3.7. Kolektifan Dalam Menyelenggarakan Gigs atau Pertunjukan Musik
Indie
Kolektifan yang penulis maksud disini adalah suatu jalinan kerjasama yang dilakukan oleh remaja-remaja yang tergabung di masing-masung komunitas
musik indie tersebut dalam menyelnggarakan gigs atau pertunjukan musik indie di kota Medan. Kolektifan ini juga merupakan kreativitas remaja-remaja selaku
pelaku komunitas musik indie yang berinisiatif menyelenggarakan gigs sebagai suatu wadah berekspresi.
Tidak jauh berbeda kolektifan dalam menyelenggarakan gigs atau pertunjukan musik indie Medan pada apa yang dilakukan oleh komunitas Kirana,
komunitas Tomat dan komunitas Medan Movement. Dalam hal kolektifan ini ketiga komunitas musik indie tersebut bisa terbilang sama, cuma sedikit berbeda
pada penetapan biaya kontribusi dan jaringan-jaringan kepada pihak-pihak lain di luar komunitas yang dijalin. Kemudian perbedaan pada uang yang harus
dikeluarkan oleh penonton biasa disebut HTM atau Harga Tanda Masuk. Dalam menyelenggarakan pertunjukan musik indie atau gigs, komunitas
musik indie kota Medan mempunyai cara yang cukup menarik. Cara ini tidak seperti biasanya seperti pertunjukan-pertunjukan musik secara umum. Secara
umum, pertunjukan musik seperti pertunjukan musik yang biasa diadakan perusahaan rokok dan perusahaan lainnya biasa band yang main tampil itu
mendapat fee atau bayaran. Di pertunjukan musik indie di kota Medan ini, band- band indie di kota Medan yang ingin ikut berekspresi pada gigs yang
diselenggarakan ikut berkontribusi dalam bentuk dana. Kontribusi atau uang
Universitas Sumatera Utara
kolektifan yang harus dikeluarkan oleh band-band indie kota Medan ini beragam, dari Rp.30.000, Rp.50.000, sampai pada Rp.200.000 tiap band.
HTM atau Harga Tanda Masuk yang harus dikeluarkan oleh penonton juga beragam berdasarkan keputusan masing-masing komunitas. HTM tersebut
berkisaran Rp.2.500, Rp.5.000, Rp.10.000, Rp.20.000 dan seterusnya. Bahkan beberapa pada beberapa gigs menggratiskan tiket masuk bagi penonton yang ingin
menyaksikan. Seperti pada gigs Launching mini album “Rizky Pratama Sembiring” sekaligus bubarnya band indie “Hairdresser On Fire” yang
selenggarakan oleh remaja-remaja yang tergabung dalam komunitas Kirana. Kemudian gigs yang diselenggarakan oleh Burger Gaboh Johor pada tanggal 30
April 2011 lalu, acara ini bertajuk “Gaboh Brings The Reunion” yaitu sebagai wadah reuni band-band indie kota Medan band-band indie yang tergabung dalam
komunitas Kirana, komunitas Tomat, komunitas Medan Movement juga berpartisipasi dalam gigs ini juga menggratiskan tiket masuk bagi penonton yang
ingin menyaksikan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 21. Cuplikan acara Gaboh Brings The Reunion di tabloid Aplaus tanggal 30 April 2011
Mengenai harga tiket masuk, Panjang Indra Fadillah, 24 tahun, selaku penikmat musik indie kota Medan, memberikan pendapatnya sebagai berikut:
“Di Kirana dulu Rp.3.000, kalau 2 orang jadi Rp.5.000, di Malam Serenada dulu tahun 2006 kalau gak salah. Yang mahal pas
launching EP Extended Play, mini album yang berisikan 6 sampai 8 lagu nya Korine Conception, Rp.20.000 tapi dapat CD sih.”
