Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

mengakui kesalahan, berbicara berlebihan, pandai dalam mencari alasan, dan tidak bisa duduk tenang. Perilaku yang ditunjukkan Abi tersebut berpengaruh terhadap nilai hasil belajarnya. Strategi beliau untuk meningkatkan hasil belajar Abi, terutama pada pelajaran Matematika, dengan menggunakan berbagai metode pengajaran dalam satu pembelajaran. Langkah ini guru lakukan agar Abi memahami materi dengan maksimal dan tidak cepat bosan. Tingkat keberhasilan penggunaan metode pengajaran tersebut dalam pelajaran IPA bagi anak sekitar 60-80, tetapi untuk pelajaran matematika anak masih rendah. Hal ini sama seperti yang diungkapkan partisipan lain bahwa keberhasilan penggunaan metode pengajaran tersebut bergantung dengan suasana hati Abi juga. Informasi tersebut peneliti dapatkan dari hasil wawancara antara peneliti dengan guru pendamping khusus.

4.2 Pembahasan

Abi merupakan seorang siswa kelas IV SD pelangi yang berusia 10 tahun. Abi memiliki hobi bernyanyi dan bersepeda. Mata pelajaran yang Abi sukai adalah IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia, sedangkan mata pelajaran yang tidak sukai adalah Matematika. Abi mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler, diantaranya futsal, renang, dan pencak silat. Informasi ini peneliti dapatkan dari hasil observasi dan wawancara baik dengan Abi, guru kelas IV, pendamping pribadi Abi, maupun guru pendamping khusus. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti, 1 perhatian Abi mudah teralih dengan sesuatu yang menarik baginya. Salah satu contohnya ketika mengerjakan soal atau mendengarkan penjelasan guru, tiba-tiba memainkan pensil atau menggerak-gerakkan tangan dan kakinya, 2 sering melakukan aktivitas yang berlebihan dan sering meninggalkan tempat duduk, 3 terlihat seperti tidak mendengarkan atau menatap lawan bicaranya, 4 menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan tersebut selesai diberikan dan tanpa berpikir terlebih dahulu jawabannya, 5 berbicara berlebihan, 6 sering menyela pembicaraan orang lain, 7 sering bernyanyi saat pembelajaran, bahkan ketika guru menjelaskan rumus keliling bangun datar, rumus tersebut dinyanyikan, 6 membutuhkan waktu lama untuk mengerjakan tugas, terkadang juga tidak menyelesaikannya, 7 sering lupa membawa buku atau mengerjakan PR. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil assesment partisipan II, partisipan III, dan partisipan IV yang menggunakan pedoman dari Diagnostic and StatisticalManual of Mental Disorders IV ®-TR. Hasil assesment tersebut menyatakan bahwa Abi termasuk anak hiperaktif serta hasil wawancara dengan partisipan II yang mengatakan, “Itu kan setiap tahunnya dari kelas 1 sampai kelas 4 ini, kebetulan Abi assesmentnya adalah hiperaktif.” Berdasarkan hasil wawancara dan studi dokumen, secara fisik Abi terlihat seperti anak yang tidak memiliki kebutuhan khusus. Secara afektif, peneliti melihat Abi dapat mengekspresikan perasaannya, namun terkadang belum bisa mengendalikan diri dalam keadaan senang atau marah. Hal ini terlihat ketika PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI guru kelas mengatakan, “Tapi saya kan seneng Bu, saya mendapatkan nilai seratus” Ah itu dia sering sekali saya ingatkan, Abi jangan terlalu seneng meluap-luap bahagianya, tapi kan saya seneng Bu, saya mendapatkan nilai seratus kan sudah bahagia, saya kan kalo bahagia nyanyi, seperti itu. Iya saya ingatkan bahagianya cukup bahagianya, temannya juga dapet seratus, saya contohkan temannya, temannya dapet seratus biasa saja tidak sampai meluap- luap, tidak sampai menyanyi seperti itu. Saya ingatkan, ini pelajaran apa? Kalo menyanyi boleh menyanyi, mau nyanyi apa saja tidak apa- apa.” Abi mampu bersosialisasi baik dengan teman-temannya. Abi mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, terutama dengan orang-orang baru. Peneliti