Skenario Pelabuhan Peti Kemas Skenario Pelabuhan Penumpang

5.6.3. Skenario Pelabuhan Peti Kemas

Walaupun luas areal pelabuhan tidak dapat lagi mendukung besarnya arus kunjungan kapal, bongkar muat dan penumpang termasuk arus kedatangan turis domestik dan mancanegara, namun di Pelabuhan Sunda Kelapa juga terdapat aktifitas bongkar muat peti kemas, meskipun tidak seramai yang terdapat di Pelabuhan Tanjung Priok saat ini. Menurut informasi yang di dapat saat melakukan penelitian dan kunjungan langsung ke lokasi penelitian, di Pelabuhan Sunda Kelapa terlihat banyak barang-barang peti kemas, barang tersebut merupakan barang alihan dari Pelabuhan Tanjung Priok. Bobot hasil penilaian stakeholders terhadap pelabuhan peti kemas disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Nilai bobot masing-masing kriteriasub kriteria untuk pemanfaatan pelabuhan peti kemas di Pelabuhan Sunda Kelapa No KriteriaSub Kriteria Bobot Nilai 1 Kriteria Ekologi 0.1460 a. Kondisi lingkungan perairan 0.0550 b. Tingkat kesesuaian RTRW 0.0909 2 Kriteria Ekonomi 0.2867 a. Kontribusi pajak pelabuhan 0.0868 b. Volume pendaratan 0.0515 c. Nilai ekonomi dampak pencemaran 0.0898 d. Arus Barang 0.0585 3 Kriteria Sosial Budaya 0.2650 a. Persepsi stakeholders 0.1006 b. Konflik pelabuhan dan masyarakat 0.0872 c. Local employment 0.0772 4 Kriteria Kelembagaan 0.3024 a. Aspek legalitas 0.1087 b. Efektifitas kelembagaan 0.0917 c. Sarana dan prasarana 0.1019 Total 1.0000 Berdasarkan penilaian terhadap tingkat kepentingan pada skenario pelabuhan peti kemas yang meliputi kriteria ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan kelembagaan, maka diperoleh hasil bahwa kriteria kelembagaan mempunyai peranan yang lebih penting dari kriteria ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Kriteria kelembagaan mempunyai bobot 0.3024, kriteria ekonomi dengan bobot 0.2867, sosial budaya dengan bobot 0.2650 dan kriteria ekologi mempunyai bobot sebesar 0.1460.

