penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian yang peneliti lakukan, yaitu meneliti tentang persepsi guru terhadap anak berkebutuhan khusus. Kedua
penelitian Rona Fitria 2012 yang berjudul “Proses Pembelajaran dalam
Setting Inklusi di Sekolah Dasar.” Pada penelitian ini terdapat relevansi dengan
penelitian yang peneliti lakukan, yaitu bagaimana proses pembelajaran di sekolah inklusi dalam penggunaan metode pengajaran untuk anak berkebutuhan
khusus. Penelitian ketiga adalah penelitian dari Syaiful Amri 2014 yang berjudul “Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Tingkat Hiperaktif-Impulsif Pada
Anak Attention Deficit Hyperactive Disorder ADHD.” Relevansi dengan penelitian tersebut adalah meneliti anak hiperaktif. Berdasarkan fakta-fakta
dalam penelitian tersebut, peneliti berupaya untuk mengetahui persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi.
2.3 Kerangka Teori
SD Pelangi merupakan sekolah inklusi yang menerima anak-anak berkebutuhan khusus, salah satunya anak hiperaktif. Hiperaktif merupakan
gangguan pada perilaku tidak normal yang ditandai dengan adanya gangguan pemusatan perhatian, pembicaraan yang lepas kontrol, serta gerakan yang
berlebihan melebihi gerakan yang dilakukan anak pada umumnya. Karakteristik perilaku anak hiperaktif adalah 1 sulit memusatkan perhatian lebih dari lima
menit, 2 perhatian anak mudah teralihkan oleh rangsangan dari luar, 3 tidak berhenti berbicara dan cenderung tidak mendengarkan lawan bicaranya, 4
tidak bisa duduk tenang dalam waktu yang lama, 5 selalu aktif bergerak tanpa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengenal rasa lelah, sehingga anak membutuhkan energi yang banyak, 6 cenderung tidak sabar, terutama saat menunggu giliran, 6 sering melakukan
kecerobohan, mudah lupa, dan kehilangan barang pribadi, 7 tidak menyukai atau menghindar dari tugas yang membutuhkan pemikiran cukup lama, dan 8
sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas Zaviera, 2014. Guru selama proses belajar mengajar terkadang mengalami berbagai
kendala dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan guru, khususnya pada kelas inklusi. Faktanya, kelas IV SD Pelangi ada beberapa anak berkebutuhan
khusus, salah satunya anak hiperaktif. Dalam hal ini, guru memiliki peranan penting untuk membantu anak hiperaktif agar tidak menghambatnya dalam
proses pembelajaran. Cara guru untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan menggunakan metode pengajaran. Penggunaan metode pengajaran disesuaikan
dengan tingkat kemampuan anak, karakteristik anak, situasi dan kondisi sekolah, guru itu sendiri, fasilitas kelas atau sekolah, dan kondisi psikologis
anak. Dengan demikian, setiap guru mempunyai persepsi yang berbeda tentang anak hiperaktif dan metode pengajaran yang tepat untuk anak hiperaktif.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan di SD Pelangi terhadap perilaku salah satu anak hiperaktif, peneliti melihat bahwa
perhatian anak mudah teralih dengan sesuatu yang menarik baginya. Hal ini seperti yang diungkapkan guru pendamping pribadi bahwa dalam mengerjakan
tugas atau mendengarkan penjelasan guru, tiba-tiba anak memainkan pensil dan menggerak-gerakkan tangannya atau bernyanyi, sehingga anak membutuhkan
waktu lama dalam menyelesaikan tugasnya. Anak sering meninggalkan tempat duduk, berbicara berlebihan, dan terlihat seperti tidak mendengarkan atau
menatap lawan bicaranya. Guru kelas mengatakan bahwa anak sering menyela pembicaraan orang lain, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan tersebut
selesai diberikan, sering lupa tidak membawa buku atau mengerjakan PR. Berdasarkan pernyataan yang diungkapkan guru tersebut, maka guru sekolah
mempunyai persepsi yang berbeda-berbeda terhadap perilaku anak hiperaktif. Munculnya persepsi guru terhadap perilaku anak hiperaktif mempengaruhi
persepsi guru terhadap pemilihan dan penggunaan metode pengajaran yang tepat untuk anak. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk
mengekplorasi bagaimana persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi.
2.4 Pertanyaan Penelitian