Struktur Biaya dan Penerimaan

6.2. Struktur Biaya dan Penerimaan

Secara umum pengusahaan padi di daerah penelitian dibagi menjadi dua varietas yang diusahakan yaitu padi Pandan Wangi sebagai varietas unggul lokal spesifik dan padi Varietas Unggul Baru. Khusus untuk output beras Pandan Wangi, pemasaran beras ditangani oleh Gapoktan Citra Sawargi. Gapoktan Citra Sawargi menampung semua hasil panen padi Pandan Wangi dengan membeli sebesar Rp. 3.000 sampai Rp. 3.100 per malai kering panen. Dengan adanya Gapoktan, petani memiliki posisi tawar terhadap harga jual produk beras Pandan Wangi. Hal tersebut terbukti dengan ditandatanganinya nota kesepakatan jual beli dengan perusahaan distributor beras. Berdasarkan perjanjian tersebut, harga beli untuk satu kilogram beras Pandan Wangi adalah Rp. 9.000. Kondisi berbeda terjadi pada para petani padi Varietas Unggul Baru, tidak ada organisasi atau kelompok tani yang menangani langsung pemasaran output mereka, walaupun sebagian besar dari petani Varietas Unggul Baru tergabung dalam kelompok tani. Mereka menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul lokal. Umumnya harga jual hasil panen ditentukan langsung oleh pedagang pengumpul. Penentuan harga beli didasarkan pada kualitas hasil panen yang akan dibeli dan periode masa panen. Harga beli untuk per kilogram malai kering panen padi Varietas Unggul Baru berkisar antara Rp. 1.500 sampai Rp. 2.500. Pedagang pengumpul memasarkan langsung beras Varietas Unggul Baru kepada konsumen dengan kisaran harga Rp. 5.000 sampai Rp. 5.500 per kilogram. Total produksi untuk padi varietas Pandan Wangi dalam satu hektar mencapai 7.241,17 kilogram beras per tahun. Sedangkan untuk total produksi dalam satu hektar padi Varietas Unggul Baru mencapai hingga 13.329,60 kilogram beras per tahun. Rata-rata prosentase rendemen untuk kedua varietas pada daerah penelitian adalah 52 persen. Perbedaan jumlah produksi antar kedua varietas tersebut disebabkan oleh perbedaan jumlah masa tanam dalam satu tahun, produktivitas varietas, dan serangan organisme pengganggu. Umur tanaman padi Varietas Unggul Baru yang lebih singkat memungkin- kan petani mampu menanam varietas ini tiga kali dalam satu tahun. Berbeda dengan varietas padi Pandan Wangi, varietas ini memiliki umur tanaman yang relatif lebih panjang sehingga petani hanya mampu menanam dua kali dalam satu tahun. Keadaan tersebut menyebabkan produksi beras Varietas Unggul Baru lebih tinggi dari varitas Pandan Wangi. Selain itu, produktivitas tanaman padi pun berpengaruh terhadap produksi berasnya. Dalam satu musim padi Pandan Wangi enam bulan rata-rata menghasilkan 5,7 ton GKG per hetar, sedangkan Varietas Unggul Baru dalam satu musim empat bulan mampu berproduksi sebesar 5 sampai 6 ton beras per hektar. Selain kedua penyebab tersebut, serangan organisme pengganggu pun berpengaruh pada produksi yang akan dihasilkan. Untuk kasus padi Pandan Wangi terdapat beberapa responden yang mengalami penurunan produksi hingga mencapai 50 persen akibat adanya serangan penyakit tungro. Serangan organisme pengganggu tersebut akan berdampak pada semakin rendahnya prosentase rendemen karena meningkatnya kadar gabah hampa. Serangan hama terjadi apabila tidak dilakukannya pergiliran varietas dan tidak seragamnya waktu panen. Total penerimaan dalam satu tahun untuk beras Pandan Wangi adalah Rp. 65.170.525,22 per hektar, sedangkan untuk beras Varietas Unggul Baru mencapai Rp. 69.980.391,00 per hektar. Walaupun nilai total produksi beras Pandan Wangi lebih rendah dari beras Varietas Unggul Baru, namun total penerimaan yang diperoleh kedua varietas memiliki selisih jumlah yang tidak teralu besar. Total penerimaan beras Varietas Unggul Baru lebih tinggi Rp.4.809.865,78 dari total penerimaan beras Pandan Wangi. Hal tersebut terjadi karena adanya faktor perbedaan harga dari kedua output. Harga beras Pandan Wangi relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga beras Varietas Unggul Baru. Harga untuk satu kilogram beras Pandan Wangi mencapai Rp. 9.000 sedangkan untuk harga Varietas Unggul Baru adalah Rp. 5.250 per kilogram. Tingginya harga beras varietas Pandan Wangi disebabkan oleh beberapa penyebab, diantaranya adalah terbatasnya jumlah output yang diproduksi, kualitas beras, dan lamanya waktu produksi. Jumlah beras Pandan Wangi yang terbatas disebabkan karena padi Pandan Wangi hanya akan menghasilkan kualitas beras yang baik jika ditanam di daerah Kabupaten Cianjur. Jika padi Pandan Wangi ditanam di luar Kabupaten Cianjur maka beras yang dihasilkan akan mengalami penurunan kualitas. Berbeda dengan beras Pandan Wangi, beras Varietas Unggul Baru seperti Ciherang dan IR 64 yang dapat diproduksi di luar daerah Kabupaten Cianjur sehingga beras varietas ini lebih mudah ditemukan. Dari segi budidaya, padi Pandan Wangi membutuhkan waktu 150-160 hari untuk bisa dipanen, sedangkan padi Varietas Unggul Baru hanya 110-125 hari saja. Lamanya produksi Padi Pandan Wangi menyebabkan harga ditingkat petani lebih tinggi jika dibandingkan dengan padi Varietas Unggul Baru. Faktor lain yang menyebabkan harga kedua beras tersebut berbeda