ilmiah melalui sebuah karangan yang berjudul Culture and Personality, A Conceptual Scheme 1941, ia menyimpulkan bahwa watak manusia merupakan suatu rangkaian dari proses-proses fungsional yang berpusat kepada alam rohani yang letaknya di daerah otak dan syaraf dari individu tersebut. Proses-proses fungsional tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sekitar individu yaitu wilayah sekitar fisiknya alam dan gejala-gejala fisik sekitarnya, wilayah sekitar sosialnya sesama manusia dan kelompok-kelompok manusia sekitarnya, wilayah sekitar kebudayaannya nilai-nilai, adat istiadat dan benda-benda kebudayaan sekitarnya dan juga alam rohani sub-sadar individu tersebut. Kluckhohn bersama istrinya F. Kluckhohn menyatakan bahwa tiap sistem nilai budaya dalam tiap kebudayaan itu mengenai lima masalah dasar dalam kehidupan manusia. Atas dasar itu, ia membuat suatu kerangka teori yang dpat dipakai oleh ahli antropologi untuk menganalisa secara universal tiap variasi dalam sistem nilai budaya dalam semua macam kebudayaan di dunia. Menurut Kluckhohn, kelima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang menjadi landasan bagi kerangka variasi sistem nilai budaya adalah: 1 Masalah mengenai hakikat dari hidup manusia selanjutnya disingkat dengan MH, 2 Masalah 20 mengenai hakikat dari karya manusia selanjutnya disingkat dengan MK, 3 Masalah mengenai hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu selanjutnya disingkat dengan MW, 4 Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya selanjutnya disingkat dengan MA, 5 Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya selanjutnya disingkat dengan MM Menurut C. Kluckhohn setiap komunitas akan berbeda-beda di dalam mengkonsepsikan kelima unsur di atas, misalnya berdasarkan unsur pertama mengenai hakekat dari hidup manusia, ada komunitas tertentu yang mempersepsikan hidup itu baik, maka tidak banyak usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas hidupnya, sebaliknya suatu masyarakat memandang kehidupan sebagai sesuatu yang buruk namun manusia wajib berikhtiar supaya hidup itu menjadi baik, akan cenderung memiliki etos kerja tinggi dan pantang menyerah. Lebih jelasnya adalah sebagai berikut: 1 Untuk masalah hakikat hidup manusia MH, ada kebudayaan yang memandang bahwa hidup itu buruk, maka perlu dihindari. Ada juga kebudayaan lain yang memandang bahwa hidup itu baik adanya, ada juga kebudayaan lain yang menganggap bahwa hidup itu buruk adanya, tetapi manusia dapat mengusahakannya untuk menjadi baik, 2 Untuk masalah hakikat karya MK, ada kebudayaan yang memandang bahwa karya manusia itu bertujuan untuk menafkahi hidup, ada juga kebudayaan lain yang menganggap bahwa karya itu untuk memberikannya suatu kedudukan yang terhormat dalam masyarakat. Ada juga kebudayaan lain yang menganggap bahwa karya manusia itu merupakan suatu gerak hidup untuk menghasilkan lebih banyak karya lagi , 3 Untuk masalah persepsi manusia mengenai waktu MW, ada kebudayaan yang memandang penting hidup manusia itu masa lampau, ada juga kebudayaan yang memandang penting hidup manusia itu masa kini. Ada juga kebudayaan yang memandang penting ke masa depan , 4 Untuk masalah pandangan manusia mengenai alam MA, ada kebudayaan yang menganggap bahwa manusia hanya dapat tunduk pada kekuasaan alam yang dahsyat saja, ada juga kebudayaan yang menganggap bahwa manusia harus berusaha mencari keselarasan hidup dengan alam. Ada juga kebudayaan yang menganggap bahwa alam itu merupakan sesuatu yang harus ditaklukkan dan dikuasai manusia, 5 Untuk masalah hakikat hubungan manusia dengan sesamanya MM, ada kebudayaan-kebudayaan yang sangat mementingkan hubungan vertikal antara manusia dengan sesamanya hubungan antara manusia dengan sesama manusia yang termasuk tokoh-tokoh berpangkat dan atasan, ada juga kebudayaan lain yang lebih mementingkan hubungan antara manusia dengan manusia lainnya dalam hubungan yang horizontal, artinya lebih mengutamakan hubungan yang saling bekerja sama atau gotong royong dengan sesamanya. Ada juga kebudayaan-kebudayaan lain yang menganggap bahwa hidup manusia tidak perlu tergantung dengan manusia lain, kebudayaan-kebudayaan seperti ini sangat mementingkan individualism, sangat menilai tinggi anggapan bahwa manusia harus mampu berdiri sendiri dan untuk mencapai tujuannya, berusaha melakukannya sendiri dan jika memerlukan bantuan, sedikit mungkin memerlukan bantuan orang lain.