Sejarah Musik Indie Komunitas Musik Indie (Studi Deskriptif Mengenai Perilaku Kolektif Musik Indie Di Kota Medan)

BAB III MUSIK INDIE

3.1. Sejarah Musik Indie

Sebelum membahas terlalu jauh mengenai sejarah musik indie, ada baiknya terlebih dahulu membahas indie atau musik indie secara istilah agar nantinya tidak menjadi salah kaprah. Istilah indie berasal dari kata dalam bahasa Inggris, Independent, yang artinya merdeka, bebas, dan mandiri. Istilah ini cenderung dipelesetkan menjadi indie. Indie lebih merujuk pada sistem produksi yang dilakukan oleh musisi indie, yaitu membuat sendiri musiknya, merekam, kemudian mendistribusikan atau memasarkan hasil karya musiknya tersebut. Dalam hal ini musisi indie harus melalui proses kreatif, dari mulai membuat karya lagu sampai pada pendistribusian album secara mandiri di luar jalur ‘mainstream’ seperti halnya yang dilakukan oleh major label. Semangat kemandirian ini juga banyak menyebutnya dengan istilah D.I.Y Do it Yourself. Merujuk pada yang pernah dikatakan oleh Catherine Nicholas Danger, 2011:1 dalam tulisannya yang pernah dimuat dalam Left Of The Dial: “Todays, pop stars are simply the puppets of the powerful, money-hungry businessman of the music industry” Mengenai asal mula istilah indie ini, penulis pernah mewawancarai Yas Budaya, vokalis band indie asal kota Bandung, “Alone at Last”, dalam kesempatan ketika band tersebut manggung di Medan pada gigs yang diselenggarakan oleh komunitas Medan Movement. Yas Budaya mengatakan demikian: Universitas Sumatera Utara “Indie berarti bicara kreativitas dalam berkarya. Bebas dan berani berekspresi bahwa karya kita adalah layak untuk di dengar. Persisnya tidak tahu persis, yang jelas semangat ini sudah ada di masa Revolusi Industri di Inggris, disana dikenal dengan jargon D.I.Y atau Do It Yourself. Saat itu semangat D.I.Y dalam hal pembangunan rumah oleh masyarakat secara mandiri, kemudian semangat D.I.Y direduksi ke dalam hal bermusik. Jadi ketika kita melihat dan mendengar musik Kangen Band itu sampah, apa yang bisa kita perbuat? Lawanlah dengan karya yang lebih berkualitas dari mereka” Gambar 11. Wawancara penulis dengan Yas Budaya Dalam kesempatan lain, penulis juga pernah mengirim beberapa pertanyaan wawancara ke email resminya “Pure Saturday” infopure- saturday.com, band indie asal Bandung yang dianggap sebagai pioner musik indie di Indonesia. Berikut penulis paparkan jawaban email dari Pure Saturday: “Indie=independent, mungkin ini pengembangan dari gerakan underground dalam bidang seni ga cuman band. sempat ada asumsi bahwa kalo underground=rock atau metal, maka indie=lebih ke pop atau yang lebih ringan atau soft. tapi menurut kita sih underground dan indie itu sejalan, dua-duanya sama, bukan genre, tapi cenderung gerakan atau semangat atau sistem kerja tentang kebebasan, idealisme, DIY dan lain-lainnya, dan sedikit di luar mainstream.” Universitas Sumatera Utara Berdasarkan keterangan yang telah dipaparkan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa indie atau musik indie bukanlah suatu yang terpaku pada aliran atau genre music. Namun di luar itu, indie atau musik indie adalah independent yang berarti dapat mandiri dalam melewati proses kreatif menciptakan karya lagu sampai pada pendistribusian album. Bila mengkaji mengenai sejarah musik, tentu selalu diwarnai dengan berbagai inovasi pada setiap jamannya. Inovasi-inovasi kritis ini mencoba menawarkan kepada penikmat-penikmat musik masyarakat berupa alternatif ataupun suatu lawan tanding dalam hal musik dan budaya baru, bahkan terhadap budaya mainstream yang populer di setiap masanya. Demikian juga halnya dalam mengkaji sejarah musik indie yang salah satunya tergambar oleh beberapa label rekaman kecil yang mencoba menandingi perusahaan label rekaman besar sejak tahun 1920an di Amerika. Perhelatan nuansa kritis ini terus berlanjut pada setiap zamannya. Para seniman indie mencoba mendekatkan diri langsung dengan massa, menentang pola berkesenian elitis seperti yang dilakukan oleh seniman mainstream. Bahkan tidak hanya dalam persoalan musik, hal tersebut juga tampak pada puisi, teater, dan produk kesenian lainnya. Pada awal tahun 60an, Elvis Preasley berhasil menawarkan alternatif kreatif dalam dunia musik. Dengan genre musik rock n rollnya yaitu paduan antara musik blues dan jazz kulit hitam, Elvis sukses merubah pandangan bermusik masyarakat Amerika. Pada jaman itu juga, tempat- tempat yang sebelumnya tidak biasa dijadikan tempat pertunjukan, para seniman Paris di Perancis menyulap lorong-lorong bawah tanah stasiun kereta subway Universitas Sumatera Utara menjadi tempat pertunjukan, yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya istilah underground. Pada masa masyarakat dunia masuk dalam pertarungan dua ideologi yang bertolak belakang, menyeret masyarakat dunia pada persaingan dan konflik dalam perang dingin yang penuh intrik. Tahun 1950 sampai 1960-an pasca Perang Dunia II ini berdampak krisis ekonomi yang hampir melanda semua negara di dunia. Akibat dari krisis ekonomi yang terjadi berdampak pada pengiritan sektor industri yang menjadikan kelas-kelas pekerja makin jauh dari taraf kesejahteraan. Kelas-kelas pekerja pada masa itu sulit untuk mendapatkan hiburan-hiburan pertunjukan musik klasik yang hanya bisa dinikmati oleh kaum elit. Hal ini memaksa kaum-kaum kelas pekerja menciptakan alternatif-alternatif hiburannya secara mandiri. Fenomena underground di Paris, musik alternatif di Amerika blues, jazz dan rock ‘n roll sampai pada skin head di Inggris adalah wujud nyata dari hasil proses kreatif yang menghasilkan alternatif-alternatif dalam bermusik 2 Kemudian semangat DIY menjadi semboyan utama “Flower Generation” sebutan untuk generasi di pertengahan 60an sampai 70an, Sex Pistols adalah salah satu band yang lahir di masa flower generation. Band yang bergenre Punk ini mewacanakan lirik-lirik anti kemapanan, sepatu boot yang dikenakan personel- personelnya merupakan bentuk protes terhadap kekerasan militer dan perang. Suku-suku indian yang menjadi marjinal dan tersingkir karena kedatangan . Kejenuhan akan korelasi antara perang dingin dan kehidupan keseharian inilah yang kemudian melahirkan semangat Do It Yourself DIY. 2 http:batumerah79.wordpress.com20081213musik-indie-sejarah-singkat-dan- tantangannya . Diakses pada tanggal 2 Mei 2011, pukul 00.25 WIB. Universitas Sumatera Utara imigran Eropa di Amerika ditampakkan oleh personel-personel Sex Pistol dengan rambut mowhawk. Sid Vicious, pemain bass Sex Pistols mempopulerkan aksesoris rantai lengkap dengan gemboknya sebagai suatu kritik kepada Kerajaan Inggris dan budaya feodalnya yang dianggap mengekang kebebasan individu. Kebebasan dalam berkekspresi dan berkarya secara mandiri juga ditunjukkan Sex Pistols melalui cover album yang bergambar Ratu Elizabeth dengan tindik jarum peniti di hidungnya yang sangat legendaris. Selain legendarisnya band Sex Pistols, pada tahun 1969, terdapat “Woodstock” nama pertunjukan musik di Amerika yang bertemakan protes terhadap perang Vietnam, tema ini termanifestasi dalam kalimat ‘make peace not war’ 3 3 http:batumerah79.wordpress.com20081213musik-indie-sejarah-singkat-dan- tantangannya . Diakses pada tanggal 2 Mei 2011, pukul 00.25 WIB. . Hal tersebut adalah beberapa bentuk perlawanan flower generation yang tak hanya sekedar menyuguhkan musik alternatif, namun menawarkan kepekaan-kepekaan sosial sebagai suatu realita kehidupan. Demikian semangat D.I.Y Do It Yourself yang selalu berusaha menawarkan kreativitas dan bebas dari kungkungan serta kemandirian dalam menawarkan alternatif-alternatif bagi masyarakat. Semangat Do It Yourself yang juga termanifestasi dalam musik indie inilah yang sebenarnya menginspirasi remaja-remaja yang identik dengan perubahan dan penolakan. Dan pada akhirnya membawa musik indie menyebar ke hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Universitas Sumatera Utara

3.2. Masuknya Musik Indie di Indonesia