Komponen utama yang menjadi dasar dalam diterapkannya salah satu kebijakan perdagangan adalah perbedaan harga komoditi di pasar internasional
dan domestik. Jika harga suatu komoditi di pasar dunia lebih murah dibandingkan dengan harga domestik, maka kebijakan yang tepat untuk dilakukan adalah
kebijakan perdagangan impor. Kebijakan impor ini bertujuan untuk melindungi produsen domestik.
Pengenaan tarif impor maupun kuota impor dilakukan agar produk impor yang dijual dalam negeri harganya menjadi lebih mahal dan jumlahnya terbatas.
Keadaan tersebut akan menyebabkan produk domestik tetap dapat bersaing dengan produk impor dan dengan sendirinya akan menguntungkan produsen
dalam negeri. Kebijakan perdagangan ekspor dimaksudkan untuk melindungi konsumen dalam negeri karena harga domestik yang lebih rendah bila
dibandingkan dengan harga di pasar dunia. Monke dan Pearson 1989, menjelaskan bahwa kebijakan perdagangan
berbeda dengan kebijakan subsidi dalam tiga aspek. Perbedaan tersebut adalah:
a. Implikasi terhadap anggaran pemerintah
Kebijakan perdagangan tidak mempengaruhi anggaran pemerintah, sedangkan kebijakan subsidi akan berpengaruh pada anggaran pemerintah.
Subsidi negatif akan menambah anggaran pemerintah berupa pajak, sedangkan subsidi positif akan mengurangi anggaran pemerintah.
b. Tipe alternatif kebijakan
Terdapat delapan tipe subsidi bagi produsen dan konsumen pada barang orientasi ekspor dan barang subsitusi impor, yaitu:
a. Subsidi positif kepada produsen barang subsitusi impor S+PI b. Subsidi positif kepada produsen barang orientasi ekspor S+PE
c. Subsidi negatif kepada produsen barang subsitusi impor S-PI d. Subsidi negatif kepada produsen barang orientasi ekspor S-PE
e. Subsidi positif kepada konsumen barang subsitusi impor S+CI f. Subsidi positif kepada konsumen barang orientasi ekspor S+CE
g. Subsidi negatif kepada konsumen barang subsitusi impor S-CI h. Subsidi negatif kepada konsumen barang orientasi ekspor S-CE
Berbeda dengan kebijakan subsidi, pada kebijakan perdagangan hanya terdapat dua tipe, yaitu hambatan perdagangan pada barang impor TPI dan
hambatan perdagangan pada barang ekspor TPE. Menurut Monke dan Pearson 1989, aliran impor atau ekspor dapat dibatasi oleh pajak perdagangan atau
kebijakan kuota sepanjang pemerintah dapat memiliki mekanisme yang efektif untuk mengontrol penyelundupan.
c. Tingkat kemampuan penerapan
Kebijakan subsidi bisa diterapkan pada komoditi asing tradable dan komoditi domestik non tradable, sedangkan kebijakan perdagangan hanya bisa
diberlakukan pada komoditi tredable.
2. Kelompok Penerimaan
Klasifikasi kelompok penerimaan adalah kebijakan yang dikenakan pada produsen dan konsumen. Suatu kebijakan subsidi dan kebijakan perdagangan
menyebabkan terjadinya transfer antara produsen, konsumen, dan anggaran pemerintah. Jika tidak ada kebijakan subsidi dan kebijakan perdagangan,
pemerintah melalui anggarannya harus membayar keseluruhan transfer ketika produsen mendapatkan keuntungan dan konsumen mengalami kerugian, atau
konsumen mengalami keuntungan dan produsen mengalami kerugian. Keadaan yang terjadi adalah keadaan zero sum game, dimana keuntungan yang dialami
satu pihak akan menjadi pengganti dari kerugian yang dialami pihak lain. Akan tetapi dengan adanya transfer yang diikuti efisiensi ekonomi yang hilang, maka
keuntungan yang akan diperoleh akan lebih kecil dari pada kerugian yang diterima Monke dan Pearson,1989.
3. Tipe Komoditi
Klasifikasi tipe komoditi bertujuan untuk membedakan antara komoditas yang dapat diekspor dan komoditas yang dapat diimpor. Harga domestik akan
sama dengan harga pasar internasional, jika tidak ada kebijakan harga, dimana untuk ekspor yang digunakan adalah harga fob harga di pelabuhan dan untuk
impor digunakan harga cif harga di pelabuhan ekspor. Namun, bila diberlaku- kannya kebijakan untuk barang ekspor dan impor, maka harga yang terjadi di
pasar domestik akan berbeda dengan harga fob dan cif. Jika kebijakan tersebut diterapkan maka akan mempengaruhi produsen dan konsumen.
Kebijakan pemerintah dapat diterapkan pada input maupun output komoditas pertanian. Penerapan kebijakan subsidi ataupun hambatan perda-
gangan yang tepat mampu memperbaiki kesejahteraan produsen petani maupun konsumen. Umumnya yang menjadi indikator untuk diberlakukannya
kebijakan pemerintah adalah harga, baik harga input maupun harga output.
3.1.2.1. Kebijakan Output
Kebijakan terhadap output baik berupa pajak maupun subsidi, dapat diterapkan pada produsen barang impor dan barang ekspor. Kebijakan subsidi
pada harga output menyebabkan harga barang, jumlah barang, surplus produsen dan surplus konsumen berubah. Diberlakukannya subsidi positif pada produsen
barang impor dan konsumen barang-barang impor dapat dilihat secara grafis pada Gambar 1.
Gambar 1a adalah subsidi positif untuk produsen barang impor dimana harga yang diterima produsen lebih tinggi dari harga dipasaran dunia P
w
ke P
d
. Perubahan harga tersebut menyebabkan output produksi dalam negeri meningkat
dari Q
1
ke Q
2,
sementara konsumsi tetap di Q
3
. Harga yang diterima konsumen tetap sama dengan harga dipasaran dunia. Subsidi dapat dilakukan jika produsen
dan konsumen dapat dipisahkan berdasarkan wilayah ekonomi yang jauh dari
kontrol administrasi yang ketat sehingga perbedaan harga antara produsen karena diberi subsidi dan konsumen tanpa subsidi dapat terjadi Novianti,
2003. Subsidi ini menyebabkan jumlah impor turun dari Q
3
– Q
1
menjadi Q
3
– Q
2.
Tingkat subsidi per output sebesar P
d
- P
w
pada output Q
2,
maka transfer total dari pemerintah ke produsan sebesar P
d
ABP
w
. Subsidi menyebabkan barang yang tadinya diimpor diproduksi sendiri dengan biaya yang dikorbankan sebesar
Q
1
CBQ
2,
sehingga efisiensi yang hilang sebesar CAB.
Gambar 1. Dampak Subsidi Positif Pada Produsen Barang Impor Dan Subsidi Positif Pada Konsumen Barang-Barang Impor
Sumber: Monke dan Pearson, 1989
Gambar 1 b menunjukan subsidi positif pada konsumen untuk output yang diimpor. Kebijaksanaan subsidi sebesar P
w
- P
d
yang menyebabkan produksi turun dari Q
1
ke Q
2
dan konsumsi naik dari Q
3
ke Q
4
. Impor meningkat dari Q
3
- Q
1
menjadi Q
4
– Q
2
. Transfer yang terjadi terdiri dari dua yaitu transfer dari pemerin- tah ke konsumen sebesar ABGH dan transfer dari produsen ke konsumen
sebesar P
w
ABP
d
. Di sisi produksi terjadi penurunan output dari Q
1
ke Q
2
dan terjadi kehilangan pendapatan sebesar Q
2
AFQ
1
, sehingga efisiensi ekonomi yang
hilang sebesar AFB. Dari sisi konsumsi, opportunity cost dari peningkatan
C B
A P
d
P
W
Q
3
Q
2
Q
1
Q P
D S
a S+PI b S + CI
P
P
W
P
d
Q
4
Q
3
Q
1
Q
2
H G
E F
B A
Q D
S
konsumsi adalah sebesar Q
3
EGQ
4,
sedangkan kemampuan membayar konsumen sebesar Q
3
EHQ
4
, sehingga efisiensi yang hilang sebesar EGH.
Selain kebijakan subsidi, kebijakan hambatan perdagangan pun dapat diterapkan pada output. Contoh dari diterapkannya kebijakan hambatan terhadap
output adalah hambatan perdagangan terhadap barang ekspor. Secara grafis dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Hambatan Perdagangan Pada Produsen Untuk Barang Impor
Sumber: Monke dan Pearson, 1989
Gambar 2 menunjukan adanya hambatan pada barang impor dimana terdapat tarif sebesar P
d
– P
w
sehingga meningkatkan harga di dalam negeri baik untuk produsen maupun konsumen. Output domestik meningkat dari Q
1
ke Q
2
dan konsumsi turun dari Q
3
ke Q
4
, sehingga impor turun dari Q
3
– Q
1
menjadi Q
4
– Q
2.
