Adaptasi Ekologi Sawah Pola Adaptasi Ekologi .1 Adaptasi Ekologi Pesisir
96
Tabel 20. Alur Pengelolaan Sumberdaya Pertanian Tanaman Padi, Palawija, dan Tembakau di Empat Desa Lokasi Penelitian, 2012
Sumber : Data Primer Diolah, 2012. Keterangan :
: Masa Tanam Padi : Masa Tanam Tembakau
: Masa Tanam Palawija : Masa Bero
Jenis Kegiatan
Penanaman Bulan dalam Setahun
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
Jenis Kegiatan
Penanaman : Padi
Persiapan dan
penanam- an
padi antara lain
cangkul dan tandur
Hamil Padi dan
perawatan padi antara
lain penyem-
protan dan pemupukan
Panen Padi
Masa bero lahan dan
persemai- an padi
Persiapan dan
penanam- an
padi antara lain
cangkul dan tandur
Hamil Padi dan
perawatan padi antara
lain penyem-
protan dan pemupukan
Panen Padi
Masa bero lahan dan
persemaian padi
Persiapan dan
penanaman padi antara
lain cangkul dan tandur
Hamil Padi
dan perawatan padi
antara lain
penyemprotan dan
pemupukan Panen Padi
Masa bero lahan
dan persemaian
padi
Jenis Kegiatan
Penanaman : Palawija
Penanaman Tanaman
Palawija dan
hortikultura cabe,
dan sayur
mayor Perawatan
tanaman Palawija
Panen Penanaman
Tanaman Palawija
Perawatan tanaman
Palawija Panen
Penanaman Tanaman
Palawija Perawatan
tanaman Palawija
Panen
Persemaian bibit
tembakau Persiapan
tanam tembakau,
dan penanaman tembakau
Tembakau besar
dimulailah perawatan,
antara lain pemupukan dan penyemprotan tembakau
Metik tembakau
Oven dan
penanganan pasca panen
dengan press
tembakau. Penjualan
tembakau
96
97 Kegiatan tanam tembakau sendiri tidaklah murah dan mudah. Hanya
orang-orang yang berlahan, punya modal dan keberanian sajalah yang mampu mengusahakan tanaman tembakau. Selain tanaman ini beresiko untuk rugi besar,
modal yang dibutuhkan untuk sekali kegiatan tanam hingga panen dan pasca panennya. Selain lahan dan Saprodi untuk tembakau yang relatif mahal, juga alat-
alat produksi pasca panen yang juga nilainya bagi kalangan petani cukup fantastis. Untuk kegiatan pasca panen dibutuhkan oven sebagai tempat
pemanggangan daun tembakau. satu unit oven untuk dua hektar.
Srategi nafkah selanjutnya selain memanfaatkan basis ketersediaan lahan pekerjaan pertanian, rumah tangga petani khususnya buruh tani juga
menggantungkan dirinya pada upaya untuk mencari nafkah di luar pedesaan, antara lain menjadi tenaga kerja di Malaysia, hingga ke Arab Saudi. Uraian
mengenai migrasi akan dijabarkan pada bagian selanjutnya pada bab ini.
Tembakau menurut informan Ibu Pr memang menggiurkan dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Desa Loyok dan sekitarnya, namun kerugian
yang dialami pemilik modal juga relatif besar, jatuh bangun pemilik usaha tembakau untuk mempertahankan usahanya. Jika panen tembakaunya gagal, maka
pemilik tembakau akan menggadai semua harta bendanya untuk menutupi utang hingga ratusan juta rupiah, tidak kuat dengan lilitan utang, pada banyak kejadian,
mereka kemudian bunuh diri di oven dengan membakar dirinya hidup-hidup di dalam oven, atau juga gantung diri di dalam oven.
Usaha tembakau sendiri harus bermodalkan uang sebesar ratusan juta rupiah. Selain memiliki lahan juga harus memiliki oven tembakau. Jika tidak
memiliki lahan, pemilik usaha tembakau harus menyewa lahan pertanian. Satu hektar lahan pertanian dapat disewa dengan harga Rp. 8.000.000,- - Rp.
9.000.000,- per tahunnya. Satu oven tembakau harus memiliki lahan seluas dua hektar. Contoh informan Ibu Pr, yang memiliki lahan hanya sebesar 40 are atau
m
2
. Dengan modal empat oven yang dimilikinya, maka dia membutuhkan tambahan lahan untuk mengelola usaha tembakaunya. Maka untuk memenuhi
kebutuhan lahan pertanian tersebut, dibutuhkan tambahan luasan lahan sebesar tiga setengah hektar, jika memaksimalkan seluruh oven yang dimiliki oleh Ibu Pr.
Harga sewa lahan untuk satu setengah hektar sebesar Rp. 17 juta sampai dengan 20 juta rupiah per tahunnya. Total biaya untuk satu oven dua hektar tembakau
untuk sekali penanaman adalah Rp. 30.000.000,-.
Saat ini petani tembakau yang memiliki oven kesulitan untuk mencari bahan bakar untuk mengovenkan tembakau. Dahulu, saat minyak tanah masih
banyak beredar dipasaran, petani banyak menggunakan minyak sebagai bahan bakar pengovenan tembakau. Namun, seiring ditariknya minyak tanah, dan
hasilnya adalah kelangkaan minyak tanah, maka untuk bahan bakar oven petani kemudian menggunakan batu bara. Namun, penggunaan batu bara kemudian
dengan cepat digantikan dengan penggunaan kayu bakar. Menurut Ibu Pr, batu bara jika digunakan sebagai bahan bakar selain kotor, asapnya, dan sisa
pembakarannya membuat petani dan keluarganya mengalami gangguan pernafasan dan mengalami batuk-batuk. Menurut salah satu informan, karena
menggunakan kayu, desa juga sering banjir, karena kayu dijadikan bahan bakar utama pengoperasian oven.
