Orientasi Nilai Budaya Orientasi Gizi Masyarakat Studi Sosio Budaya di Provinsi NTB (Kasus di Pulau Lombok Provinsi NTB

22 keadilan gender dalam kesehatan menurut WHO mengandung 2 aspek: 1 Keadilan dalam status kesehatan, yaitu tercapainya derajat kesehatan yang setinggi mungkin fisik, psikologi dan sosial bagi setiap warga negara , 2 keadilan di dalam pelayanan kesehatan, yang berarti bahwa pelayanan diberikan sesuai dengan kebutuhan tanpa tergantung pada kedudukan sosial seseorang, dan diberikan sebagai respon terhadap harapan yang pantas dari masyarakat, dengan penarikan biaya pelayanan yang sesuai dengan kemampuan membayar dari seseorang. Hampir semua di setiap budaya, perempuan memegang peranan penting di dalam pemeliharaan kesehatan. Misalnya pada sektor yang popular popular sector seperti di dalam keluarga, penyembuh utama dan perawat kesehatan bagi anggota keluarga, selalu perempuan, antara lain para ibu dan para nenek. Sementara pada sektor berikutnya yakni folk sector sektor ini bukan lah bagian dari sistem medis melainkan merupakan bagian part yang berposisi di tengah antara sektor popular yakni keluarga, dengan sekor professional atau medis perempuan juga selalu memiliki peran yang sangat penting, para dukun dan bidan tradisional hampir seluruhnya adalah perempuan. Sementara di sektor professional dari bidang kesehatan medis modern, mayoritas tenaga-tenaga kesehatan yang professional antara lain perawat dan bidan nyaris didominasi oleh perempuan. Namun, yang mendapatkan bayaran tertinggi dan prestise tertinggi selalu adalah paramedis berjenis kelamin laki-laki Heiman, 1994. Pada beberapa sistem sosial masyarakat perempuan hanya berperan pada wilayah domestik rumahtangga, dan mereka tidak diperkenankan menyentuh ranah produktif dari rumahtangga apalagi memiliki karir, dan bebas keluar rumah. Misalnya sistem purdah pada masyarakat Islam Arab. Beberapa Antropolog mengungkapkan bahwa subordinasi atau penomorduaan perempuan khususnya pemposisian perempuan lebih pada sektor domestik daripada sektor publik merupakan suatu fenomena yang universal, dan merupakan hal yang umum disetiap sistem sosial masyarakat. Beberapa aspek dari budaya berkontribusi terhadap kesehatan laki-laki dan perempuan. Sebagai contoh, laki-laki pada beberapa budaya selalu dibanding- bandingkan posisinya dengan perempuan. Beberapa budaya yang patriarkhi misalnya, mengkonstruksikan laki-laki sebagai mahluk yang kuat, sehingga laki- laki sangat riskan menghadapi bahaya, baik dari konsumsi makanan, dan minuman, serta kegiatan perang dan berburu yang sangat berbahaya. Kemudian, dibalik resiko hidup yang demikian besar, para laki-laki juga harus menyembunyikan ekspresi perasaannya karena masyarakat mengkonstruksikan laki-laki sebagai mahluk yang tidak menggunakan emosi dan jauh dari tekanan stress seperti yang sering dialami oleh perempuan, dan mampu bekerja dengan maksimal di bawah tekanan dibandingkan perempuan. Namun, misalnya sifat kompetitif dari laki-laki, dan ambisius yang lebih dari pada perempuan kemudian memicu peningkatan resiko terjadinya serangan penyakit jantung koroner Coronary Heart Disease pada beberapa laki-laki di Amerika serikat. Waldron dalam Heiman 1994 mengungkapkan bahwa akibat tekanan orang Amerika terhadap performa laki-laki Amerika, resiko terjadinya CHD dua kali lebih besar dialami oleh laki-laki Amerika dibandingkan perempuan Amerika. Ini juga ditambah dengan adanya harapan orang-orang Amerika, bahwa laki-laki diharapkan meraih sukses di dalam karir pekerjaannya, sementara perempuan 23 diharapkan sukses di dalam wilayah domestiknya, dan tiap wilayah atau domain pengharapan yang dikonstruksikan tersebut kemudian menciptakan perbedaan adaptasi terhadap kesuksesan yang akan diraih. Pada masyarakat industrial modern, perempuan yang mengalami konflik peran, karena di satu sisi diharapkan meraih keberhasilan di dalam sektor domestik, namun di sisi lain juga ingin meraih keberhasilan karir, terkadang menimbulkan tekanan stress yang tinggi. Karena perempuan disosialisasikan memiliki ketidakstabilan emosi, sehingga menimbulkan salah diagnose dari ahli medis laki-laki terhadap perempuan seperti ketika para perempuan mengalami hysteria berlebihan, dan hypochondria. Kemudian, bangunan konstruksi mengenai perempuan di dalam hal keindahan, dan kecantikan juga membawa penderitaan terhadap perempuan. Sebagai contoh, ketika perempuan yang menarik dikonstruksikan memiliki tubuh yang langsing, maka perempuan beramai-ramai melakukan diet ketat yang berbahaya bagi dirinya. Kemudian, penggunaan sepatu berhak tinggi high heels juga memicu permasalahan tulang yang serius. Karena ingin cantik sesuai dengan konstruksi masyarakat, maka perempuan menggunakan ragam kosmetik, dan bagi perempuan yang berada di lapisan bawah, menggunakan kosmetik yang mengandung zat berbahaya sehingga bisa menimbulkan penyakit dermatitis dan urticaria, atau yang lebih parah terkena kanker kulit. Selanjutnya, ingin memiliki dada yang penuh di usia yang sudah tidak muda lagi, para perempuan rela melakukan operasi plastik berbahaya dengan memasukan silicon ke payudara mereka, untuk mendapatkan pujian yang tidak sebanding dengan resiko yang akan dihadapinya kelak. Goddard dalam Heiman 1994 telah menggambarkan perbedaan laki-laki dan perempuan di Naples, Itali, khususnya dalam hubungannya dengan perilaku seksual, dan terhadap nilai-nilai budaya mengenai kehormatan dan rasa malu. Berbeda nilai-nilai budaya dan standar ganda moralitas bekerja pada setiap jenis kelamin. Sebagai contoh sehat dan normal di Itali bagi laki-laki diharapkan jika lelaki melakukan banyak hubungan seks sebelum menikah, dan melakukan banyak perselingkuhan sebagai bukti kemaskulinitasnya, sementara perempuan dilarang dari perilaku tersebut. Kehormatan bagi perempuan adalah menjaga kesucian dan keperawanan sebelum menikah.