Universitas Sumatera Utara
Gambar 22. Flyer Medan Movement Gambar 23. Flyer Lost In A Melodic Selain uang kolektifan dari band-band indie yang ikut berekspresi pada
gigs dan kontribusi dari penonton yang berupa tiket masuk, remaja-remaja masing-masing komunitas musik indie tersebut harus kreatif dalam membuat
proposal guna menjalin kerjasama dengan badan-badan usaha di luar komunitas. Dalam hal ini, biasanya badan-badan usaha yang dirangkul dalam
menyelenggarakan gigs adalah distro-distro yang ada di kota Medan, warung internet, rumah makan, dan badan-badan usaha kecil lainnya.
Bentuk jalinan kerjasama dari badan-badan usaha tersebut, komunitas- komunitas musik indie mendapatkan berupa uang atau support benda berupa kaos
atau benda-benda lainnya, dan support berupa tempat. Sementara bagi badan- badan usaha yang ikut mendukung gigs biasa mendapat feedback atau balas jasa
berupa logo yang dicantumkan pada flayer, banner, dan brosur yang biasa
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk mempromosikan gigs yang diselenggarakan oleh masing-masing komunitas musik indie kota Medan tersebut.
Mengenai hal kolektifan dalam menyelenggarakan gigs atau pertunjukan musik indie di kota Medan ini, secara tidak langsung terbentuk suatu rasa
kebersamaan dalam memiliki suatu gigs yang diselenggarakan. Rasa kebersamaan yang dimiliki oleh remaja-remaja komunitas musik indie selaku pelaku musik
indie dalam menyelenggarakan gigs, band-band indie kota Medan yang ikut berpartisipasi, badan-badan usaha di luar komunitas, sampai pada penonton yang
ikut berkontribusi.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PERILAKU KOLEKTIF KOMUNITAS MUSIK
INDIE DI KOTA MEDAN
Dalam bab ini, penulis mencoba untuk menganalisis perilaku kolektif komunitas musik indie di kota Medan. Secara khusus, dalam penelitian ini penulis
memfokuskan suatu kajian terhadap tiga komunitas musik indie yang ada di kota Medan, yaitu komunitas Kirana yang terletak di jalan Darussalam, komunitas
Tomat di jalan Tomat, dan komunitas Medan Movement yang terletak di jalan Kenanga Raya.
Berdasarkan data-data lapangan yang penulis temukan, keberadaan ketiga komunitas musik indie tersebut berangkat dari suatu pemahaman dan semangat
yang sama, yang dimiliki oleh anggota-anggota yang tergabung di dalamnya. Mereka meliliki pemahaman dan semangat Do It Yourself D.I.Y atau semangat
kemandirian yang terkandung dalam musik indie. Hal ini penulis simpulkan berdasarkan pendapat-pendapat para anak muda atau remaja-remaja yang
tergabung dalam masing-masing komunitas musik indie tersebut selama penulis berbaur dengan mereka. Menurut mereka, kreativitas, kebebasan berekspresi, dan
melakukan suatu pergerakan untuk mencapai tujuan perubahan dan alternatif dalam bermusik dapat ditempuh dengan jalan kemandirian Do It Yourself.
Kreativitas, kebebasan berekspresi, dan melakukan suatu pergerakan untuk mencapai tujuan perubahan dan alternatif dalam bermusik yang terwujud
pada perilaku remaja-remaja yang tergabung dalam komunitas Kirana, komunitas
Universitas Sumatera Utara
Tomat, dan komunitas Medan Movement ini akan penulis coba menganalisisnya dalam lingkup perilaku kolektif.
Sebelum membahas lebih jauh mengenai perilaku kolektif komunitas musik indie di kota Medan, ada baiknya terlebih dahulu memahami pengertian
perilaku kolektif dan kondisi-kondisi pembentuk perilaku kolektif. Adapun dalam pembahasan nantinya penulis mendeskripsikan perilaku-perilaku remaja-remaja
selaku pelaku komunitas musik indie ataupun remaja-remaja selaku penikmat musik indie. Penulis juga mencoba mengkoherensikan perilaku-perilaku remaja-
remaja tersebut ke dalam kategori-kategori perilaku kolektif.
4.1. Perilaku Kolektif Dan Kondisi-Kondisi Pembentuk Perilaku Kolektif