Budidaya tembakau sesungguhnya telah diperkenalkan ke masyarakat petani di wilayah Lombok timur hampir duapuluh tahun yang lalu, kira-kira pada
98 tahun 1990-an. Seingat IP, budidaya tembakau dikenal di masyarakat atas ajakan
beberapa perusahaan rokok yang kemudian mendirikan gudang dan pabrik tembakau di Lombok Timur antara lain Bentoel, Sadana, Gudang Garam, Philips
Morris, kemudian disusul dengan perusahaan Djarum, Trisno Aris, dan IDS. Jauh sebelum tembakau diperkenalkan fenomena migrasi hanya sebatas ke Malaysia
saja. Dan yang ke Malaysia juga tergolong jarang dan dilakukan oleh petani yang tidak punya lahan pertanian. Namun, sejak diintroduksikannya tembakau oleh
pemerintah di Lombok Timur, masyarakat mampu yang bangkrut tembakau juga berangkat mencari nafkah di negeri orang. Dahulu menurut Ibu Pr, fenomena
migrasi jarang ditemukan, namun sejak tembakau diupayakan masyarakat, dan banyak yang merugi sehingga laki-laki dan sebagian kecil perempuan bermigrasi
baik ke Malaysia dan ke Arab.
Tembakau sendiri merupakan tanaman yang sangat besar susutnya. Jika bagus tembakaunya, misalnya hasil tembakau basah sebelum di oven satu kwintal
100 kg hasilnya setelah di oven menjadi 80 Kg. Namun, jika tembakau hasil panennya buruk, maka hasilnya bisa susut sangat besar, misalnya satu kwintal
tembakau basah setelah di oven menjadi hanya 20 kg tembakau.
Setelah dipress dan dijahit, kemudian dijual ke perusahaan mitra, perusahaan membeli tembakau. Jika bagus hasilnya petani tembakau bisa
mendapatkan keuntungan yang menggiurkan. Satu kilogram tembakau dihargai Rp. 4.000.000,- dengan spesifikasi dari perusahaan mitra. Namun, keuntungan
tersebut tidak serta merta langsung dinikmati oleh petani. Karena keuntungan yang diperoleh petani setelah diakumulasikan kemudian dikurangi dengan
pinjaman modal petani yang diberikan oleh perusahaan mitra baik dalam bentuk bibit, dan pupuk, bahkan mudal uang untuk membangun oven dan menyewa
lahan. Kemitraan yang dibangun antara petani dengan perusahaan adalah perusahaan memberikan modal kepada petani, kemudian petani yang terikat
kemudian harus menjual tembakaunya kepada perusahaan, dan juga harus tunduk dengan aturan main perusahaan. Tapi tidak dipungkiri oleh Ibu Pr, kalau musim
panen bagus, dan pascapanennya berjalan baik, bisa dipastikan untung yang diraih luar biasa besarnya. Jika untung besar petani bisa naik haji. Menurutnya, banyak
haji-haji di Desa ini pembiayaan ibadahnya berasal dari jual tembakau. Tapi, jika sudah merugi, siap-siap harta benda digadaikan, dan dikejar-kejar rentenir,
kemudian lari ke Arab untuk bayar utang. Kalau tidak kuat bisa-bisa gantung diri di oven. Kalau mau untung besar, memang sebaiknya menggunakan modal
sendiri. Artinya petani tidak bermitra dengan siapa pun, dan tidak meminjam uang ke rentenir dengan bunga pinjaman yang sangat besar. Misalnya pinjam uang Rp.
1.000.000,-, bunganya Rp. 300.000,-, artinya bunga bisa mencapai 30-50 persen. Meskipun bunga pinjamannya besar, namun karena istilahnya petani kepepet
butuh uang, pada akhirnya pinjam uang ke rentenir. Kadang juga menurut Ibu Pr, ada yang menggadai sapi, misalnya harga sapinya Rp.7.000.000,- pas pinjam uang
Rp. 4.000.000,-, rentenir mengembalikan Rp.2.000.000,- saja ke petani, sapinya kemudian diambil. Harga tembakau disetiap perusahaan juga berbeda-beda,
menurut Ibu Pr harga yang sedikit bagus dan menguntungkan petani adalah harga dari perusahaan IDS. Petani seperti yang telah diungkapkan sebelumnya juga
merasa dirugikan dengan sistem mitra. Melihat kondisi seperti ini pada akhirnya petani melakukan kucing-kucingan dengan perusahaan lain di luar mitra kerjanya.
Berikut kutipan wawancara dengan Ibu Pr:
99 “begini cara petani menjual, misalnya tembakau kita serahkan ke PPL
perusahaan mitra kita. Sekali dua kali sampai kira-kira aman, dan dipercaya perusahaan, baru kita jual sedikit-sedikit sama perusahaan
lain yang kira-kira harganya lebih bagus. Kalo tidak begitu tidak bisa untung kita, dan biar ada uang kita pegang. Kadang-kadang, tembakau
yang mereka bilang jelek, tetap diambil juga, jadi kita juga harus akali
perusahaan”Wawancara dengan Ibu Pr, Tanggal 25 Juni 2012