Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab I ini, peneliti akan menguraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definsi operasional. Peneliti membahas ketujuh topik tersebut secara berurutan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Sesuai dengan kodrat alami manusia, setiap individu terlahir dengan kelebihan dan kekurangan yang berbeda. Beberapa diantaranya adalah anak yang memiliki kebutuhan khusus. Anak-anak berkebutuhan khusus merupakan anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak lainnya. Pada umumnya, anak memiliki karakteristik khusus tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik Murtiningsih, 2013. Pernyataan tersebut sesuai dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa “Anak yang memiliki kelainan fisik dan mental tersebut disebut anak berkebutuhan khusus” Wiyani, 2014. Anak berkebutuhan khusus terdiri dari bermacam-macam, diantaranya hiperaktif, autis, asperger disorder, retardasi mental, sindroma down, dyslexia, diskalkulia, disgrafia, dan masih ada istilah-istilah lainnya Murtiningsih, 2013. Salah satu anak yang berkebutuhan khusus adalah hiperaktif. Anak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI hiperaktif merupakan anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas atau Attention Deficit and Hyperactivity Disorder ADHD Zaviera, 2014. Gangguan perilaku ini ditandai dengan adanya gangguan pemusatan perhatian, pembicaraan yang lepas kontrol, serta gerakan yang berlebihan melebihi gerakan yang dilakukan anak pada umumnya Wiyani, 2014. Mereka kurang mampu mengontrol dan melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak dapat membedakan mana gerakan penting dan gerakan tidak penting. Mereka melakukan gerakan tersebut secara terus-menerus tanpa mengenal lelah. Hal ini menyebabkan mereka kesulitan dalam memusatkan perhatiannya Koasih, 2012. Setiap anak hiperaktif memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Anak hiperaktif terdiri dari tiga tipe, yaitu tipe inatensi, tipe hiperaktif-implusif, dan tipe kombinasi. Anak-anak berkebutuhan khusus, terutama anak hiperaktif, membutuhkan pelayanan pendidikan sesuai kebutuhan mereka untuk mencapai potensi yang maksimal. Pendidikan yang efektif sangat bergantung pada lingkungan tempat anak tersebut belajar dan pemenuhan kebutuhan sosial, emosional, dan pembelajaran mereka Thompson, 2010. Hal ini sesuai dengan pasal 32 UUD 1945 ayat 1 yang berbunyi: “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran kerena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, danatau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.” Salah satu pelayanan pendidikan khusus yang pemerintah berikan kepada anak berkebutuhan khusus adalah sekolah inklusi. Tujuan didirikan sekolah inklusi ini adalah membantu anak berkebutuhan khusus dalam belajar agar dapat memahami materi dengan maksimal Fitriani, 2012. Salah satu faktor yang harus dimiliki dan dioptimalkan dalam sekolah inklusi adalah guru. Secara umum, peran guru dalam kegiatan belajar mengajar adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi anak pada semua jenjang pendidikan. Guru juga memiliki peran sebagai fasilitator, mengembangkan bahan ajar, meningkatkan kemampuan peserta didik, serta menciptakan situasi dan kondisi belajar mengajar yang menyenangkan Sanjaya, 2006. Pernyataan tersebut didukung hasil penelitian Haryantiningsih 2015 tentang usaha guru untuk memusatkan perhatian anak hiperaktif. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa cara guru untuk memusatkan perhatian anak dengan memberikan bimbingan klasikal melalui pemberian hadiah, pujian, menciptakan suasana belajar menyenangkan dalam bentuk permainan, memberikan perhatian khusus, menasihati, menempatkan anak pada posisi duduk paling depan, dan komunikasi dengan kalimat efektif. Dengan demikian, guru memiliki peranan penting dalam membantu anak yang mengalami berbagai macam gangguan belajar, seperti membaca, menulis, berhitung, dan berbicara. Salah satu langkah yang digunakan guru untuk membantu anak tersebut dengan menggunakan berbagai metode pengajaran. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Guru mempunyai pandangan yang berbeda terhadap setiap karakteristik anak di kelas terutama kelas inklusi yang terdapat anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus tersebut dalam proses pembelajaran membutuhkan pengajaran khusus, sehingga guru memiliki peran penting dalam penerapan metode pengajaran. Kenyataan tersebut memunculkan persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Persepsi merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera. Proses persepsi tidak lepas dari proses penginderaan. Proses penginderaan ini akan berlangsung setiap saat, pada waktu individu menerima stimulus melalui alat-alat indera Walgito, 2010. Setiap stimulus yang diterima oleh masing-masing individu berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu, seperti sikap, kebiasaan, dan kemauan. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu yang meliputi stimulus itu sendiri, baik sosial maupun fisik Sarwono, 2009. Dengan demikian, setiap guru memiliki persepsi atau pandangan yang berbeda terhadap metode pengajaran yang tepat untuk anak hiperaktif. Peneliti melakukan studi pendahuluan di SD Pelangi terhadap anak hiperaktif. Berdasarkan hasil observasi tersebut, peneliti menemukan bahwa di kelas IV terdapat anak berkebutuhan khusus. Dari anak berkebutuhan khusus tersebut, peneliti melihat perilaku Abi yang berbeda dari anak-anak lainnya. Perilaku yang ditunjukkan Abi antara lain sulit berkonsentrasi, perhatiannya mudah teralih, misalnya ketika mendengarkan penjelasan guru, tiba-tiba dia menyanyi atau memainkan pensil dan menggerak-gerakkan tangannya. Abi terlihat seperti tidak mendengarkan atau menatap lawan bicaranya. Abi sering menyela pembicaraan orang lain, membutuhkan waktu lama untuk mengerjakan tugas, dan terkadang dia juga tidak menyelesaikannya. Selain melakukan observasi, peneliti juga melakukan wawancara dengan guru kelas. Wawancara pertama dilakukan pada hari Sabtu tanggal 03 Oktober 2015. Wawancara antara peneliti dengan partisipan II ini berlangsung selama satu jam dari pukul 08:00-09:00 WIB di ruang tamu sekolah. Berdasarkan hasil wawancara guru kelas menceritakan bagaimana keseharian Abi saat di kelas, diantaranya anak lebih aktif dibandingkan dengan teman-temannya, terkadang Abi sering menyela pembicaraan orang lain terutama saat beliau menjelaskan materi, dan berbicara berlebihan di luar materi yang sedang dipelajari. Abi memiliki hobi bernyanyi, bahkan sering bernyanyi selama proses pembelajaran. Peneliti tidak hanya melakukan wawancara dengan guru kelas, tetapi juga melakukan wawancara dengan guru pendamping pribadi Abi dan guru pendamping khusus. Hasil wawancara dengan guru pendamping pribadi dan guru pendamping khusus dapat disimpulkan bahwa Abi suka mencari perhatian, tingkah laku dan berbicara yang berlebihan, sering membantah atau menyela pembicaraan orang lain, dan selalu menonjolkan diri bahwa dirinya sudah bisa, meskipun pada kenyataannya dia belum bisa. Selain itu, Abi sering menyanyi saat pembelajaran berlangsung. Abi memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Hal ini terlihat ketika Abi mengajukan banyak pertanyaan secara terus-menerus meskipun pertanyaan sebelumnya belum selesai dijawab. Berdasarkan perilaku yang ditunjukkan Abi, baik guru kelas, guru pendamping pribadi, maupun guru pendamping khusus menjadikannya pedoman untuk menyatakan bahwa Abi termasuk anak hiperaktif. Guru kelas menambahkan “Itu kan setiap tahunnya dari kelas 1 sampai kelas 4 ini, kebetulan Abi assesmentnya adalah hiperaktif.” Pernyataan guru kelas ini diperkuat dengan hasil assesment yang telah dilakukan oleh ketiga guru, yaitu guru kelas, guru pendamping pribadi, dan guru pendamping khusus sekolah yang menunjukkan bahwa Abi termasuk anak hiperaktif. Berdasarkan pengalaman yang peneliti alami tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji tentang persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Peneliti akan menguraikan tentang bagaimana persepsi guru terhadap anak hiperaktif dan persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi atau mengetahui gambaran bagaimana persepsi guru terhadap anak hiperaktif dan persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Judul dari penelitian ini adalah “Persepsi Guru Terhadap Metode Pengajaran untuk Anak Hiperaktif Kelas IV SD Pelangi.”

1.2 Identifikasi Masalah