Pembangunan Menara Telekomunikasi oleh Operator Tower Leasing Provider atau Sewa Menyewa antara Perusahaan Penyedia Jasa

33 a obyek sewa, b harga sewa dan cara pembayarannya, c asuransi, d hak dan kewajiban, e jangka waktu kontrak f pengakhiran kontrak g dispute settlement dan hal-hal lain yang sangat jelas pada akhirnya akan berpengaruh pada pendapatan usahanya. Kontrak yang jelas, baik, dan lengkap merupakan dasar dua belah pihak yang mengikatkan diri pada perjanjian sewa menyewa sangat berguna untuk meminimalisir adanya dispute dalam menginterpretasi isi kontrak sehingga dengan kontrak yang baik dapat memberi kenyamanan dan keberlangsungan perjanjian diantara dua pihak yang telah bersepakat untuk mengadakan sewa menyewa tower.

C. Model Bisnis Menara Telekomunikasi

1. Pembangunan Menara Telekomunikasi oleh Operator

Pada masa-masa awal operator beroperasi, kebutuhan menara telekomunikasi dibangun sendiri oleh operator. Operator ponsel harus mengeluarkan dan untuk diinvestasikan ke dalam pembangunan BTS. Mulai dari pembebasan lahan untuk lokasi BTS, biaya perijinan, biaya konstruksi, dan biaya-biaya lain ditanggung oleh operator. Pada waktu itu, berdiri perusahaan yang memberikan jasa pengurusan BTS mulai dari penyiapan lahan sampai dengan pendirian menaranya, akan tetapi belum sampai kepada bentuk perusahaan yang menyewakan BTS. Pada perkembangannya, kemudian berkembang usaha penyewaan jasa tower atau Tower Leasing Provider.

2. Tower Leasing Provider atau Sewa Menyewa antara Perusahaan Penyedia Jasa

Tower dengan Operator Dana untuk pembangunan menara BTS termasuk cukup besar. Kebutuhan dana untuk pembangunan satu menara termasuk untuk investasi pembelian lahan berkisar antara Rp 700 juta hingga Rp 1 milyar, bahkan bisa mencapai Rp 1.5 milyar. Apabila satu 34 perusahaan operator memerlukan 1.000 menara BTS, maka perusahaan itu akan mengeluarkan dana investasi sekitar Rp 1 trilyun. Besaran biaya itu tergantung pada lokasi dan tingkat ketinggian menara tersebut. Uang sebesar atau lebih dari Rp 1 milyar itu untuk pembangunan menara BTS yang memiliki ketinggian antara 31-72 meter. Nilai investasi yang cukup besar untuk satuan unit BTS membuka alternatif model bisnis BTS. Operator tidak harus menyediakan sendiri, membangun sendiri menara BTS. Ada peluang bagi perusahaan lain non operator untuk membangun menara BTS kemudian disewakan kepada perusahaan operator dalam konstruksi perjanjian sewa menyewa menara BTS, sehingga sewa menyewa menara BTS berkembang sebagai salah satu model bisnis. Harga sewa menyewa satu buah menara, pihak operator dikenakan biaya antara Rp 15 juta – Rp 20 juta per bulan. Harga sewa ini, merupakan biaya keseluruhan yang termasuk biaya sewa menara, biaya listrik, maintenance perawatan, dan juga retribusi terhadap pemerintah. Bagi perusahaan jasa penyewaan tower PJPT, tower merupakan aset dan alat produksi penghasilan usaha jasa penyewaan tower. Pada tataran sekarang ini, antara PJPT dengan operator berada dalam tahapan mencari bentuk terbaiknya dalam hal proses dan prosedur bisnis serta tatacara sewa menyewa tower antara operator telekomunikasi yang membutuhkan sarana infrastruktur berupa menara untuk penempatan antenanya. Pada sisi PJPT, penyedia jasa pembangunan tower berhadapan dengan masalah lahan dan masalah akses kepada para operator ponsel. Padahal, dalam industri telekomunikasi seluler kecepatan penambahan jaringan merupakan faktor penentu keberhasilan dalam melayani kebutuhan pelanggan. PJPT dituntut untuk dapat memenuhi standar kebutuhan waktu para penyewaoperator telekomunikasi seluler. Selain itu, PJPT juga dituntut untuk memenuhi standar teknis yang dibutuhkan oleh pelanggannya. Perkembangan terkini, operator yang mengoperasikan BTS banyak juga yang menyewakan BTS-nya kepada operator lain. Apalagi setelah keluar PB-P3-MT. Pada praktik pembangunan BTS terbuka peluang bagi pemilik lahan untuk melakukan kerjasama dengan PJPT. PJPT tidak harus membeli lahan untuk lokasi BTS, namun dapat menyewa tanah dari pemilik tanah. Apabila sewa lahan itu dilakukan maka terbuka peluang bisnis bagi perorangan atau badan usaha, termasuk desa yang memiliki 35 aset yang idle yang lokasinya bersesuaian dengan kebutuhan pembangunan BTS untuk menyewakan lahannya kepada PJPT, sehingga tercipta peluang bisnis pada sisi pemenuhan kebutuhan lahan. Demikian pula untuk BTS yang didirikan di atas bangunan permanen, maka terbuka peluang kerjasama bisnis antara pemilik bangunan dengan PJPT untuk merealisasikan BTS di atas bangunan.

3. Keahlian atau Profesi