mengatakan demikian karena pertama kali peneliti bertemu, Abi sangat welcome. Namun aspek psikomotoriknya, anak masih perlu pendampingan. Pernyataan tersebut diperkuat dari hasil wawancara guru yang mengungkapkan bahwa psikomotorik anak masih kurang, misalnya menggunting, menggaris, atau membuat suatu prakarya anak masih memerlukan pendampingan. Berdasarkan aspek kognitifnya, anak memiliki kemampuan rata-rata. Anak memiliki daya menghafal yang tinggi. Hal ini berpengaruh terhadap mata pelajaran yang disukai dan nilai hasil belajar anak. Mata pelajaran yang anak sukai berkaitan dengan pengetahuan dan hafalan, seperti IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia, sedangkan pelajaran yang tidak disukai adalah Matematika. Nilai hasil belajar anak hampir semua di atas KKM, kecuali Matematika. Informasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI tersebut peneliti dapatkan dari hasil studi dokumen dan wawancara, baik guru kelas, guru pendamping pribadi, maupun guru pendamping khusus. Melihat karakteristik Abi, maka peneliti membuat kesimpulan bahwa perilaku Abi sesuai dengan teori karakteristik anak hiperaktif yang diungkapkan Zaviera 2014 dan Wiyani 2014. Beberapa karakteristik anak hiperaktif menurut Zaviera 2014, yaitu 1 sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugasnya, 2 tidak mendengarkan lawan bicaranya, 3 sering menghindar atau tidak menyukai melakukan tugas yang membutuhkan pemikiran lama, 4 sering kehilangan barang yang dimilikinya, 5 sering lupa mengerjakan tugas sehari-hari, 6 perhatiannya mudah teralih oleh rangsangan dari luar. Wiyani 2014 menambahkan karakteristik anak hiperaktif antara lain: 1 berbicara berlebihan atau tidak bisa berhenti bicara, 2 mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam kegiatan secara tenang, dan 3 tidak bisa duduk tenang dalam waktu lama lebih dari lima menit. Peneliti membuat kesimpulan bahwa Abi menunjukkan perilaku yang hampir sama atau sama dengan teori karakteristik anak hiperaktif yang telah dijelaskan tersebut. Pedoman dasar yang peneliti gunakan adalah hampir semua karakteristik perilaku Abi dan karakteristik anak hiperaktif menurut teori Zaviera 2014 dan Wiyani 2014. Persamaan karakteristik Abi dengan teori anak hiperaktif tersebut, yaitu perhatian anak mudah teralih oleh hal-hal yang menarik baginya, terlihat seperti tidak mendengarkan atau menatap lawan bicaranya, sering meninggalkan tempat duduk, melakukan aktivitas motorik secara berlebihan, berbicara berlebihan, sering menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan tersebut selesai diberikan, sering lupa membawa buku atau mengerjakan tugas, dan sering menyela pembicaraan orang lain. Setiap guru mempunyai cara pandang yang berbeda terhadap perilaku anak yang menunjukkan karakteristik anak hiperaktif. Faktanya, beberapa kriteria pada hasil assesment dari setiap guru partisipan terhadap perilaku Abi terdapat perbedaan. Persepsi merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui proses penginderaan. Proses penginderaan akan berlangsung setiap saat, pada waktu individu menerima stimulus melalui alat-alat indera Walgito, 2010. Faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan persepsi, yaitu perilaku persepsi, objek yang dipersepsikan, dan konteks dari situasi dimana persepsi itu diberlakukan Danarjati, 2013. Persepsi berasal dari luar eksternal perception dan dalam diri individu self-perception. Persepsi dapat diungkapkan karena perasaan, kemampuan berpikir, dan pengalaman individu berbeda. Hal ini mempengaruhi seseorang dalam mempersepsikan suatu stimulus antara individu satu dengan individu lain berbeda Jacobsen, 2009. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis persepsi yang berasal dari luar eksternal perception. Persepsi guru muncul ketika mereka melakukan pengamatan tentang bagaimana perilaku yang ditunjukkan Abi, baik selama pembelajaran di kelas atau luar kelas. Kemudian barulah guru mempersepsikan tentang anak hiperaktif. