54
berdiri diatas masjid atau gereja yang hanya berfungsi sebagai antenna penerima sinyal. Permasalahan juga timbul apabila menyangkut IMB Izin
Membangun Bangunan dan IMB Menara, terkait dengan retribusi dan persyaratan teknis administratif lainnya serta terkait dengan mekanisme
pembongkaran mengingat pembongkaran menara telekomunikasi tidaklah sama dengan pembongkaran bangunan lainnya karena biaya yang mahal dan
kompleksitas pekerjaan. Mendatang perlu difikirkan oleh pemerintah untuk mengatur bangunan Menara Telekomunikasi dalam satu regulasi
tersendiri.
5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang selanjutnya
disebut sebagai UU Penataan Ruang Salah satu model pengaturan yang utama adalah dengan meletakkan
menara telekomunikasi sesuai dengan penataan ruang di daerah. Penataan ruang merupakan wewenang dari negara, dan dilimpahkan kepada daerah
berdasar pasal 7 ayat 1 UU Penataan Ruang. UU Penataan Ruang telah memberikan dasar legalitas kewenangan daerah untuk melakukan penataan
ruang wilayahnya yang kemudian dituangkan dalam Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah Kabupatenkota masing-masing dengan mempertimbangkan
faktor-faktor geostrategis, potensi sumberdaya dan kondisi daerah. Kewenangan ini ditujukan untuk menjaga keserasian dan keterpaduan
antardaerah dan antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan antardaerah dengan mendasarkan pada transparansi, efektifitas, dan partisipatif
agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Wewenang pemerintah daerah kabupatenkota dalam hal penyelenggaraan
penataan ruang termaktub dalam Pasal 11 ayat 1 UU Penataan Ruang, meliputi:
a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan
penataan ruang wilayah kabupatenkota dan kawasan strategis kabupatenkota;
55
b. pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupatenkota;
c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupatenkota; dan
d. kerja sama penataan ruang antarkabupatenkota.
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup selanjutnya disebut UU PPLH
Keberadaan menara telekomunikasi sangat lekat kaitannya dengan kebijakan pengaturan lingkungan hidup di sekitar lokasi menara. Sehingga
keberlangsungan ekosistem dan lingkungan yang baik dan sehat bagi masyarakat di sekitar menara tetap terwujud.
Upaya memadukan pembangunan menara telekomunikasi dengan kebijakan lingkungan serta penataan pertumbuhan menara telekomunikasi
merupakan salah satu upaya terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin
keutuhan lingkungan hidup. Hal ini selaras dengan konsep pembangunan berkelanjutan sebagaimana dituangkan dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 UU
PPLH. Berdasarkan konsepsi pembangunan berkelanjutan tersebut, perlu
difikirkan upaya pengendalian menara telekomunikasi yang berbasis pada lingkungan. Kebijakan ini merupakan kebijakan yang terintegrasi dengan
kebijakan lingkungan pada tingkat kabupatenkota yang merupakan salah satu wewenang dari pemerintah daerah berdasarkan Pasal 63 ayat 3 huruf a UU
PPLH.
7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli