Masuknya Musik Indie di Indonesia

3.2. Masuknya Musik Indie di Indonesia

Semangat Do It Yourself yang termanifestasi ke dalam musik indie tersebut menyebar ke negara-negara lain di luar negara lahirnya istilah D.I.Y Do It Yourself. Tentunya, semangat kemandirian yang dibawa oleh semangat Do It Yourself dalam musik indie khususnya berpengaruh terhadap remaja-remaja yang terinspirasi oleh semangat Do It Yourself dalam bermusik ini, termasuk di Indonesia. Berikut penulis paparkan masuknya musik indie di Indonesia. Globalisasi membawa pengaruh persebaran budaya bagi hampir seluruh negara-negara di dunia. Pengaruh dari persebaran budaya ini tentu berdampak pada perilaku masyarakat dalam suatu negara yang menerima pengaruh dari era globalisasi ini. Indonesia adalah salah satu negara yang mendapat pengaruh budaya yang berasal dari negara-negara barat. Hal ini tercermin dalam di setiap kegiatan-kegiatan manusia hidup Indonesia yang banyak mendapat pengaruh tersebut, demikian juga halnya dalam selera musik. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar musisi Indonesia banyak terinspirasi dari budaya musik negara-negara barat dalam berkarya. Sebagai contoh, di era kepemimpinannya yaitu pasca Indonesia merdeka, presiden pertama Indonesia, Soekarno pernah dengan sengaja memenjarakan personel-personel band “Koes Ploes”. Hal tersebut dilakukan Soekarno cukup beralasan, dengan pandangan politiknya musik “Koes Ploes” dituduh identik dengan budaya kapitalisme Barat musik “Koes Ploes” persis seperti “The Beatles”. Musik yang menurut “Koes Ploes” merupakan bagian dari kebebasan berekspresi, namun bagi Universitas Sumatera Utara Soekarno musik “Koes Ploes” terlalu kebarat-baratan dan tidak terlalu penting bagi masyarakat kelas bawah Indonesia. Sepenggal dari kisah musik “Koes Ploes” yang sempat menjadi kontroversi tersebut, menggambarkan bahwa Koes Ploes yang dapat dikategorikan sebagai kelas menengah di Indonesia, dengan usaha dan biaya yang dimiliki berkesempatan untuk mengintip perkembangan dunia musik luar negeri. Hal inilah yang juga membuktikan Indonesia yang secara ekonomi memiliki banyak ketertinggalan dengan negara-negara maju, menyebabkan masyarakat kelas menengah di Indonesia banyak mengadaptasi musik-musik kelas bawah negara- negara maju termasuk negara-negara barat. Pengadaptasian dalam hal musik yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia tersebut, menyebabkan semangat Do It Yourself yang terkandung dalam musik indie juga ikut diadopsi. Semangat Do It Yourself dalam bermusik indie ini kemudian tercermin dalam kegiatan-kegiatan dan berkaryanya musisi-musisi Indonesia. Pada tahun 1970an, adalah masa lahirnya band-band yang dapat disebut sebagai peletak pondasi musik Indonesia di masa kontemporer. Sederet nama band tanah air yang ikut mempopulerkan semangat indie di Indonesia adalah “The Rollies”, “Guruh Gipsy”, “Gang Pegangsaan”, “God Bless”, dan lain-lain. Walaupun di zaman tersebut belum ada manajemen musik yang terbilang mapan, namun mereka berhasil membangun komunitas sebagai suatu bagian dalam pergerakan bermusik. Mereka juga terbilang berhasil membangun jaringan dengan pengalaman seadanya yang mereka miliki, hal ini penting untuk memperluas musik mereka diperdengarkan dan dinikmati oleh masyarakat. Terbukti dengan Universitas Sumatera Utara peran aktif individu-individu dalam majalah Aktuil sebagai majalah yang terbit di tahun 1970an, majalah Aktuil banyak membantu perkembangan musik sekaligus mempromosikan band-band tersebut di zaman itu. Berdasarkan situs Aziz 2009:1 disebutkan bahwa: “Jaman dulu di Indonesia pun juga ada artis2 musik yg merilis rekamannya sendiri ataupun melalui private labels. Tahun 1971, Benny Soebardja merilis rekaman bandnya saat itu, Shark Move, secara sendiri. Juga yg lebih terkenal, Guruh Gipsy, yg juga merilis rekamannya sendiri. Bahkan cara penjualannya pun tidak lazim, terkadang di pinggir jalan, toko kosmetik, PRJ Pekan Raya Jakarta. Kedua band tersebut memang merilis rekaman yg materinya bertolak belakang dengan tren pasar saat itu, nyaris tidak komersil. ” Pada tahun 1990an, band metal seperti “Sepultura” dan “Metalica” menginspirasi remaja-remaja Indonesia. Pada saat itu, industri mainstream Indonesia yang seragam adalah rock melayu. Dengan berbasiskan pada komunitas, terbentuklah jalur underground sebagai tandingan terhadap budaya mainstream yang ada. Kemudian terbentuklah scene-scene musik alternatif sekaligus perkembangan budaya underground yang semakin meluas dengan mengandalkan fanzine majalahbuletin sebagai suatu media pewacanaan. Komunitas-komunitas underground tersebut besar di kota-kota besar di Indonesia, seperti Bandung, Jakarta, Surabaya, Malang dan Jogjakarta. Kreativitas komunitas-komunitas underground ketika itu menawarkan suguhan musik alternatif berupa musik metal. Berkembang pesatnya semangat Do It Yourself yang dianut oleh komunitas-komunitas underground ini, menyebabkan banyaknya pula band-band yang mulai berani berkarya lebih produktif dan bebas berekspresi. Universitas Sumatera Utara Semangat Do It Yourself ini dibuktikan “PAS band” dengan merilis album secara indie. Album “PAS Band” yang berjudul “From Tought With S.A.P” terjual lebih dari 5000 copi, termasuk prestasi yang membanggakan dalam dunia musik indie. Kemudian ada “Koil”, “Burger Kill”, “Rotten to The Cure” dan banyak band indie Indonesia lainnya yang berkarya dan mendistribusikan album secara indie dan terbukti berhasil, bahkan tak hanya menyentuh penikmat musik di Indonesia, musik-musik band indie Indonesia ini dinikmati juga secara luas di negara-negara di luar Indonesia. Selanjutnya gebrakan musik indie terlihat dengan kehadiran band indie “Mocca” band bergenre Swing Pop asal kota Bandung yang berhasil masuk ke jajaran musik Indonesia. “Mocca” yang berhasil mencuri perhatian penikmat musik Indonesia ini, terutama di kalangan remaja, penjualan kasetnya berhasil menembus angka lebih dari 100.000 copi. booming Indie semakin menjadi, ketika “Mocca” sukes menembus angka di atas 100.000 copi dalam penjualan kaset mereka. Di samping keberhasilan “Mocca” yang membawa semangat indie, juga ada band “Shaggy Dog” band indie asal kota Yogyakarta yang sebelum dikenal di Indonesia secara luas, band indie ini telah dikenal di negara-negara di luar Indonesia termasuk di negara-negara Eropa. Lalu ada “Superman Is Dead” S.I.D band asal kota Bali, “Rocket Rockers” dan “Superglad” yang ikut membuktikan perkembangan dan keberhasilan musisi indie. Keberhasilan ini juga dipengaruhi oleh cara mendistribusikan karya dengan cara yang tidak lazim dilakukan oleh musisi mainstream. Yaitu di saat musisi mainstream menjual karya-karya dengan mahal, para musisi indie justru Universitas Sumatera Utara membagikan karya-karyanya dengan gratis. Seperti yang dilakukan oleh “Naif” dan “The Upstrais” yang membagi-bagikan karya-karyanya secara gratis melalui situs jejaring sosial www.myspace.com. langkah yang dilakukan oleh musisi Indonesia ini adalah adaptasi dari yang pernah dilakukan oleh band-band luar negeri seperti Coldplay, Radiohead dan Metallica. Band “Koil” juga melakukan hal seperti ini. Koil bahkan pernah membagikan album ‘Black Shines On’-nya secara gratis sebagai bonus setiap pembelian majalah Rolling Stone Indonesia. Dalam beberapa waktu belakangan, pesatnya perkembangan musik indie juga diwarnai oleh kehadiran “White Shoes And The Couple Company”, “Goodnight Electric”, “The Brandals”, “The Adams”, “The SIGIT”, sampai pada “Efek Rumah Kaca” band indie asal kota Jakarta yang lirik-liriknya berfokus pada realitas sosial. Berkembang pesatnya musik indie di Indonesia, ini dapat memungkinkan semangat Do It Yourself yang terkandung dalam semangat bermusik indie, menyebar ke seluruh kota-kota di Indonesia, termasuk di kota Medan.

3.3. Masuknya Musik Indie di Kota Medan