5.6.4. Skenario Pelabuhan Penumpang

Lokasi Pelabuhan Sunda Kelapa telah berkembang menjadi pusat perkantoran, perdagangan, perindustrian dan perhotelan. Sebagai pelabuhan tertua di wilayah DKI Jakarta yang masih mempertahankan ciri khas tradisionalnya, di Pelabuhan Sunda Kelapa pernah ada, namun saat ini aktifitas naik turunnya penumpang sudah tidak ada. Data terakhir arus penumpang di Pelabuhan Sunda Kelapa tahun 1999 sebanyak 62.123 orang, tahun 2000 sebanyak 215.716 orang, tahun 2001 213.992 orang, tahun 2002 146.363 orang, tahun 2003 80.148 orang, tahun 2004 18.863 orang. Sedangkan untuk akhir tahun 2005 sampai sekarang sudah tidak ada lagi kapal penumpang yang mendarat di Pelabuhan Sunda Kelapa. Menurut informasi dari pihak pengelola pelabuhan, penyebab utama hal tersebut bersumber dari kenaikan harga BBM. Bobot hasil penilaian stakeholders terhadap pelabuhan penumpang disajikan pada tabel 21. Tabel 21. Nilai bobot masing-masing kriteriasub kriteria untuk pemanfaatan pelabuhan penumpang di Pelabuhan Sunda Kelapa No. KriteriaSub Kriteria Bobot Nilai 1 Kriteria Ekologi 0.1576 a. Kondisi lingkungan perairan 0.0791 b. Tingkat kesesuaian RTRW 0.0785 2 Kriteria Ekonomi 0.3796 a. Kontribusi pajak pelabuhan 0.0825 b. Volume pendaratan 0.1341 c. Nilai ekonomi dampak pencemaran 0.0730 d. Arus barang 0.0900 3 Kriteria Sosial Budaya 0.2472 a. Persepsi stakeholders 0.0785 b. Konflik pelabuhan dan masyarakat 0.0774 c. Local employment 0.0912 4 Kriteria Kelembagaan 0.2156 a. Aspek legalitas 0.0713 b. Efektifitas kelembagaan 0.0747 c. Sarana dan prasarana 0.0697 Total 1.0000 Berdasarkan penilaian terhadap tingkat kepentingan pada skenario pelabuhan penumpang yang meliputi kriteria ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan kelembagaan, maka diperoleh hasil bahwa kriteria ekonomi mempunyai peranan yang lebih penting dari kriteria ekologi, sosial budaya dan kelembagaan. Dalam hal ini nilai ekonomi mempunyai bobot 0.3796, sosial budaya dengan bobot 0.2472, kriteria kelembagaan dengan bobot 0.2156, dan terakhir ekologi mempunyai bobot sebesar 0.1576. Selanjutnya dilakukan penilaian terhadap keseluruhan skenario yaitu pelabuhan bongkar muat, pelabuhan wisata bahari, pelabuhan peti kemas dan pelabuhan penumpang berdasarkan bobot nilai akhir dari kriteria dan sub kriteria secara keseluruhan maka penilaian terhadap tingkat kepentingan yang meliputi kriteria dan sub kriteria ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan kelembagaan, maka diperoleh hasil bahwa kriteria ekonomi mempunyai peranan yang lebih penting dari kriteria ekologi, sosial-budaya dan kelembagaan. Secara rinci hasil nilai bobot terhadap masing-masing kriteria dan sub kriteria disajikan pada Tabel 22. Tabel 22. Nilai bobot akhir masing-masing kriteriasub kriteria pada pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa No. KriteriaSub Kriteria Bobot Nilai 1 Ekologi: a. Kondisi lingkungan perairan b. Tingkat kesesuaian RTRW 0.1428 0.0526 0.0902 2 Ekonomi: a. Kontribusi pajak pelabuhan b. Volume pendaratan c. Nilai ekonomi dampak pencemaran d. Arus barang 0.3147 0.0846 0.0791 0.0763 0.0747 3 Sosial budaya: a. Persepsi stakeholders terhadap pelabuhan b. Konflik kepentingan c. Local employment 0.2666 0,0954 0.0850 0.0862 4 Kelembagaan: a. Aspek legalitas b. Efektifitas kelembagaan c. Sarana dan prasarana 0.2760 0.0962 0.0870 0.0927 Total 1.000 Kriteria ekonomi mempunyai bobot 0.3147, selanjutnya kelembagaan mempunyai bobot sebesar 0.2760, sosial-budaya dengan bobot 0.2666 dan terakhir kriteria ekologi dengan bobot 0.1428. Demikian pula halnya dengan bobot sub kriteria dari masing-masing kriteria yang ditentukan bahwa pada kriteria ekologi dengan sub kriteria kondisi lingkungan perairan diperoleh bobot sebesar 0.0526, tingkat kesesuaian dengan RTRW diperoleh bobot sebesar 0.0902. Kriteria ekonomi dengan sub kriteria kontribusi pajak pelabuhan diperoleh bobot sebesar 0.0846, volume pendaratan dengan bobot 0.0791, nilai ekonomi dampak pencemaran dengan bobot 0.0763, nilai produksi barang dengan bobot 0.0747. Kriteria sosial budaya dengan sub kriteria persepsi stakeholders terhadap Pelabuhan Sunda Kelapa dengan bobot sebesar 0.0954, konflik pelabuhan dan masyarakat dengan bobot 0.0850, dan local employment dengan bobot 0.0862. Kriteria terakhir adalah kriteria kelembagaan dengan sub kriteria aspek legalitasnya dengan bobot sebesar 0.0962, efektifitas kelembagaan dengan bobot 0.0870, dan sarana prasarana pendukung dengan bobot 0.0927. Selanjutnya dilihat grafik hubungan dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya dan kelembagaan pada Gambar 23. 0.276 0.2666 0.1428 0.3147

