produksi dalam negeri, maka komponen input benih padi termasuk dalam komponen input non tradable. Harga bayangan untuk benih padi kedua varietas
sama dengan harga finansialnya.
b. Harga bayangan pupuk
Pada pengusahaan komoditas padi varietas Pandan Wangi dan padi Varietas Unggul Baru input pupuk yang umumnya mengunakan pupuk Urea,
TSPSP-36, KCL dan Phonska NPK. Di dalam biaya produksi pupuk anorganik terkandung berbagai macam subsidi maka kurang menggambarkan harga yang
sebenarnya, sehingga harga bayangan ditentukan berdasarkan harga border price harga perbatasan.
Input pupuk Urea di Indonesia sudah bisa diproduksi secara domestik, sehingga rumus perhitungan harga bayangannya berdasarkan harga fob. Harga
bayangan untuk pupuk urea adalah Rp. 2.233,37 dengan besar nilai fob pupuk urea US 0,269 dan biaya tataniaga Rp. 220 per kilogram pupuk. Untuk
menentukan harga bayangan pupuk urea dengan cara:
Berbeda dengan pupuk urea, pupuk TSPSP-36, KCl dan Phonska NPK karena sampai saat ini sebagian besar bahan dasarnya masih diimpor, maka
untuk menentukan harga bayangannya ditentukan berdasarkan harga cif. Harga cif pupuk TSPSp-36, KCl dan NPK berturut-turut adalah US 0,318, US 0,205
dan US 0,699 per kilogram. Setelah dikonversi dengan SER kemudian ditambah biaya tataniaga, maka diperolehlah harga bayangan pupuk TSP, KCl dan NPK
masing-masing Rp. 3.120,26, Rp. 2.089,67, Rp. 6.595,11 per kilogram. Rumus Harga Bayangan Input Urea = fob x SER – Biaya Tataniaga
c. Harga bayangan pestisida
Subsidi untuk pestisida telah dicabut, sehingga penentuan harga sosial pestisida akan didasarkan pada harga yang terjadi di tempat penelitian. Karena
subsidi untuk pestisida sudah tidak ada maka harga diserahkan pada mekanisme pasar.
d. Harga bayangan peralatan
Karena tidak ada kebijakan pemerintah yang mengatur secara langsung, sehingga distorsi pasar yang terjadi amat kecil, maka harga sosial untuk
peralatan sama dengan harga finansialnya.
e. Harga bayangan tenaga kerja
Bila pasar tenaga kerja bersaing sempurna, maka upah yang berlaku mencerminkan nilai produk marjinal. Hal ini tidak berlaku untuk sektor pertanian
karena tingkat upah dipedesaan cenderung lebih tinggi sehingga tidak mencerminkan nilai produk marjinalnya. Hal ini disebabkan karena adanya share
proverty instituton seperti gotong royong dan sambatan Suryana dalam Novianti, 2003. Dalam penelitian ini, harga sosial upah ditentukan dengan memakai
perhitungan Rusastra et. al dalam Novianti 2003 yaitu sebesar 80 persen dari tingkat upah yang berlaku.
f. Harga bayangan lahan