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru partisipan menunjukkan bahwa ketiga partisipan tersebut mempersepsikan tentang anak hiperaktif berbeda-beda. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan guru kelas yang mempersepsikan anak hiperaktif sebagai anak yang setiap saat anak melakukan aktivitas tertentu, berbicara berlebihan, tidak bisa diam dalam waktu tertentu, dan sering menyela pembicaraan orang lain. Namun, berbeda dengan guru pendamping pribadi yang mempersepsikan anak hiperaktif adalah anak yang suka mencari perhatian, berbicara berlebihan, sering membantah, dan selalu ingin menonjolkan diri bahwa dirinya bisa. Persepsi terdapat tiga komponen seperti yang dijelaskan pada bab II. Ketiga komponen persepsi tersebut menurut Alport Danarjati, 2010, diantaranya komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Berdasarkan teori tersebut, peneliti membuat kesimpulan bahwa komponen persepsi yang muncul pada semua guru partisipan adalah komponen kognitif. Alasannya adalah hasil wawancara dengan semua guru partisipan menunjukkan bahwa munculnya persepsi mereka tentang anak hiperaktif yang ada pada diri anak berdasarkan pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang objek sikapnya. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan guru partisipan yang menggunakan pengetahuan atau informasi untuk mendeskripsikan bagaimana perilaku keseharian Abi. Guru kelas memiliki pandangaan sendiri terhadap perilaku Abi yang berbeda dengan anak-anak lainnya. Berdasarkan perilaku yang ditunjukkan Abi, guru kelas menganggap bahwa Abi termasuk anak hiperaktif. Dengan pernyataan tersebut, peneliti mengajukan pertanyaan kepada guru kelas tentang persepsi terhadap anak hiperaktif. Guru kelas mempersepsikan anak hiperaktif, seperti berikut: “Anak hiperaktif itu anak yang e... setiap saat e... apa yaa melakukan tindakan entah itu berbicara, entah itu aktivitas apa, entah jalan- jalan itu dan untuk diam beberapa dalam beberapa saat susah, susah sekali. Walaupun untuk Abi itu tidak ada terapi, tapi dibanding anak-anak yang lain, Abi itu termasuk anak yang lebih aktif daripada anak lainnya. Sebelum, belum diajak, gurunya baru menerangkan saja, dia sudah ngomong-ngomong, nyambung apa-apa, terkadang ngomong e.. di luar apa materi, kadang iya seperti itu. Ya, anak yang pintar sebenarnya mbak kemudian dia banyak akal, banyak bergerak karna dia kan banyak akal sebenarnya dia ada saja yang dia lakukan, kemudian ya di kelas e... intensitas untuk diamnya itu lebih sedikit dibandingkan dengan geraknya aktif, lebih banyak aktivitas seperti itu.” Berdasarkan pernyataan tersebut, guru kelas mempersepsikan anak hiperaktif sebagai anak yang setiap saat melakukan aktivitas tertentu, berbicara berlebihan, tidak bisa diam dalam waktu tertentu, dan terkadang menyela atau memberikan komentar setiap pembicaraan orang lain. Guru kelas juga berpandangan bahwa sebenarnya anak hiperaktif adalah anak yang pandai dan memiliki banyak akal. Guru kelas menceritakan bagaimana perilaku Abi yang lain, yaitu terlihat seperti tidak mendengarkan atau menatap lawan bicaranya, sering menyanyi saat pembelajaran berlangsung, sering lupa membawa buku atau mengerjakan PR, membutuhkan waktu lama dalam mengerjakan tugas, dan tidak sabaran. Berdasarkan persepsi guru kelas terhadap perilaku anak hiperaktif tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa perilaku yang muncul pada diri Abi termasuk anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif. Beberapa perilaku yang ditunjukkan Abi mencakup indikasi anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif yang sesuai dengan teori karakteristik anak hiperaktif oleh DSM-IV ® - TR. Perilaku Abi yang sesuai dengan teori anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif menurut DSM-IV ® - TR adalah 1 sering melakukan aktivitas motorik secara berlebihan, 2 berbicara secara berlebihan, 3 sering menjawab tanpa berpikir sebelum pertanyaan selesai diberikan, 4 sulit menunggu giliran, 5 sering menyela pembicaraan orang lain, dan 6 sering lupa. Persepsi guru kelas terhadap anak hiperaktif tersebut berbeda dengan persepsi guru pendamping pribadi. Menurut Ibu Ine, anak hiperaktif itu anak yang selalu mencari perhatian, berbicara dan tingkah lakunya berlebihan, selalu membantah atau menyela pembicaraan orang lain, dan selalu ingin menonjolkan diri dan merasa bahwa dirinya bisa. Berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti menyimpulkan, perilaku yang ditunjukkan Abi mencakup indikasi anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif menurut DSM-IV ®-TR. Perbedaan persepsi antara guru kelas dan guru pendamping pribadi juga terdapat perbedaan dengan persepsi guru pendamping khusus. Ibu Risti mempersepsikan anak hiperaktif sebagai anak yang mempunyai kelebihan gerak maupun verbal, misalnya dalam rentang waktu tertentu anak lain bergerak 2-3, tetapi anak hiperaktif bisa lebih, bicara berlebihan, dan tidak bisa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI duduk tenang. Ibu Risti menambahkan perilaku lain yang ditunjukkan Abi, diantaranya sulit berkonsentrasi, sering menyela pembicaraan orang lain dengan mengajukan banyak pertanyaan secara terus-menerus, meskipun pertanyaan sebelumnya belum selesai dijawab, ketika marah anak tidak mau mengerjakan tugas, dan pandai dalam mencari alasan dan selalu menyalahkan orang lain. Dari pernyataan guru tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa perilaku Abi menunjukkan indikasi anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif yang sesuai dengan teori DSM-IV ®-TR tentang karakteristik anak hiperaktif . Beberapa perilaku Abi yang sesuai dengan teori anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif menurut DSM-IV ®-TR adalah 1 sulit berkonsentrasi saat mengerjakan tugas, 2 tidak teratur dalam mengerjakan tugas, 3 sering meninggalkan tempat duduk, 3 sering melakukan aktivitas motorik secara berlebihan, 4 berbicara berlebihan, 5 sering menjawab tanpa berpikir sebelum pertanyaan selesai diberikan, dan 6 sering menyela pembicaraan orang lain. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, peneliti melihat perilaku Abi menunjukkan anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif. Peneliti menyimpulkan demikian karena perilaku yang ditunjukkan Abi sesuai dengan teori DSM-IV ®- TR tentang anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif , diantaranya 1 sering meninggalkan tempat duduk, 2 melakukan aktivitas motorik secara berlebihan, 3 berbicara secara berlebihan, 4 sering menjawab tanpa berpikir sebelum pertanyaan selesai diberikan, 5 tidak teratur dalam mengerjakan tugas, dan 6 sering menyela pembicaraan orang lain. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Hasil wawancara dengan guru partisipan, peneliti melihat bahwa guru mengetahui dan memahami Abi sebagai anak hiperaktif. Guru mengetahui bagaimana perilaku anak baik di kelas maupun luar kelas. Dalam proses pembelajaran, guru melakukan penanganan terhadap perilaku Abi agar tujuan pengajaran dapat tercapai dengan maksimal. Hal inilah yang memunculkan persepsi guru terhadap penanganan anak hiperaktif. Guru kelas dalam melakukan penanganan ketika Abi mulai berbicara atau tertawa berlebihan guru hanya mengingatkan, memberikan nasehat, dan membuat kesepakatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan guru kelas “Iya, saya ingatkan, Apakah ada hal yang lucu? Ok kalo lucu Ibu Endah kasih waktu untuk tertawa di luar karena kalo tertawa terlalu lama di kelas nanti mengganggu konsentrasi teman-temannya. ” Penanganan tersebut sama seperti yang dilakukan guru partisipan lain. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru pendamping, penanganan yang dilakukan guru saat Abi mulai berbicara atau tertawa berlebihan adalah memberikan nasehat dan membuat kesepakatan. Penanganan ketika anak berbicara berlebihan berbeda dengan penanganan ketika anak marah. Penanganan guru pendamping pribadi ketika anak marah dengan memberikan waktu kepada anak untuk sendiri. Penanganan tersebut sama seperti yang dilakukan guru pendamping khusus. Guru membiarkan anak atau istilahnya “didiemin”, meskipun pada awalnya anak akan mengeluh terus- menerus. Guru menambahkan ketika anak tidak diperhatikan atau dipedulikan, anak akan diam dengan sendirinya. Selain itu, guru juga membuat kesepakatan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dengan anak, seperti pernyataan berikut ini: “Jadinya nanti kita diemin kalo nggak apa namanya Abi kadang-kadang mudah kalo itu nanti Bu Ine berhenti. Ada ancaman-ancamannya sendiri sih yang membuat dia nanti terus kadang- kadang nurut seperti itu. ” Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman guru, cara tersebut adalah penanganan yang tepat untuk Abi. Tindakan tersebut dipilih guru karena guru kurang mengetahui cara menangani anak hiperaktif. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan guru yang mengatakan bahwa guru belum dibekali tentang bagaimana menangani anak hiperaktif yang tepat. Peneliti melihat dengan karakteristik Abi tersebut, Abi membutuhkan pendampingan khusus selama proses pembelajaran, terutama pada pelajaran Matematika. Peneliti mengatakan demikian karena peneliti mendapatkan informasi bahwa nilai Matematika Abi lebih rendah dibanding mata pelajaran lain. Pernyataan tersebut diperkuat dari hasil wawancara dan studi dokumen nilai hasil belajar anak. Berdasarkan permasalahan tersebut, guru mencari cara untuk meningkatkan hasil belajar Abi, terutama pada pelajaran Matematika. Cara guru untuk menghadapi permasalahan tersebut dengan menggunakan metode pengajaran. Hal ini memunculkan persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru partisipan, setiap guru memiliki persepsi yang hampir sama tentang definisi metode pengajaran. Guru kelas memiliki persepsi tentang metode pengajaran, seperti yang diungkapkan berikut “Metode ya e... cara yang digunakan guru untuk e... memberikan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI materi kepada peserta didik.” Dari pernyataan tersebut, guru kelas mendefinisikan metode pengajaran sebagai cara yang digunakan guru untuk memberikan materi kepada peserta didik. Pernyataan tentang definisi metode pengajaran dari guru kelas, hampir sama seperti pernyataan yang diungkapkan guru pendamping pribadi dan guru pendamping khusus. Menurut pendamping pribadi, metode pengajaran adalah cara penyampaian suatu pelajaran di kelas. Begitu pula dengan guru pendamping khusus yang berkata, “Metode pengajaran itu kan caranya, cara untuk memberikan pembelajaran agar anaknya itu lebih paham, lebih mengusai pembelajarannya kayak gitu. Guru harus tau anaknya itu kayak gimana dan kita harus tau metode apa yang tepat untuk anaknya.” Dari pernyataan tersebut, guru pendamping khusus mendefinisikan metode pengajaran sebagai cara untuk memberikan pelajaran agar anak memahami dan menguasai materi yang diajarkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru tentang definisi metode pengajaran, persepsi dari ketiga guru partisipan sesuai dengan teori Muslich 2010 dan Raharjo 2012 yang mengungkapkan bahwa metode pengajaran adalah cara yang digunakan dalam menyampaikan materi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Bahri Siregar, 2010 menjelaskan metode pengajaran merupakan bagian dari strategi pengajaran. Strategi pengajaran adalah cara sistematis dipilih guru untuk menyampaikan materi, sehingga memudahkan guru maupun siswa mencapai tujuan pembelajaran. Setiap guru partisipan memiliki pengalaman yang berbeda-beda saat mengajar atau berinteraksi langsung dengan Abi. Hal ini mempengaruhi guru dalam mempersepsikan metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Dari hasil wawancara dengan guru kelas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa guru kelas cukup memahami bagaimana karakteristik Abi. Guru kelas memiliki pandangan bahwa metode pengajaran untuk anak hiperaktif adalah hasil perpaduan berbagai metode pengajaran yang dikemas dalam satu pembelajaran. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan guru kelas yang berkata, “Iya, itu campur mbak. Semua campur karena kalo apa kita menerangkan terus anaknya juga nanti apa namanya ngomong. Nah, nanti terus ada kegiatan apa yang mereka lakukan, campur- campur.” Metode pengajaran yang pernah guru kelas gunakan adalah kerja kelompok, Jigsaw, CTL, dan ceramah. Guru kelas juga menggunakan berbagai media, seperti benda konkret, video, PPT, jembatan keledai, dan alat peraga. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas, keberhasilan dalam menggunakan metode pengajaran tersebut, khususnya Abi bisa menerima materi sekitar 80. Namun, tingkat keberhasilan tersebut tergantung mood belajar Abi saat itu juga. Informasi ini peneliti dapatkan dari wawancara dengan guru kelas dan studi dokumen hasil belajar anak. Persepsi guru kelas terhadap metode pengajaran anak hiperaktif tersebut, sedikit berbeda dengan persepsi guru pendamping pribadi. Pendamping pribadi mengungkapkan bahwa metode pengajaran untuk anak hiperaktif adalah metode pengajaran bermain dan bersahabat. Apabila menggunakan metode ceramah, Ibu Ine menganggap tidak efektif karena anak akan cepat bosan. Namun, metode ceramah menjadi efektif apabila dikombinasikan dengan metode pengajaran lain. Guru pendamping pribadi mengatakan bahwa Abi mengalami kesulitan pada pelajaran Matematika. Hal ini menyebabkan nilai Matematika anak lebih rendah dibanding mata pelajaran lainnya. Contoh metode pengajaran yang digunakan dalam pelajaran Matematika adalah bernyanyi, seperti pernyataan Ibu Ine, “Contohnya gini aja Matematika perkalian ulang sulit banget dan Abi benci sekali dengan angka, saya kadang- kadang sambil nyanyi. Satu kali satu Ibu Ine menyanyikannya kayak gitu terus, nanti kalo sudah hari berikutnya saya nggak ngasih pelajaran itu, tapi pulangnya saja tes, “Ayo kak nyanyi lagi kak satu kali satu.” Nah, nanti kalo dia sudah hafal perkalian satu sampai angka lima, walaupun nanti sampai enam ke bawah itu mikir lagi, tapi itu sudah bagus.” Ibu Ine mencoba mengkombinasikan materi dengan hobi anak, yaitu bernyanyi sebagai metode pengajaran agar anak memahami materi. Ibu Ine mengakumulasikan tingkat keberhasilannya dalam penggunaan metode pengajaran tersebut juga hampir sama dengan guru partisipan lain sekitar 70-80. Ibu Ine menambahkan bahwa tingkat keberhasilan tersebut tergantung pada mood anak saat itu juga. Sama seperti persepsi dari guru kelas dan guru pendamping pribadi, guru pendamping khusus memiliki persepsi terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Menurut guru pendamping khusus, jika seorang guru tidak mengembangkan dan menggunakan metode pengajaran, anak akan kesulitan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dalam memahami materi. Ibu Risti mengungkapkan bahwa metode pengajaran untuk anak hiperaktif adalah metode pengajaran yang berpusat pada siswa, bukan berpusat pada guru, misalnya cooperative learning. Ibu Risti menambahkan, dalam satu pembelajaran beliau tidak hanya menggunakan satu metode pengajaran, tetapi memadukan berbagai metode pengajaran. Ibu Risti memberikan contoh, misalnya pada 5 menit pertama, beliau menggunakan metode ceramah, kemudian dilanjutnya dengan metode TSTS atau snowball throwing. Tingkat keberhasilan Ibu Risti menggunakan berbagai metode pengajaran dalam satu pembelajaran untuk Abi memahami materi 60-80. Namun, sama seperti guru partisipan lain bahwa tingkat keberhasilan tersebut tergantung dengan kondisi anak saat itu juga. Apabila saat itu anak mood belajar, maka keberhasilannya bisa maksimal. Begitu pula sebaliknya, apabila anak tidak mood belajar maka dengan metode pengajaran apapun hasilnya tidak bisa maksimal. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga guru partisipan terhadap metode pengajaran sesuai dengan teori Bahri Zain, 2010 yang menyatakan bahwa metode pengajaran yang dapat menjadikan siswa lebih aktif dan memahami materi antara lain metode eksperimen, metode diskusi, metode sosiodrama role play, metode demonstrasi, metode problem solving, metode tanya jawab, dan metode ceramah. Segers Jacobsen, 2009 menambahkan satu metode pengajaran, yaitu metode pengajaran kooperatif. Jerolimek dan Parker Isjoni, 2013 mengungkapkan kelebihan dari metode kooperatif, diantaranya adanya ketergantungan positif antaranggota kelompok, belajar mengemukakan dan menghargai pendapat orang lain, terlibat dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, memiliki banyak kesempatan mengekspresikan pengalaman mereka, dan hubungan antarsiswa maupun guru dan siswa menjadi lebih akrab. Huda 2013 menambahkan kelebihan metode kooperatif adalah mendorong kemandirian belajar siswa, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menimba berbagai informasi, dan belajar mengurangi tingkah laku yang kurang baik. Berdasarkan hasil wawancara dan teori tentang metode pengajaran, peneliti membuat kesimpulan bahwa metode pengajaran yang tepat untuk anak hiperaktif adalah metode menjadikan siswa aktif dalam pembelajaran dan mengalihkan atau mengurangi perilaku-perilaku anak hiperaktif ke hal-hal yang positif. Dengan demikian, anak hiperaktif dapat memahami materi dengan maksimal. Metode pengajaran untuk anak hiperaktif adalah hasil perpaduan berbagai metode pengajaran yang dikemas dalam satu pembelajaran. Metode pengajaran tersebut adalah perpaduan antara metode pengajaran konvensional dan metode pengajaran yang berpusat pada anak. Salah satu contohnya perpaduan metode ceramah dan metode kooperatif cooperative learning. Dari hasil wawancara dengan ketiga guru partisipan menyatakan bahwa tingkat keberhasilan penggunaan metode pengajaran tersebut tergantung dengan suasana hati anak. Secara keseluruhan pernyataan tersebut peneliti membuat kesimpulan demikian berlandaskan hasil wawancara dan teori yang digunakan dalam penelitian ini. 91

BAB V PENUTUP

Bab V ini berisi tentang kesimpulan penelitian, keterbatasan penelitian, dan saran. Pada kesimpulan berisi tentang rangkuman hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti. Keterbatasan penelitian berisi tentang keterbatasan yang dihadapi peneliti dalam penelitian ini, sedangkan saran berisi tentang masukan bagi peneliti selanjutnya, guru, ataupun orang tua yang memiliki anak hiperaktif.

5.1 Kesimpulan

Perilaku-perilaku yang ditunjukkan anak hiperaktif selama proses pembelajaran antara lain perhatian anak mudah teralih dengan hal-hal yang menarik baginya, berbicara dan tertawa berlebihan, terlihat seperti tidak mendengarkan atau menatap lawan bicaranya, sering menyela pembicaraan orang lain, sering menjawab sebelum pertanyaan tersebut selesai diberikan, tidak teratur dalam mengerjakan tugas, melakukan aktivitas motorik secara berlebihan, dan sering meninggalkan tempat duduk. Secara kognitif, anak hiperaktif memiliki kemampuan yang rata-rata. Hal ini terlihat dari hampir semua nilai anak di atas KKM, kecuali Matematika. Anak menyukai mata pelajaran yang berkaitan dengan hafalan, seperti IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia, sedangkan pelajaran yang tidak disukai adalah Matematika. Berdasarkan hasil penelitian tentang persepsi guru terhadap anak hiperaktif, peneliti memperoleh data bahwa setiap guru yang mengampu di PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI