Susu Segar TINJAUAN PUSTAKA

8

2.4 Soy Yogurt

Soy yogurt merupakan yogurt yang dibuat dengan bahan dasar sari kedelai. Sari kedelai digunakan sebagai bahan substitusi terhadap susu sapi. Pada dasarnya pembuatan soy yogurt sama dengan pembuatan yogurt. Meskipun sari kedelai tidak mengandung laktosa, namun sebagian besar bakteri dapat menggunakan karbohidrat lain seperti sukrosa, stakiosa, dan rafinosa sebagai sumber energi. Sebagai sumber gula, pada pembuatan soy yogurt biasanya ditambahkan glukosa, laktosa, atau sukrosa agar proses fermentasi berjalan lebih cepat Shurtleff dan Aoyagi 1984. Asam laktat merupakan hasil dari proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri asam laktat pada proses pembuatan soy yogurt. Terbentuknya asam laktat menyebabkan penurunan pH sehingga protein sari kedelai yaitu globulin menjadi tidak stabil dan terkoagulasi membentuk gel. Kelarutan minimum dari protein sari kedelai berada pada kisaran titik isoelektriknya, yaitu pH 4.2-4.6. Pada kisaran pH tersebut protein sari kedelai akan menggumpal. Pada umumnya, soy yogurt memiliki karakteristik viskositas yang lebih encer dibandingkan dengan dengan yogurt Koswara 1995. Kultur starter yang digunakan di dalam pembuatan soy yogurt biasanya adalah kultur campuran, yakni kultur yogurt dan kultur probiotik. Kultur yogurt yang digunakan dalam pembuatan soy yogurt adalah Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus. Kultur probiotik yang biasa digunakan di dalam pembuatan soy yogurt adalah Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei galur Shirota, Bifidobacterium bifidum, dan Bifidobacterium longum Osaana et al. 2007 Berdasar hasil penelitian Mital dan Steinkraus 1976, Streptococcus thermophilus dapat tumbuh baik pada sari kedelai dan menghasilkan flavor yang baik. Bakteri lain yang sering digunakan di dalam pembuatan soy yogurt adalah Lactobacillus acidophilus. Lactobacillus acidophilus galur NRRL B-2178, B-2092, B-1833, B-1910 menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik di dalam media sari kedelai dengan atau tanpa penambahan gula. Selain itu, L. acidophilus galur NRRL B-1910 dan B-1911 paling efektif di dalam memfermentasi stakiosa dan rafinosa yang terdapat pada sari kedelai dan diketahui dapat menyebabkan flatulensi Stern et al. 1977. Flatulensi dapat terjadi dikarenakan produksi dari karbondioksida, hidrogen, dan metana oleh mikroflora yang terdapat di intestinal manusia selama pemecahan atau metabolisme oligosakarida yang terkandung di dalam kedelai. Proses fermentasi dari produk olahan kedelai seperti sari kedelai dapat mengurangi resiko terjadinya flatulensi pada manusia Tamime dan Robinson 2007.

2.5 Susu Segar

Susu segar adalah susu yang kaya akan lemak yang timbul ke bagian atas dari susu pada waktu didiamkan ataupun dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Susu merupakan emulsi lemak dalam air yang mengandung garam, mineral, gula, dan protein. Komposisi rata-rata susu segar dapat dilihat pada Tabel 3. Menurut laporan Muchtadi dan Sugiyono 1989, air dalam susu berfungsi sebagai pelarut, membentuk emulsi, dan suspensi koloidal. Komponen lemak dalam susu berada dalam bentuk butir- butir yang sangat kecil disebut globula yang berada dalam fase dispersi. Masing-masing butir lemak dikelilingi oleh selaput protein yang sangat tipis atau serum susu yang terkumpul pada permukaan akibat adsorpsi. Faktor inilah yang menentukan atau membantu memelihara kestabilan emulsi lemak dalam susu. 9 Tabel 3 . Komposisi rata-rata dan kisaran normal susu sapi Komposisi Rata-rata Kisaran normal Air 87.25 89.50-84.00 Lemak 3.80 2.60-6.00 Protein 3.50 2.80-4.00 Laktosa 4.80 4.50-5.20 Mineral 0.65 0.60-0.80 Sumber: Muchtadi dan Sugiyono 1989 Komponen protein dalam susu sapi segar terdiri dari kasein 80, laktalbumin 18, dan laktoglobulin 0.05-0.07. Komponen laktosa merupakan disakarida dan memiliki kemanisan 16 kali kemanisan sukrosa. Komponen mineral dalam susu mengandung potasium, kalsium, magnesium klorida, fosfor, dan sulfur dalam jumlah yang relatif besar. Besi, tembaga, seng, alumunium, mangan, kobalt, dan yodium berada dalam jumlah kecil. Silikon, boron, titanium, vanadium, rubidium, litium, dan strontium terdapat dalam jumlah yang sangat kecil Muchtadi dan Sugiyono 1989. Berat jenis susu sapi segar rata-rata 1.032 atau berkisar antara 1.027-1.035. Semakin tinggi kandungan lemak susu maka semakin rendah berat jenisnya, sedangkan semakin tinggi presentase bahan padat bukan lemak, maka semakin besar berat jenis susu tersebut. Titik beku susu sapi segar - 0.55°C dengan kisaran suhu yang umum adalah -0.50°C - -0.61°C. Pembekuan mempengaruhi citarasa susu. Setelah pembekuan dan susu mencair kembali, maka susu akan memberikan rasa seperti air, bentuk globula lemak tidak beraturan, terjadi pemecahan globula, dan pembebasan beberapa asam lemak bebas. Titik didih susu sapi segar lebih tinggi daripada air yaitu 100.17°C. Hal ini dikarenakan berat jenis susu lebih tinggi daripada air Muchtadi dan Sugiyono 1989. Citarasa susu sapi segar rasanya agak amis, citarasa yang khas dari susu mempunyai hubungan dengan kandungan laktosa yang tinggi dan klorida yang relatif rendah. Laktosa yang rendah dan klorida yang tinggi mungkin akan menyebabkan citarasa garam. Warna susu putih kebiruan disebabkan pemantulan cahaya oleh globula lemak yang terdispersi, kalsium kaseinat, dan fosfat koloidal. Warna karoten yang menyebabkan warna kuning pada lemak susu sapi segar. Latokrom dan riboflavin yang terdapat pada larutan susu terlihat pada whey yang memperlihatkan warna kehijau-hijauan Muchtadi dan Sugiyono 1989. Susu segar yang akan digunakan biasanya diolah dengan metode pasteurisasi yang bertujuan memusnahkan sel-sel vegetatif dari mikroba patogen pembentuk toksin dan pembusuk. Untuk produk susu terdapat tiga metode pasteurisasi yang umum dipakai di industri susu, meliputi long time pasteurization yang menggunakan suhu 62.8 -65.6°C selama 30 menit, High Temperature Short Time Pasteurization HTST yang menggunakan suhu 73° selama 15 detik, dan Flash Pasteurization yang menggunakan suhu 85-95°C selama 2-3 detik Tamime dan Robinson 2007.

2.6 Susu Skim