0.00 0.05

0.10 0.15

0.20 0.25

0.30 0.35

Ekologi Ekonomi Sosial Budaya Kelembagaan Gambar 23. Grafik hubungan dimensi ekologi, ekonomi, sosbud dan kelembagaan Pada grafik hubungan ekologi, ekonomi, sosbud dan kelembagaan berdasarkan hasil skor yang diperoleh dari masukan stakeholders, pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan berbagai skenario kebijakan, dimensi ekonomi menempati peringkat tertinggi dengan bobot 0.3147, dimensi kelembagaan sebagai peringkat kedua dengan bobot 0.2760, peringkat ketiga dimensi sosial budaya dengan bobot 0.2666 dan dimensi ekologi menempati peringkat terendah dengan bobot 0.1428. Ini berarti bahwa dalam pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa cenderung bias terhadap kepentingan ekonomi, sosial budaya dan kelembagaan namun kurang memperhatikan kepentingan ekologi sehingga terjadi penurunan kualitas lingkungan. Namun dari keempat dimensi tersebut, dimensi ekonomi yang sangat berperan dalam pemanfaatan Pelabuhan Sunda kelapa. Kemudian data yang diperoleh dari hasil pembobotan, dianalisis dengan menggunakan bantuan software Critplus 3.0 dengan teknik simple multi attribute rating technique SMART. Namun keterbatasan kemampuan dari software yang digunakan tersebut hanya mampu menangani kurang atau sama dengan 20 atribut saja, maka dalam pengoperasiannya dilakukan pemecahan setiap kriteria menjadi tiga bagian yaitu ekologi - ekonomi dan ekologi - sosial budaya dan ekologi - kelembagaan. Hirarki penentuan prioritas untuk ekologi dan ekonomi dapat dilihat pada Gambar 24. Diagram batang skor akhir prioritas pemanfaatan pelabuhan dan hasil analisis dengan menggunakan teknik SMART dapat dilihat pada Gambar 25 dan Tabel 23. Gambar 24. Hirarki penentuan prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan teknik SMART berdasarkan kriteria ekologi dan ekonomi Pemanfaatan Pelabuhan Kriteria Ekologi Kontribusi Pajak Pelabuhan Kondidsi Lingkungan Perairan Kriteria Ekonomi Volume Pendaratan Nilai Ekonomi Dampak Pencemaran Tingkat Kesesuaian RTRW Nilai Produksi Barang Pelabuhan Wisata Bahari Pelabuhan Peti Kemas Pelabuhan Bongkar Muat Pelabuhan Penumpang Gambar 25. Diagram batang skor akhir prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan teknik SMART pada kriteria ekologi dan ekonomi. Tabel 23. Hasil akhir multi criteria decision making MCDM dengan teknik SMART pada kriteria ekologi dan ekonomi. Ranking Alternatif pemanfaatan Nilai 1 2 3 4 Pelabuhan bongkar muat Pelabuhan wisata bahari Pelabuhan peti kemas Pelabuhan penumpang 0.702 0.372 0.249 0.131 Hasil analisis pada kriteria ekologi dan ekonomi dengan teknik SMART diperoleh bahwa prioritas pertama adalah pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa untuk pelabuhan bongkar muat dengan nilai 0.702, berikutnya adalah pelabuhan wisata bahari dengan nilai 0.372, pelabuhan peti kemas dengan nilai 0.249 dan terakhir adalah pemanfaatan pelabuhan penumpang dengan nilai 0.131. Sedangkan untuk kriteria ekologi dan sosial budaya, hirarki penentuan prioritas pemanfaatan pada Gambar 26, diagram batang skor akhir prioritas pemanfaatan dan nilai alternatif pemanfaatan dapat dilihat pada Tabel 24 dan Gambar 27. P e m a n fa a ta n P e la b u h a n K rite ria E k o lo g i K rite ria S o s b u d K o n d is i L in g k u n g a n P e ra ira n K e s e s u a ia n R T R W K o n flik P e la b u h a n D e n g a n M a s y a ra k a t P e rs e p s i S ta k e h o ld e rs te rh a d a p P e la b u h a n L o c a l E m p lo y m e n j P e la b u h a n W is a ta B a h a ri P e la b u h a n P e ti K e m a s P e la b u h a n B o n g k a r M u a t P e la b u h a n P e n u m p a n g Gambar 26. Hirarki penentuan prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan teknik SMART berdasarkan kriteria ekologi dan Sosbud Gambar 27. Diagram batang skor akhir prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan teknik SMART pada kriteria ekologi dan sosbud Tabel 24. Hasil akhir multi criteria decision making MCDM dengan teknik SMART pada kriteria ekologi dan sosial budaya Ranking Alternatif pemanfaatan Nilai 1 2 3 4 Pelabuhan bongkar muat Pelabuhan peti kemas Pelabuhan penumpang Pelabuhan wisata bahari 0.661 0.529 0.325 0.281 Hasil analisis pada kriteria ekologi dan ekonomi dengan teknik SMART diperoleh bahwa prioritas pertama adalah pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa untuk pelabuhan bongkar muat dengan nilai 0.661, berikutnya adalah pelabuhan peti kemas dengan nilai 0.529, pelabuhan penumpang dengan nilai 0.325 dan terakhir adalah pemanfaatan pelabuhan wisata bahari dengan nilai 0.281. Sedangkan untuk kriteria ekologi dan sosial budaya, hirarki penentuan prioritas