adalah faktor kualitas beras yang dihasilkan. Beras Pandan Wangi dikenal dengan kualitas berasnya yang baik dan umumnya dikonsumsi oleh kalangan menengah keatas. Konsumen menganggap rasa beras Pandan Wangi lebih pulen dan lebih mengeluarkan aroma pandan yang khas jika dibandingkan dengan beras varietas lainnya. Sedangkan beras Varietas Unggul Baru memiliki kualitas sedang dan umumnya dikonsumsi oleh masyarakat secara umum. Sehingga harganya pun relatif lebih rendah jika dibandingkan beras Pandan Wangi. Total pendapatan yang diperoleh dari satu hektar pengusahaan beras Pandan Wangi mencapai Rp. 19.435.791,94 per tahun, sedangkan untuk pengusahaan beras Varietas Unggul Baru adalah Rp. 6.608.066,69 per tahun. Berdasarkan data tersebut, ternyata pengusahaan beras Pandan Wangi memiliki total pendapatan yang lebih besar jika dibandingkan dengan pengusahaan beras Varietas Unggul Baru. Kondisi ini terjadi kerena adanya perbedaan harga output dan total biaya dari pengusahaan beras Varietas Unggul Baru dan beras Pandan Wangi. Harga beras Pandan Wangi yang mencapai Rp. 9.000 per kilogram, menyebabkan total penerimaan pengusahaan beras Pandan Wangi tidak jauh berbeda dari total penerimaan pengusahaan beras Varietas Unggul Baru. Disisi lain, biaya total yang dikeluarkan untuk pengusahaan beras Varietas Unggul Baru lebih tinggi dari pengusahaan beras Pandan Wangi. Berdasarkan Lampiran 11, total biaya untuk pengusahaan padi Pandan Wangi dalam satu tahun adalah Rp. 45.734.733,27 per hektar. Biaya-biaya tersebut terbagi atas biaya sarana produksi 5,08 persen, biaya tenaga kerja 24,91 persen, biaya pasca panen 23,43 persen, dan biaya lain-lain 46,57 persen. Sedangkan untuk total biaya pengusahaan padi Varietas Unggul Baru dalam satu tahun adalah sebesar Rp. 63.372.324,31 per hektar. Komponen biaya tersebut adalah biaya sarana produksi 5,25 persen, biaya tenaga kerja 24,17 persen, biaya pasca panen 27,61 persen, dan biaya lain-lain 42,97persen. Bila dicermati, komponen biaya lain-lain memiliki prosentase cukup tinggi dari total biaya kedua varietas. Tingginya biaya lain-lain tersebut disebabkan oleh tingginya biaya imbangan penggunaan lahan. Pandan Wangi biaya imbangan penggunaan lahan dalam satu tahun adalah sebesar Rp. 14.770.734,45, sedangkan untuk padi Varietas Unggul Baru sebesar Rp. 18.366.151,43. Tingginya biaya imbangan penggunaan lahan tersebut disebabkan karena cara membayar penggunaan lahan sawah dengan hasil panen. Umumnya di daerah penelitian menggunakan sistem bagi hasil paroan dan mertilu. Sistem paroan adalah membagi hasil panen masing-masing 50 persen untuk petani penggarap dan 50 persen untuk pemilik lahan. Sedangkan sistem mertilu artinya jika hasil panen mencapai tiga ton, maka pembagiannya adalah satu ton untuk penggarap dan dua ton untuk pemilik lahan. Dalam satu tahun, total biaya pengusahaan beras Varietas Unggul Baru lebih tinggi jika dibandingkan dengan biaya total pengusahaan beras varietas Pandan Wangi. Kondisi demikian terjadi karena dalam satu tahun padi Varietas Unggul Baru bisa di usahakan sebanyak tiga kali sedangkan padi Pandan Wangi hanya dua kali dalam setahun. Sehingga pada pengusahaan beras Varietas Unggul Baru lebih banyak menggunakan sumber daya produksi dari pada pengusahaan beras Pandan Wangi. Kondisi tersebut dapat dilihat dengan jelas pada Lampiran 11, dimana biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengusahaan beras Varietas Unggul Baru lebih tinggi dari beras Pandan Wangi. Nilai RC mampu mejelaskan pengaruh peningkatan biaya terhadap total pendapatan dari pengusahaan kedua output yang dianalisis. Nilai RC untuk pengusahaan beras Pandan Wangi bernilai 0,42, yang berarti penambahan biaya sebesar satu persen akan memberikan tambahan pendapatan sebesar 0,42 persen. Sedangkan nilai RC untuk pengusahaan beras Varietas Unggul Baru adalah 0,10. Artinya, penambahan biaya sebesar satu persen akan meningkatkan pendapatan sebesar 0,10 persen. Khusus di daerah penelitian, sebagian besar petani menggunakan sistem budidaya mina padi. Dari 30 lahan sawah petani yang menjadi responden hanya 20 persen saja yang tidak menggunakan sistem mina padi, sisanya 80 persen lahan sawah digunakan dengan sistem mina padi. Petani membudidayakan ikan mas di areal sawah mereka sebagai tambahan pendapatan untuk digunakan kembali dalam membiayai pengusahaan padi mereka. Pada umur 30 hari ikan pun siap untuk dipanen. Ikan yang dipanen tersebut masih berupa bibit ikan yang ukurannya kurang lebih 4 sampai 5 sentimeter. Para petani umumnya menjual bibit-bibit ikan tersebut kepada pedagang pengumpul bibit ikan. Harga untuk satu kilogaram ikan mas tersebut adalah Rp. 27.916,19. Berdasarkan Tabel 13, keuntungan rata-rata yang diterima oleh petani dalam satu hektar sawah adalah Rp. 641.959,23. Tabel 13. Biaya Dan Pendapatan Mina Padi Di Desa Bunikasih Tahun 2007 No. Komponen Satuan Volume Harga Rp Jumlah Rp A Penerimaan Kg 87,71 27.916,19 908.833,52 B Biaya 1. Benih Ikan Liter 4,13 142.129,11 211.211,78 2. Tenaga Kerja HKP 4,94 31.730,01 58.493,77 Total Biaya 266.874,29 Pendapatan 641.959,23 Keterangan: per hektar.

6.3. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Beras Pandan Wangi Dan Beras Varietas Unggul Baru

Dokumen yang terkait

Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) Di Desa Bakaran Batu Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai

12 108 56

Uji Stabilitas Varietas Padi (Oryza sativa L.) Pada Lahan Salin dan Sulfat Masam Menggunakan Analisis AMMI dan Sidik Lintas Komponen Produksi Dengan Produksi Gabah

4 55 75

Pertumbuhan Dan Produksi Empat Varietas Unggul Padi Sawah (Oryza Sativa L) Terhadap Berbagai Tingkat Genangan Air Pada Berbagai Jarak Tanam

0 30 181

Perancangan Buku Informasi Beras Pandan Wangi Di Kabupaten Cianjur

1 8 28

Analisis ekuitas merek produk beras pandan wangi:kasus di Kota Cianjur

0 13 219

Analisis Usahatani dan Tataniaga Padi Varietas Unggul (Studi Kasus Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur)

6 31 188

Analisis usahatani padi jenis ketan putih (Oryza Sativa Glutinosa (Studi Kasus Desa Jatimulya, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat)

3 10 169

Penerapan Metode Quality Function Deployment (QFD) dan Analisis Sensitivitas Harga Pada Pengembangan Padi Varietas Unggul Hibrida (Kasus : Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur Jawa Barat)

1 10 174

Analisis sifat fisikokimia dan sifat fungsional beras (Oryza sativa) Varietas Beras Hitam dan Beras Merah asal Cianjur, Solok, dan Tangerang

1 12 67

ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU (Kasus Kelompok Tani Nanggeleng Jaya Desa Songgom Kecamatan Gekbrong Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat)ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI

0 0 6