Standarisasi Sari Kedelai yang Dihasilkan pada Skala Laboatorium Standarisasi Kultur Starter yang Dihasilkan pada Skala Laboratorium

19

3.2.1 Standarisasi Sari Kedelai yang Dihasilkan pada Skala Laboatorium

Proses pembuatan sari kedelai pada skala laboratorium dilakukan dengan metode Illinois yang dimodifikasi oleh Dansa 2005. Bahan baku kedelai yang digunakan adalah kedelai impor merek Cap Jempol yang diperoleh dari Koperasi Unit Desa Petani Tahu dan Tempe Indonesia, cabang Bogor. Standarisasi dilakukan untuk menghasilkan sari kedelai dengan karakteristik dan kualitas yang baik dan konsisten selama pemrosesan. Skema pembuatan sari kedelai dengan metode Illinois yang dimodifikasi oleh Dansa 2005 ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2 . Skema pembuatan sari kedelai

3.2.2 Standarisasi Kultur Starter yang Dihasilkan pada Skala Laboratorium

Kultur starter yang digunakan pada penelitian ini adalah Lactobacillus acidophilus dan Streptococcus thermophilus dengan perbandingan di dalam produk 1:1. Standarisasi kultur starter bertujuan untuk menghasilkan kultur starter dengan kualitas yang baik dan memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI 01-2981 tahun 2009 untuk jumlah minimal nilai total bakteri asam laktat di dalam kultur starter. Kultur starter atau kultur kerja dibuat dari kultur murni. Sebelum menjadi kultur starter, kultur murni diinokulasikan ke dalam media pengaya susu skim untuk memperoleh kultur induk. Kacang kedelai impor Dibersihkan dan disortasi Dicuci dan direndam dalam larutan 0.5 NaHCO 3 8-10 jam volume air = 3x berat kedelai kering dan ditiriskan Dikukus selama 10 menit terhitung sejak air mendidih Digiling dengan air volum air = 8 x berat kedelai kering Disaring dengan kain saring Dipanaskan suhu 80-85 o C selama 15 menit Sari kedelai Filtrat 20 1 kultur murni 5 kultur induk Kultur starter Selanjutnya kultur induk tersebut diinokulasikan kembali ke dalam media susu skim untuk memperoleh kultur starter. Skema pembuatan kultur induk dan kultur starter dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4. Gambar 3. Skema pembuatan kultur induk Gambar 4. Skema pembuatan kultur starter 3.2.3 Simulasi Rancangan Formulasi dan Penentuan Respon dengan Program Design Expert Version 8 Setelah tahapan standarisasi sari kedelai dan kultur starter yang dihasilkan pada skala laboratorium, penelitian dilanjutkan dengan tahapan simulasi rancangan formulasi dan penentuan respon menggunakan piranti lunak software program design expert version 8. Rancangan metode percobaan yang digunakan pada program design expert version 8 adalah rancangan mixture simplex lattice design. Rancangan ini digunakan oleh formulator untuk mendapatkan formula optimum dari suatu formulasi. Penggunaan mixture simplex lattice design dikarenakan rancangan ini sesuai dengan faktor perlakuan pada penelitian ini, yaitu perlakuan campuran komponen yang diubah-ubah untuk memperoleh respon tertentu. Penelitian ini diawali dengan penetapan komponen bahan baku yang digunakan sebagai variabel tetap dan variabel berubah serta total komposisi bahan baku tersebut di dalam produk, kemudian diikuti dengan penentuan kisaran minimum dan maksimum dari penggunaan sari kedelai dan susu segar, dan diakhiri dengan penentuan respon. Diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24 jam Kultur induk Diinokulasikan ke dalam 200 ml susu skim 10 steril Dinokulasikan ke dalam 200 ml susu skim 10 steril Diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24 jam 21 Penentuan batas minimum dan maksimum ini berdasarkan hasil penelitian Dansa 2005, yaitu produk soy yogurt dengan formula terbaik diperoleh dengan perbandingan penggunaan sari kedelai dan susu segar sebesar 1:1. Formula terbaik ini merupakan formula yang memiliki nilai hedonik tertinggi, sehingga ditentukan batas minimum dan maksimum penggunaan susu segar adalah 0-42.4 dan penggunaan sari kedelai 42.4-84.8. Batas-batas ini akan menjadi input dalam tahap perancangan formula oleh program design expert version 8 pada rancangan mixture simplex lattice design untuk mencari formulasi dari komponen-komponen yang dicampurkan sehingga dihasilkan output berupa rancangan formula dari produk soy yogurt. Tahapan berikutnya setelah rancangan formulasi adalah penentuan respon. Menurut Wulandhari 2007, penentuan respon dilakukan berdasarkan karakteristik yang akan berubah akibat perubahan proporsi relatif dari komponen-komponennya. Respon yang digunakan pada penelitian ini antara lain respon biaya bahan baku, respon obyektif berupa pH, viskositas, dan total bakteri asam laktat, serta respon subyektif berupa tekstur, rasa, warna, dan aroma. Pemilihan respon tersebut berdasarkan parameter mutu yang digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya untuk menentukan kualitas mutu dan keamanan produk soy yogurt. Respon tersebut dipilih agar dapat diperoleh formula yang dapat menghasilkan soy yogurt dengan kualitas mutu yang paling optimum.

3.2.4 Aplikasi Hasil Rancangan Formulasi dengan Program