pemanfaatan pada Gambar 28, diagram batang skor akhir prioritas pemanfaatan dan nilai alternatif pemanfaatan dapat dilihat pada Tabel 25 dan Gambar 29. Gambar 28. Hirarki penentuan prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda dengan teknik SMART berdasarkan kriteria ekologi dan kelembagaan. Pemanfaatan Pelabuhan Kriteria Ekologi Kriteria Kelembagaan Kondisi Lingkungan Perairan Kesesuaian RTRW Efektivitas Kelembagaan Aspek Legalitas Sarana dan Prasarana Pelabuhan Wisata Bahari Pelabuhan Peti Kemas Pelabuhan Bongkar Muat Pelabuhan Penumpang Gambar 29. Diagram batang skor akhir prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan teknik SMART pada kriteria ekologi dan kelembagaan Tabel 25. Hasil akhir multi criteria decision making MCDM dengan teknik SMART pada kriteria ekologi dan kelembagaan Ranking Alternatif pemanfaatan Nilai 1 2 3 4 Pelabuhan bongkar muat Pelabuhan peti kemas Pelabuhan wisata bahari Pelabuhan penumpang 0.662 0.596 0.262 0.262 Hasil analisis pada kriteria ekologi dan kelembagaan dengan teknik SMART diperoleh bahwa prioritas pertama adalah pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa untuk pelabuhan bongkar muat dengan nilai 0.662, berikutnya adalah pelabuhan peti kemas dengan nilai 0.596, terakhir pemanfaatan pelabuhan wisata bahari dan pelabuhan penumpang dengan nilai 0.262. Analisis selanjutnya adalah menggabungkan ketiga hasil analisis diatas menjadi satu. Untuk itu digunakan persamaan sebagai berikut : γ = π Si 1n Keterangan : γ = Rata-rata geometrik Si = Nilai skor akhir hasil analisis prioritas berdasarkan kelompok kriteria analisis n = 3 Sehingga : γ = √ S1 X S2 X S3 0.223 0.301 0.428 0.675 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 PP PW B PP K P BM Hasil Akhir Prioritas Pemanfaatan Pelabuhan dengan Teknik SMART Berdasarkan persamaan di atas maka diperoleh hasil akhir dalam penentuan prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda kelapa. Hasil akhir dalam penentuan prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dapat dilihat pada Gambar 30 dan Tabel 26. Gambar 30. Diagram batang skor akhir prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa dengan teknik SMART. Keterangan: PMB = Pelabuhan bongkar muat PPK = Pelabuhan peti kemas PWB = Pelabuhan wisata bahari PP = Pelabuhan penumpang Tabel 26. Hasil akhir multi criteria decision making MCDM dengan teknik SMART Ranking Alternatif pemanfaatan Nilai 1 2 3 4 Pelabuhan bongkar muat Pelabuhan peti kemas Pelabuhan wisata bahari Pelabuhan penumpang 0.675 0.428 0.301 0.223 Sumber: Data primer, 2006 diolah Berdasarkan gabungan hasil analisis di atas, diperoleh bahwa prioritas pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa yaitu prioritas pertama adalah pelabuhan bongkar muat, selanjutnya adalah pelabuhan peti kemas sebagai alternatif pemanfaatan kedua, sedangkan pelabuhan wisata bahari adalah urutan ketiga dan terakhir adalah pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa sebagai pelabuhan penumpang. Untuk mengetahui apakah hasil yang diperoleh pada teknik SMART tetap konsisten atau tidak, maka dilakukan perbandingan analisis dengan teknik VISA v isual interactive sensitivity analysis. Nilai bobot yang digunakan pada masing- masing kriteria sama dengan nilai bobot yang dipakai pada teknik SMART. Hanya dalam teknik VISA ini, dilakukan standarisasi terhadap nilai skor pada masing- masing sub kriteria. Selanjutnya hasil analisis akhir prioritas pemanfaatan pelabuhan dapat dilihat pada Gambar 31 dan Tabel 27. 17 49 53 66 20 40 60 80 PP PPK PWB PBM PP PPK PWB PBM Gambar 31. Diagram batang skor akhir prioritas pemanfaatan pelabuhan dengan teknik VISA Tabel 27. Hasil akhir analisis m ulti criteria decision making dengan menggunakan teknik VISA Rangking Alternatif Nilai 1 Pelabuhan Bongkar Muat 66 2 Pelabuhan Wisata Bahari 53 3 Pelabuhan Petikemas 49 4 Pelabuhan Penumpang 17 Berdasarkan kedua teknik yang digunakan menentukan prioritas pemanfaatan pelabuhan yang akan dikembangkan, diperoleh hasil urutan prioritas pemanfaatan pelabuhan yaitu: prioritas pertama adalah pelabuhan bongkar muat, prioritas kedua pelabuhan wisata bahari, ketiga pelabuhan peti kemas dan prioritas terakhir adalah pelabuhan penumpang. Hasil ini didasarkan pada pertimbangan penetapan keempat kriteria yaitu kriteria ekologi, kriteria ekonomi, kriteria sosial budaya dan kriteria Kelembagaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan teknik yang berbeda, pelabuhan bongkar muat tetap konsisten menempati prioritas utama dalam pengembangan Pelabuhan Sunda Kelapa.

5.7. Trade Off Analysis Skenario Kebijakan Pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa