13 Terdapat  dua  macam  pendapat  tentang  terjadinya  emosi  yaitu  pendapat
navistik dan pendapat empiristik. Pendapat navistik  beranggapan bahwa emosi pada dasarnya merupakan bawaan sejak lahir, semantara pendapat emperistik beranggapan
bahwa emosi dibentuk oleh pengalaman dan proses belajar.
21
Dari perjalanan hidup kita sehari-hari, kadang kita tidak dapat membedakan antara  perasaan  dan  emosi,  karena  keduanya  merupakan  kelangsungan  kualitatif
yang  tidak  jelas  batasnya.  Pada  suatu  saat  tertentu,  warna  efektif  dapat  dikatakan perasaan,  tetapi  juga  dapat  dikatakan  sebagai  emosi.  Oleh  karena  itu,  emosi  adalah
setiap  keadaan  diri  seseorang  yang  disertai  dengan  warna  efektif,  baik  pada  tingkat yang lemah maupun pada tingkat yang kuat.
22
Sebagian  orang  menganggap  bahwa  perasaan  dan  emosi  adalah  sama, namun anggapan itu salah. Menurut M. Alisuf Sabri dalam bukunya mengungkapkan
bahwa antara perasaan dan emosi adalah berbeda. Pada perasaan terdapat kesediaan kontak  dengan  situasi  luar  baik  positif  maupun  negatif,  sedangkan  pada  emosi
kontak  itu  seolah-olah  menjadi  retak  atau  terputus  misalnya  terkejut,  ketakutan, mengantuk, dan lain sebagainya.
23
Emosi  manusia  dikoordinasikan  oleh  otak.  Bagian  otak  yang  mengatur emosi  adalah  sistem  limbiks,  struktur-struktur  dalam  limbik  mengelola  beberapa
aspek  emosi,  yaitu  pengenalan  emosi  melalui  ekspresi  wajah,  tendensi  berperilaku dan  penyimpanan  memori  emosi.  Folkerts  menjelaskan  bahwa  sistem  limbik  terdiri
atas  empat  struktur,  yaitu  thalamus  dan  hipothalamus,  amigdala,  hipokampus  dan lobus frontalis.
24
Thalamus menerima informasi dari lingkungan sekitar yang ditangkap oleh indera,  sedang  hipothalamus  mengambil  informasi  dari  bagian  tubuh  yang  lain.
21
Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, Jakarta: Kencana, 2004, h 168
22
Zikri Neni Iska, Pengantar Psikologi Umum, Jakarta: Kizi Brother’s, 2011 h. 103
23
M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001, h. 74
24
Tekad Wahyono, Memahami Kecerdasan Emosi Melalui Kerja Sistem Limbik, 38-39
14 Amingdala  menginterpretasikan  dan  sekaligus  menyimpannya  sebagai  arti  emosi.
Hipokampus  mendukung  kerja  amigdala  dalam  menyimpan  memori  emosi, mengkonsolidasi  memori  non-emosi  secara  detail  dan  menyampaikan  memori
tersebut ke jaringan memori yang berbeda di otak. Lobus frontalis bertanggungjawab dalam pengaturan emosi sehingga memunculkan respon emosi yang tepat.
Kinerja  otak  sebagai  pusat  koordinasi  dapat  dijabarkan  sebagai  berikut: informasi-informasi  yang  diterima  alat  indera  akan  dibawa  oleh  thalamus  melewati
sinapsis  tunggal  menuju  amigdala,  sedang  sebagian  besar  lainnya  dikirim  ke neokorteks,  percabangan  tersebut  memungkinkan  amigdala  dapat  memberikan
respon emosi tanpa pengolahan informasi dan analisis dari neokorteks.
25
Dari  beberapa  pendapat  di  atas,  maka  emosi  merupakan  suatu  respon  atas rangsangan  yang  diberikan
–baik dari lingkungan maupun dari dalam diri individu sendiri- sehingga individu dapat menentukan pilihan dalam hidup  yang menentukan
kehidupannya.  Atau  dengan  kata  lain  emosi  adalah  suatu  perasaan  afek  yang mendorong  individu  untuk  merespon  atau  bertingkah  laku  terhadap  stimulus,  baik
yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya.
3. Pengertian Kecerdasan Emosional
Kecerdasan  emosional  merupakan  istilah  yang  diperkenalkan  pertama  kali oleh  Jack  Mayer  dari  Universitas  Hampshire  dan  Peter  Salovey,  ahli  psikologi  dari
Universitas  Harvard  pada  tahun  1990.  Dari  tahun  1990  hingga  saat  ini,  teori  ini masih terus berkembang. Selain mereka, banyak pula para ahli lain, seperti Goleman
dan  Hein  yang  juga  melakukan  penelitian  mengenai  kecerdasan  emosional.  istilah kecerdasan  emosional  dipopulerkan  oleh  Goleman  dalam  bukunya  yang  berjudul
Emotional Intellegence.