2.8. Kebijakan Pembangunan, Kesehatan, dan Pertanian

Transformasi pedesaan saat ini melalui kebijakan pembangunan merujuk pada perubahan masyarakat pedesaan berbasis pada pertumbuhan dan mekanisme kapitalis pasar. Transformasi di dalam proses produksi di pedesaan diarahkan untuk menghasilkan surplus. Proses akumulasi surplus sendiri dipengaruhi oleh proses globalisasi, masuknya industri pangan transnasional ke ekonomi nasional, dan oleh penekanan pada ekspor pertanian sebagai motor dari akumulasi. Sayangnya, dampak pembangunan pertanian misalnya memberikan peningkatan kemiskinan dan terjadinya polarisasi di sistem sosial masyarakat pedesaan Hayami dan Kikuchi, 1987. Menurut Akram-lodhi, et al. 2007 : 385 transformasi pedesaan berbasis neoliberalisme tidak menggambarkan kesamaan equality telah ditingkatkan. Hal ini membuktikan bahwa globalisasi neoliberal tidak meningkatkan kesejajaran. Malahan semakin menciptakan ketidaksamaan 24 yang mencolok, menciptakan pengekslusifan secara sosial, mengalienasi secara kultural, dan secara politik tidak memberdayakan. Menurut para pemikir post- developmentalism, pembangunan yang terjadi telah gagal, dan era pembangunan telah berakhir. Pembangunan dianggap memperdaya hoax, tidak pernah dirancang untuk setuju pada perikemanusiaan, masalah-masalah lingkungan, namun hanya dirancang sebagai jalan agar memuluskan jalan industrialisasi Barat, khususnya Amerika, untuk melanjutkan dominasinya untuk memelihara standar hidupnya yang sangat tinggi Allen dan Thomas, 2000 : 19. Pengertian pembangunan mungkin menjadi hal yang paling menarik untuk diperdebatkan. Mungkin saja tidak ada satu disiplin ilmu yang paling tepat mengartikan kata pembangunan. Sejauh ini serangkaian pemikiran tentang pembangunan telah berkembang, mulai dari perspektif sosiologi klasik Durkheim, Weber, dan Marx, pandangan Marxis, modernisasi oleh Rostow, strukturalisme bersama modernisasi memperkaya ulasan pen - dahuluan pembangunan sosial, hingga pembangunan berkelanjutan. Namun, ada tema-tema pokok yang menjadi pesan di dalamnya. Dalam hal ini, pembangunan dapat diartikan sebagai suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004 1 . Beberapa bukti menunjukkan bahwa pembangunan memberikan dampak buruk terhadap kesehatan manusia. Misalnya saja pembangunan danau buatan Nasser di perbatasan Mesir dan Sudan dengan tujuan untuk mengendalikan banjir, pembangunan instalasi listrik bertenaga air hidroelektrik, pertanian irigasi, dan perikanan budidaya menimbulkan bahaya yang cukup tinggi bagi kesehatan, terutama yang paling serius adalah penyakit bilharziasis dan ochoncerciasis. Penyebaran penyakit ini hampir seluruhnya disebabkan oleh lahan-lahan pertanian irigasi yang dimungkinkan dengan adanya bendungan-bendungan besar dan waduk-waduk penyimpan air. Sebagai contoh, dalam jangka waktu tiga tahun setelah selesainya bendungan raksasa Nasser di Mesir, angka infeksi di kalangan anak -anak di daerah sekitar danau Nasser yang berumur antara 2-6 tahun meningkat dari sekitar 5-25 persen menjadi 55-85 persen Miller, 1973 dalam Foster dan Anderson, 1986. Bukti-bukti empiris mungkin perlu dipertanyakan kembali mengenai masa-masa gemilang revolusi hijau menunjukkan betapa surplus-surplus padi hasil intensifikasi pertanian, dan transformasi pertanian tradisional menjadi pertanian modern dengan penggunaan mesin-mesin pertanian, dan pestisida, serta bibit unggul yang tahan hama, dan produktifitas tinggi, serta subsidi pemerintah, dan pembangunan fasilitas-fasilitas pertanian seperti irigasi teknis, telah terjadi. Banyak biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh negara-negara dunia ketiga akibat revolusi hijau yang dikembangkan oleh masyarakat Barat, antara lain karena intensifikasi pertanian, dan model budidaya monokultur membuat tanah- tanah semakin miskin unsur hara, air tercemar oleh pestisida kimia yang pada akhirnya menyebabkan banyak orang terkena kanker. Para peneliti medis menemukan bahan kimia pestisida di dalam darah para petani di Punjab. Pestisida 1 Bersumber dari http:profsyamsiah.wordpress.com20090319pengertian-pembangunan diunduh pada tanggal 4 Januari 2012, Pukul 23.20 WIB.