Terjadi transfer pendapatan dari konsumen kepada produsen sebesar PdEFPw dan terjadi transfer dari anggaran pemerintah kepada produsen sebesar
FEAB. Efisiensi ekonomi yang hilang dari sisi konsumen adalah perbedaan antara opportunity cost dari perubahan konsumsi Q
4
BCQ
3
dengan willingness to pay Q
4
ACQ
3,
sehingga efisiensi yang hilang pada konsumen adalah sebesar daerah ABC dan pada produsen sebesar EFG.
G F
B C
A E
Q
3
Q
4
Q
2
Q
1
Q D
S
P
W
P
d
P
3.1.2.2. Kebijakan Input
Kebijakan pemerintah bisa diterapkan pada input, baik input yang dapat diperdagangkan tradable maupun input yang tidak dapat diperdagangkan non
tradable. Intervensi pemerintah berupa hambatan perdagangan tidak akan tampak pada input non tradable, karena dalam input non tradable hanya
diproduksi dan dikonsumsi di dalam negeri saja. Kebijakan subsidi positif atau negatif dan kebijakan hambatan
perdagangan dapat diaplikasikan pada input tradable. Kedua kebijakan ini dapat diterapkan karena input tradable yang diproduksi dan dikonsumsi di dalam negeri
maupun diluar negeri. Dampak diterapkannya kebijakan subsidi dan kebijakan pajak dapat dilihat pada Gambar 3.
Pada Gambar 3a, menunjukkan efek pajak terhadap input tradable. Pajak menyebabkan biaya produksi meningkat menyebabkan kurva supply bergeser
kekiri atas, sehingga pada tingkat harga output yang sama, output domestik turun dari Q
1
ke Q
2
. ABC adalah besarnya efisiensi ekonomi yang hilang, yang merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang Q
1
CAQ
2
dengan biaya produksi output Q
2
BCQ
1
.
Gambar 3. Subsidi dan Pajak pada Input Tradable
Sumber: Monke dan Pearson, 1989 P
W
P
B C
A
Q
2
Q
1
Q D
S S
a
P
W
P
B C
A
Q
1
Q
2
Q D
S S
b
Dampak dari subsidi input tradable dapat dilihat pada Gambar 3b. Kebijakan subsidi menyebabkan harga input menjadi murah yang berdampak
pada penurunan biaya produksi. Penurunan biaya produksi tersebut menyebabkan kurva supply bergeser ke bawah, sehingga output yang dihasilkan
akan meningkat dari dari Q
1
ke Q
2
. Besarnya efisiensi ekonomi yang hilang adalah ABC, yang merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang
Q
1
ACQ
2
dengan biaya produksi output Q
1
ABQ
2
. Kebijakan
input non tradable dapat berupa kebijakan pajak dan subsidi.
Dampak kebijakan pajak dan subsidi pada input non tradable dapat dilihat pada Gambar 4. Pada Gambar 4a, harga yang berlaku sebelum diberlakukannya
kebijakan pajak pada input non tradable berada pada P
d
dengan tingkat output Q
1
. Adanya pajak sebesar P
c
-P
p
menyebabkan produksi yang dihasilkan turun menjadi Q
2
. Harga ditingkat produsen turun menjadi P
p
dan harga yang diterima konsumen naik menjadi P
c
. Besaran efisiensi ekonomi yang hilang dari produsen sebesar BDA dan dari konsumen yang hilang sebesar BCA.
Keterangan : P
d
: Harga domestik sebelum diberlakukan pajak dan subsidi P
c
: Harga di tingkat konsumen setelah diberlakukan pajak dan subsidi P
p
: Harga di tingkat produsen setelah diberlakukan pajak dan subsidi
Gambar 4. Dampak Subsidi dan Pajak pada Input Non Tradable
Sumber: Monke dan Pearson, 1989
D C
B A
P
C
Q
3
Q
2
Q
1
a
P
P
P
P
P
d
P
Q D
S
P
P
b
Q Q
1
Q
2
P
C
P
d
P
A
C B
D
D S
Dampak subsidi pada input non tradable dapat dilihat pada Gambar 4b. Sebelum diberlakukannya kebijakan subsidi, tingkat harga keseimbangan yang
terjadi adalah pada Pd dengan tingkat output keseimbangan Q
1
. Subsidi menyebabkan terjadinya perubahan harga di tingkat produsen menjadi P
p
, sedangkan harga yang dibayarkan konsumen menjadi lebih rendah yaitu P
c
. Efisiensi yang hilang dari produsen sebesar ACB dan dari konsumen sebesar
ABD.
3.1.3. Teori Policy Analisys Matriks PAM
Policy Analisys Matriks PAM adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk menganalisis pengaruh intervensi pemerintah dan dampaknya pada sistem
komoditas. Empat aktivitas yang terdapat dalam sistem komoditas yang dapat dipengaruhi terdiri dari tingkat usahatani, penyampaian dari usahatani ke
pengolah, pengolahan dan pemasaran Monke dan Pearson,1989. Metode PAM merupakan metode yang dikemukakan oleh Monke dan
Pearson pada tahun 1989. Analisis ini dapat digunakan pada sistem komoditas dengan berbagai daerah, tipe usahatani dan teknologi. Keunggulan dari alat
analisis ini adalah perhitungan dapat dilakukan secara keseluruhan, sistematis dan dengan output yang sangat beragam. Namun, kekurangannya adalah tidak
membahas masing-masing analisis secara mendalam dan outputnya pun hanya berlaku pada saat aktual saja.
Matriks PAM dapat mengidentifikasi tiga analisis. Ketiga analisis tersebut adalah analisis keuntungan privat dan sosial, analisis daya saing keunggulan
kompetitif dan komparatif dan analisis dampak kebijakan yang mempengaruhi sistem komoditas. Selain itu, Pearson et al. 2004, menjelaskan bahwa di dalam
metode PAM pun dapat membantu pengambilan keputusan baik di pusat maupun di daerah untuk menelaah tiga isu sentral kebijakan pertanian. Isu pertama
adalah berkaitan dengan daya saing suatu sistem usaha tani pada tingkat harga dan teknologi yang ada. Isu ini dapat di telaah melalui perbedaan harga privat
sebelum dan sesudah kebijakan diterapkan. Isu kedua adalah dampak investasi publik, dalam bentuk pembangunan
infrastruktur yang berpengaruh pada tingkat efisiensi suatu sistem usaha tani. Efisiensi sistem usaha tani tersebut dapat diukur melalui keuntungan sosial. Isu
yang terakhir adalah dampak investasi baru dalam bentuk riset dan teknologi terhadap efisiensi suatu sistem usaha tani.
Dalam membangun matriks PAM ini Monke dan Pearson 1989 menggunakan beberapa asumsi, asumsi-asumsi tersebut adalah:
a. Perhitungan berdasarkan Harga Privat Private Cost yaitu harga yang benar-benar terjadi dan diterima oleh produsen dan konsumen atau harga
yang benar-benar terjadi setelah adanya kebijakan. b. Perhitungan berdasarkan Harga Sosial Social Cost atau Harga
Bayangan Shadow Price yaitu harga pada kondisi pasar persaingan sempurna atau harga yang terjadi apabila tidak ada kebijakan. Pada
komoditas yang dapat diperdagangkan Tradable harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar internasional.
c. Output bersifat tradable dan input dapat dipisahkan kedalam komponen asing Tradable dan domestik Non Tradable.
d. Eksternalitas positif dan negatif dianggap saling meniadakan. PAM terdiri dari matriks yang disusun berdasarkan hasil analisis finansial
privat dan analisis ekonomi sosial. Penerimaan dan biaya produksi pada harga finansial dan harga sosial dibagi menjadi komponen tradable asing dan non
tradable domestik. Gray et al. 1985 menjelaskan terdapat lima perbedaan antara analisis finansial dan analisis ekonomi, yaitu:
a. Harga
Dalam analisis finansial harga yang digunakan adalah harga aktual yang terjadi di pasar baik untuk input maupun output. Sedangkan dalam analisis
ekonomi harga yang digunakan adalah harga bayangan shadow prices. Harga bayangan adalah harga yang sebenarnya akan terjadi dalam suatu perekonomian
jika pasar dalam keadaan persaingan sempurna dan dalam kondisi keseimbangan Gittinger, 1986. Alasan digunakannya harga bayangan dalam
analisis ekonomi adalah:
• Harga privat tidak selalu mencerminkan apa yang sebenarnya diperoleh masyarakat melalui produksi yang dihasilkan dari aktivitas tersebut.
• Harga privat tidak selalu mencerminkan apa yang sebenarnya dikorbankan seandainya sejumlah sumber daya yang dipilih digunakan
dalam aktivitas lain yang masih memungkinkan di masyarakat.
b. Pajak