25
Tekad Wahyono, Memahami Kecerdasan Emosi Melalui Kerja Sistem Limbik,40
15 Kemunculan istilah kecerdasan emosional dalam pendidikan, bagi sebagian
orang  mungkin  dianggap  sebagai  jawaban  atas  kejanggalan  tersebut.  Teori  Daniel Goleman,  sesuai  dengan  judul  bukunya,  memberikan  definisi  baru  terhadap  kata
cerdas.  Walaupun  Emotional  Quotient  EQ  merupakan  hal  yang  relatif  baru dibandingkan  Inteligensi  Qoutient  IQ,  namun  beberapa  penelitian  telah
mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosional tidak kalah penting dengan Inteligensi Qoutient IQ.
Salovey  dan  Mayer  mengemukakan  bahwa  kecerdasan  emosional  adalah kemampuan untuk  mengenali perasaan, meraih  dan membangkitkan perasaan untuk
membantu  pikiran,  memahami  perasaan  dan  maknanya  serta  mengendalikan perasaan  secara  mendalam  sehingga  membantu  perkembangan  emosi  dan
intelektual.
26
Pengertian  senada  juga  diungkapkan  oleh  Nana  Syaodah  yang mengatakan  kecerdasan  emosional  adalah  kemampuan  mengendalikan  diri
mengendalikan emosi, memelihara dan memacu motivasi untuk terus berupaya dan tidak  mudah  menyerah  atau  putus  asa,  mampu  mengendalikan  dan  mengatasi  stres
dan mampu menerima.
27
Menurut  Daniel  Goleman,  mengatakan  bahwa  kecerdasan  emosional mengandung  beberapa  pengertian.  Pertama,  kecerdasan  emosional  tidak  hanya
berarti  sikap  ramah.  Pada  saat-saat  tertentu  yang  diperlukan  mungkin  bukan  sikap ramah,  melainkan  misalnya  sikap  tegas  yang  barangkali  memang  tidak
menyenangkan, tetapi mengungkapkan kebenaran yang selama ini dihindari. Kedua, kecerdasan  emosional  bukan  berarti  memberikan  kebebasan  kepada  perasaan  untuk
berkuasa  memanjakan  perasaan,  melainkan  mengelola  perasaan  sedemikian  rupa
26
Steven J. Stein  Howard E. Book, Ledakan EQ: 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional meraih Sukses. penerjemah Trinanda Rainy Januarsari dan Yudhi Murtanto, Bandung: Kaifa, 2002,
cet. Ke-1 h. 30
27
Nana Syaodah Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan  Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003 cet. Ke-1 h. 97
16 sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif, yang memungkinkan orang bekerja
sama dengan lancar menuju sasaran bersama.
28
Kecerdasan emosional lebih lanjut dapat diartikan kepiawaian, kepandaian, dan  ketepatan  seseorang  dalam  mengelola  diri  sendiri  dalam  berhubungan  dengan
orang  lain  yang  berada  disekililingnya  dengan  menggunakan  seluruh  potensi psikologis  yang  dimilikinya,  seperti  inisiatif  dan  empati,  adaptasi,  komunikasi,
kerjasama, dan kemampuan persuasi yang secara keseluruhan telah mempribadi pada diri seseorang.
29
Kecerdasan  emosional terbentuk karena ada kerjasama  yang selaras antara kortek  dan  amingdala,  antara  pikiran  dan  perasaan.  Apabila  rangsangan  ini
berinteraksi  dengan  baik,  kecerdasan  emosional  akan  meningkat  dan  dengan demikian  inteligensi  rasional  akan  bertambah.  Permasalahan  kecerdasan  emosional
bukan pada emosinya, melainkan pada keselarasan emosi dan pengungkapannya. Jack  Mayer,  psikolog  dari  Universitas  of  New  Hampshire,  mendefinisikan
kecerdasan emosional yaitu kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan cara mengendalikan emosi orang lain dan cara mengendalikan emosi diri sendiri. Salovey
dan  Mayer  mendefinisikan  kecerdasan  emosional  sebagai  himpunan  bagian  dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan.
30
Lebih  lanjut  pakar  psikologi  Cooper  dan  Sawaf  mengatakan  bahwa kecerdasan  emosional  kemampuan  merasakan,  memahami,  dan  secara  selektif
menerapkan  daya  dan  kepekaan  emosi  sebagai  sumber  energi  dan  pengaruh  yang manusiawi.  Kecerdasan  emosi  menuntut  penilikkan  perasaan,  untuk  belajar
28
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000, cet 3, h. 9
29
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi, h. 9
30
Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emosional Intelligence, terj, Alel Tri Kantcono, Jakarta: Gramedia, 1998, Cet. Ke-3. h. 5