UU Telekomunikasi juncto PP 52 Tahun 2000

36 diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Perpres 362010 adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu: 1 bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi, 2 bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, 3 bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, 4 bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan 5 bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus. Berdasarkan Perpres 362010 tersebut, tegas bahwa penyedia, pengelola pengoperasian dan penyewaan dan penyedia jasa konstruksi untuk menara telekomunikasi merupakan obyek bisnis meskipun hanya dapat dilakukan oleh penanam modal dalam negeri. Sebagai catatan, beberapa waktu yang lalu, Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM bermaksud melepaskan kendali bisnis menara BTS kepada asing, yang mendapatkan tentangan dari Menkominfo karena tetap berusaha untuk mempertahankan dominasi bisnis BTS kepada pengusaha domestik. Sejalan dengan Menkominfo, Asosiasi Pengembang Infrastruktur Menara Telekomunikasi Aspimtel dan Badan Regulasi Teknologi Informasi BRTI juga tegas menolak inisiatif dari BKPM tersebut, yakni menolak secara tegas adanya asing di bisnis menara.

2. UU Telekomunikasi juncto PP 52 Tahun 2000

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi UU Tel, menegaskan bahwa telekomunikasi dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah. Pembinaan telekomunikasi diarahkan untuk meningkatkan penyelenggaraan telekomunikasi yang meliputi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian. Fungsi penetapan kebijakan antara lain perumusan mengenai perencanaan dasar strategis dan perencanaan dasar teknis telekomunikasi nasional. Fungsi pengaturan mencakup kegiatan yang bersifat umum danatau teknis operasional yang antara lain tercermin dalam pengaturan perizinan dan persyaratan dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Fungsi pengendalian dilakukan berupa pengarahan dan 37 bimbingan terhadap penyelenggaraan telekomunikasi. Fungsi pengawasan adalah pengawasan terhadap penguasaan, pengusahaan, pemasukan, perakitan, penggunaan frekuensi dan orbit satelit serta alat, perangkat, sarana dan prasarana telekomunikasi. Dalam penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian di bidang telekomunikasi dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan memperhatikan pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat serta perkembangan global. Dalam rangka pembinaan di bidang telekomunikasi, maka UU Tel dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi PP 522000 serta PB-P3-MT. Dalam Pasal 6 ayat 1 PP 522000 ditegaskan: 1 Dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib membangun dan atau menyediakan jaringan telekomunikasi. Penjelasan Pasal 6 ayat 1 menegaskan: Dalam membangun dan atau menyediakan jaringan telekomunikasi penyelenggara jaringan dapat membangun keseluruhan jaringan dapat pula membangun sebagian dan atau menyediakan sebagian jaringan untuk terselenggaranya telekomunikasi. Misal, dalam hal diperlukannya penggunaan transponder satelit, penyelenggara jaringan tidak harus memiliki satelit sendiri. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat 1 PP 522000 tersebut penyelenggara jaringan tidak harus membangun keseluruhan kebutuhan jaringan, termasuk BTS, secara mandiri, akan tetapi terbuka kemungkinan melakukan kerja sama dengan pihak lain untuk memenuhi kebutuhan jaringan komunikasinya. Ketentuan demikian itu membuka peluang usaha bagi perusahaan-perusahaan lain untuk menyokong kebutuhan penyelenggara jaringan. V.3. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Pengaturan Menara Telekomunikasi

A. Keabsahan Tindak Pemerintahan Dalam Penataan dan Pengendalian Menara